Pada sesi pertama perdagangan saham, Kamis (15/1), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berada di level 1.331,76, merosot 55,15 poin. Seluruh sektor industri di lantai bursa terkoreksi.
Penurunan terbesar dicatat oleh sektor tambang, perkebunan, infrastruktur dan finansial. Anjloknya indeks dipicu rupiah yang terdepresiasi 100 poin menjadi 11.175 per dolar AS serta melemahnya bursa global dan regional.
Analis pasar modal dari Kapita Sekurindo Haryajid Ramelan menyarankan investor tetap optimistis pada saham blue chip dalam negeri khususnya sektor tambang, perbankan, infrastruktur dan konsumer. “Saham-saham ini dapat memberikan keuntungan atau paling tidak dapat terlindungi dari sentimen negatif investor asing," katanya.
Saham infrastruktur yang menurutnya menarik dikoleksi adalah PT Indosat (ISAT) dan PT Perusahaan Gas Negara (PGAS). Sebagai emiten telekomunikasi, potensi ISAT untuk jangka menengah panjang masih terbuka. Hal ini terkait rencana tender offer Qatar Telecom (Qtel) atas sisa saham Indosat yang masih dimiliki publik pada 16 Januari 2009.
Adapun dana yang dihimpun melalui tender offer tersebut bisa mencapai Rp 8 triliun. Setelah mengakuisisi 40,8% saham ISAT, Qtel diberi kesempatan melakukan tender offer atas saham publik ISAT hingga 65%.
Jumlah saham publik yang bisa di tender offer maksimal 24,2% dengan harga yang telah disetujui Rp 7.388 per saham. “Ini berarti, harga saham ISAT yang kini di level Rp 5 ribuan, bisa menguat lagi. Buy on weakness pada sahan ISAT,” katanya.
Sedangkan saham PGAS diperkirakan menguat jangka menengah panjang terkait tuntasnya pembangunan pipanisasi Sumatera Selatan-Jawa Barat (SSWJ). Selain itu, perseroan juga menargetkan pertumbuhan pendapatan tahun ini sebesar 20% berasal dari hasil distribusi gas yang tahun ini ditargetkan mencapai 700-800 MMscfd.
Untuk 2009, PGAS mengalokasikan belanja modal (capex) sebesar US$ 300 juta, yang akan dipenuhi dari kas internal sebesar US$ 100 juta, sisanya pinjaman Bank Dunia dan Japan Bank International Cooperation (JBIC). “Trading buy PGAS di harga Rp 2.500 per lembarnya,” katanya.
Sektor komoditas juga disarankan untuk diakumulasi. Kendati harga minyak mentah terus merosot, prediksi tingginya permintaan minyak sawit (CPO) dari China dan India serta kebutuhan energi untuk proyek pembangkit listrik, dapat mengangkat kembali harga saham sektor ini.
Adapun untuk saham CPO, Haryajid merekomendasikan saham PT Astra Agro Lestari (AALI). “Saya rekomendasikan beli AALI dengan target harga Rp 14.800 per lembarnya,” katanya.
Dari sektor tambang, emiten yang direkomendasikan adalah saham PT Tambang Batubara Bukit Asam (PTBA). Hal ini terkait rencana akuisisi dua perrusahaan tambang di Kalimatan Timur untuk menggenjot produksinya.
Saat ini, produksi batubara PTBA masih sebanyak 10,5 juta ton per tahun. Sebelumnya, PTBA baru menuntaskan akuisisi 51% saham PT International Prima Coal pada akhir tahun lalu senilai US$ 17,85 juta atau sekitar Rp 164,22 miliar. “Beli PTBA di harga rendah,” katanya.
Sedangkan dari tambang logam, saham yang menarik adalah PT Aneka Tambang (ANTM). Menurutnya, akuisisi ANTM terhadap proyek Smelter Grade Alumina (SGA) membuat kinerjanya dalam jangka panjang membaik.
Gencarnya ANTM di bisnis Alumina, membuat pendapatan perseroan semakin terdiferensiasi sehingga resiko usaha semakin kecil. Hal ini mengingat kinerja ANTM pada 2008 memburuk akibat anjloknya harga nikel yang selama ini memberikan kontribusi besar bagi pendapatan perseroan.
Saham-saham sektor consumer goods seperti PT Indofood Sukses Makmur (INDF). Saham INDF dinilainya menarik terkait akuisisi yang dilakukan anak usahanya, Indofood Agri Resources, terhadap lima perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit dan sarana pendukungnya senilai Rp 237 miliar.
Sementara anjloknya bursa AS dipimpin saham-saham keuangan dapat menekan pergerakan saham perbankan hari ini. Selain adanya aksi profit taking mengingat sejumlah saham telah mengalami penguatan pada perdagangan sebelumnya.
Namun, sentimen pemangkasan suku bunga BI rate membawa sentimen positif bagi saham perbankan, terkait peluang meningkatnya kucuran kredit. “Saham BBRI (PT Bank Rakyat Indonesia), BMRI (PT Bank Mandiri), dan BBNI (PT Bank Negara Indonesia) masih akan terkoreksi hari ini. Namun untuk jangka menengah panjang masih mendapat rekomendasi positif,” tandasnya.