Pria yang akrab dipanggil SB ini mengaku menyiapkan dana sebesar Rp 10 miliar. Uang ini sengaja disiapkan untuk memacu semangat tempur para caleg dari partai berlambang matahari biru ini. Dana ini diambil dari anggaran PAN.
"Bagi caleg yang memperoleh suara melebihi Bilangan Pembagi Pemilih (BPP), akan diberi bonus. Besarnya bonus tersebut untuk DPRD tingkat II Rp 250 juta, sedangkan untuk DPRD tingkat I Rp 1 M. Sementara itu untuk DPR RI Rp 2,5 M," kata SB.
SB menjelaskan, kiat ini diambil sebagai salah satu cara memenangkan pemilu legislatif. "Internal PAN punya cara-cara sendiri untuk membangkitkan semangat kadernya. Kalau dulu kader menunggu aba-aba dari pusat. Sekarang mereka harus bergerak sendiri dan yang paling bagus akan dapat bonus, itu saja," ujar SB kepada INILAH.COM.
Besarnya dana yang dijanjikan tentu akan meningkatkan semangan para calegnya. Namun, SB menepis anggapan para calon anggota dewan akan gemar melakukan money politics. Dirinya percaya kadernya akan tetap menjunjung tinggi sportivitas. "Kalaupun itu berpotensi money politics, itu akan menjadi bagian dari tugas Panwaslu untuk mengawasi, dan itu bukan merupakan tugas pengamat," cetus SB.
Dalam pandangan analis politik dari UI, Boni Hargens, langkah SB tersebut menyiratkan ketakutan PAN kehilangan pendukung. Apalagi, saat ini PAN sudah memiliki saingan bernama Partai Matahari Bangsa (PMB) yang didukung Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin.
"Ini menunjukkan PAN takut kalah karena ada saingan yakni PMB yang juga didukung oleh warga Muhammadiyah. Partai macam ini wajar takut mengalami penyusutan suara. Karena partai seperti ini tidak memiliki keistimewaan, makanya swing voters-nya banyak karena tidak bisa mempertahankan," papar Boni.
Seharusnya, SB tidak perlu sampai mengimingi dana sebegitu besar. Sebab, janji ini dapat menyuburkan praktek money politics ataupun pencurian suara. "Karena caleg-calegnya akan terus berfikir bagaimana caranya agar menang dan mendapatkan hadiah itu. Arahnya bisa menghalal segala secara untuk menang. Politik itu bukan bicara uang, tapi bicara komitmen, kualitas dan program partai," ketus Boni.
Tidak hanya itu, pola yang dikembangkan SB ini akan mengubah pemilu dari proses demokrasi menjadi transaksi. "Ini akan menjadikan pemilu seperti pasar dan ini merupakan kultur yang buruk," pungkasnya.
Bagi Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti, sikap SB ini menunjukkan PAN tidak menerapkan etika berpolitik. "Secara definitif hal itu bukan politik uang. Itu tidak bisa dibenarkan karena tidak sesuai dengan etika berpolitik. PAN menganggap Pemilu seperti perlombaan atlet," urai Ray.
Ray berpendapat sepatutnya dana Rp 10 miliar itu dikucurkan sebelum pelaksanaan pemilu. Dana sebesar itu justru dapat digunakan untuk membesarkan partai dengan program-program yang menarik simpati masyarakat. "Kalau calegnya tidak punya uang untuk berkampanye bagaimana? Ini bisa menurunkan citra PAN juga," ujarnya.
"Langkah ini membangun budaya seseorang bekerja berdasarkan iming-iming. Padahal kalau caleg PAN terpilih jadi anggota dewan kan juga mendapatkan uang," tegas Ray.
Sejauh ini beberapa lembaga survei menunjukkan hasil riset yang kurang menggembirakan bagi PAN. PAN diprediksi kesulitan mencapai angka 4 persen suara. Bahkan di beberapa survei melansir perolehan suara PAN berada di bawah PKB yang kini masih dirundung konflik internal.
Langkah SB membuat cara tersendiri membakar semangat kadernya memang tidak melanggar aturan apapun. Sikap ini memang mau tidak mau mencerminkan latar belakang SB yang notabene sebagai pengusaha. Tetapi setidaknya iming-iming ini makin menasbihkan pendapat bahwa memiliki dana yang besar akan kian melapangkan jalan caleg merebut kursi parlemen.