Penetapan status tersangka ini dilakukan Polda Metro Jaya setelah mendalami laporan dari Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) DKI Jakarta. Selain Tifatul, Ketua DPW PKS DKI Jakarta Triwisaksana dan Ketua PKS Jakarta Pusat ikut menyandang 'gelar' yang sama. Para petinggi PKS ini dipolisikan atas dugaan melakukan kampanye terselubung saat melakukan Demo Aksi Solidaritas Palestina pada 2 Januari silam.
Tifatul sendiri sempat mangkir dari panggilan polisi pada 12 Januari lalu. Alasannya, Tifatul saat dipanggil masih melakukan kampanye. "Tifatul dipanggil pertama Senin, tapi Tiffatul tidak hadir karena baru pulang dari kampanye di Kabupaten Bekasi," kata Humas PKS Mabruri kepada INILAH.COM, Rabu (14/1).
Menurut Mabruri, surat pemanggilan pertama diterima pada 9 Januari 2009. Isinya meminta Tifatul memenuhi pemeriksaan, Senin. Karena tidak hadir, surat panggilan kedua dilayangkan keesokan harinya untuk hadir pada pemeriksaan pada 15 Januari besok. Semua surat tersebut dikirimkan ke kantor DPP PKS, Jakarta.
"Dalam surat itu Tifatul ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kampanye di luar jadwal saat Demo mendukung Palestina tanggal 2 Januari," urai Mabruri.
Tetapi PKS melawan. PKS mengaku keberatan dengan pengaduan Panwaslu ke polisi. Apalagi, saat ini Tifatul sudah disandangkan status tersangka. "Kita akan layangkan surat nota protes ke Panwaslu," kata Humas PKS Mabruri, saat dihubungi INILAH.COM, Jakarta, Rabu (14/1).
Pihaknya menyayangkan sikap Panwaslu yang tidak minta klarifikasi PKS terkait dugaan pelanggaran kampanye tersebut. Padahal, berdasarkan UUD tentang tata cara pelaporan pemilihan umum pasal UU No 3c Tahun 2008 tentang Pengawasan Pemilu pasal 4 ayat 5 disebutkan dapat mengundang pihak terlapor dan pelapor unutk mengklarifikasi.
"Untuk sementara nota protes itu akan kita sampaikan ke Panwaslu DKI Jakarta. Nanti kita lihat jawaban dari Bawaslu," imbuhnya.
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Wahidah Suaib menyambut baik dengan gerak cepat pihak kepolisian ini. Sebab, bila dibiarkan maka aksi serupa akan makin banyak diikuti parpol lain. "Kalau itu dibiarkan akan ada partai lain yang mengikuti. Ini akan menjadi preseden baik," jawab Wahidah kepada INILAH.COM.
Dirinya berharap pemeriksaan di kepolisian bisa berjalan secara objektif. Ancaman pidana penjara untuk pelanggaran pidana pemilu sendiri yakni 6-12 bulan. "Proses pencalegannya pasti akan terganggu," tegasnya.
Wahidah menampik keberatan PKS. Seharusnya, menurut dia, PKS membaca kembali UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu. "Ini karena ada bukti awal sehingga bisa dilaporkan ke kepolisian tanpa perlu klarifikasi dulu. Yang berhak melakukan pemanggilan secara memaksa adalah penyidik," tegas Wahidah.
Bawaslu sendiri menanggapi dingin protes PKS. "Itu hak PKS. Kalau itu demo murni, lalu apa arti angka 8 sebagai nomor urut peserta pemilu yang dikibarkan saat demo," tukas Wahidah.
Bola kasus pelanggaran pemilu kini berada di tangan kepolisian. Kini semua pihak pasti akan menyoroti kerja kepolisian dalam penangani pidana pemilu. Ancaman pidana memang ringan, tetapi dampaknya tentu saja akan menempel pada citra politik PKS.
Selain akan sibuk mengurusi jalannya proses hukum, kasus ini akan menjadi celah bagi kompetitor PKS untuk menyerang . Apalagi, bila sampai Tifatul cs nantinya divonis bersalah. Pastinya, urusan PKS dalam berkampanye makin berat. Di satu sisi harus berkampanye, tetapi di sisi lain harus menjalani proses hukum dan serangan politik yang pastinya kian gencar menjatuhkan pamor PKS.