Sejak 2006, industri ponsel China sudah mendekati 50% produksi global. Data dari CCID Consulting, pada 2008 China merupakan eksportir ponsel terbesar di dunia. China diperkirakan memproduksi 605 juta ponsel tahun lalu.
Angka ini tumbuh 16,9% dibandingkan 2007. Penjualan di dalam negeri China hanya mencapai 205 juta, naik 17,55%. Sedangkan sisanya 400 juta unit di pasarkan untuk pasaran global atau naik 16,79%.
Selain memproduksi ponsel pesanan vendor besar, industri ponsel China juga melahirkan produknya sendiri. Ponsel rakitan China itu juga dipasarkan ke pasar global terutama ke negara berkembang.
Ponsel dari China dipasarkan dengan merek negara setempat seperti yang banyak beredar di Indonesia. Di pasaran lokal, diperkirakan ada puluhan ponsel China yang beredar.
Industri ponsel China tidak bisa dipandang sebelah mata. China memiliki produsen besar semacam Huawei dan Lenovo. Sementara pelaku manufaktur lain banyak yang memproduksi ponsel dengan harga lebih terjangkau.
Dalam bidang inovasi teknologi, industri ponsel China juga tak bisa dipandang sebelah mata. Baru-baru ini, Samsung didenda pengadilan karena dianggap melanggar paten perusahaan China menyangkut teknologi dual simcard GSM CDMA.
Pusat produksi ponsel China berada di wilayah Shenzhen, Tianjin, Beijing dan Suzhou. Kota-kota itu membentuk mata rantai suplai ponsel terbesar di dunia, terutama dari Shenzhen.
Sebenarnya China memiliki pesaing berat yaitu India karena juga menunjukkan perkembangan pesat. Tapi, karena infrastruktur dan sumber daya China lebih unggul, India belum menjadi ancaman serius bagi negara tirai bambu itu.
Meskipun manufaktur dikerjakan di China tapi, negara itu masih banyak tergantung dari negara lain. Pasar PCB ponsel masih dikontrol oleh Taiwan. Negara itu saat ini menguasai market share di atas 60%.
Sedangkan di sektor power amplifier untuk ponsel, RF Micro Devices adalah yang mengontrol pasar. Sedangkan transceiver dikuasai Qualcomm meskipun NXP terus menunjukkan peningkatan. Sementara STMicroelectronics memegang posisi kuat karena menjadi klien besar Nokia.
Di bidang memori juga harus diimpor dari perusahaan di luar China. Di pasar memori ini Spansion dan Intel telah turun secara drastis. Sedangkan perusahaan yang berspesiliasi di NAND flash terus mendapat keuntungan terutama Samsung dan Toshiba.
Manager Marketing PT Tirta Citra Nusantara, produsen ponsel lokal merek HiTech, Kusuma Ruslan mengakui masih ada yang berpandangan ponsel China adalah kelas dua. Tapi pandangan itu tidak sepenuhnya benar.
“Kualitas produk handset asal China saat ini sudah diakui dunia internasional. Bahkan produsen handset besar baik dari Swedia, Jepang atau Korea juga melakukan pabrikasi di China,” katanya.
Untuk mengatasi keraguan konsumen terhadap ponsel China, HiTech membangun jaringan penjualan dan layanan service center hingga pelosok Tanah Air. Ini untuk memberikan jaminan terhadap after sales service.
Selain itu HiTech juga bermain di kelas menengah. Alasannya HiTech lebih memikirkan bisnis jangka panjang dan tidak ingin hanya menjual produk sebanyak-banyaknya kemudian hilang.
Kusuma mengatakan memasarkan ponsel China tidak harus mengandalkan harga murah. Karena dari hasil penelitian HiTech, ada tiga faktor yang menjadi penentu keberhasilan produk handphone di pasar Indonesia.
Pertama fitur yang ditawarkan, kedua desain dan yang ketiga adalah harga. ”Tiga faktor ini sebagai penentu. Fitur oke, desain oke dan harganya oke, tentu pasti bisa jalan,” tegas Kusuma.