Dana yang dibelanjakan perusahaan asuransi untuk membeli obligasi PLN mencapai Rp 961,5 miliar atau 43,7% dari total obligasi, sementara jumlah dana pensiun yang memborong surat utang tersebut senilai total Rp 625,5 miliar atau 28,4%.
Salah satu dari institusi itu adalah Jamsostek. Seperti yang diungkapkan Direktur Investasi Jamsostek Elvyn G Masasya pekan lalu, lembaga itu mengalokasikan dana antara Rp 300-400 miliar untuk membeli obligasi PLN.
“Tahun ini kami akan memperbesar porsi investasi untuk obligasi hingga mencapai 50% dari total dana investasi. Untuk saham kami akan mengalokasikan 15% dari dana investasi kami,” tuturnya..
Sementara Direktur Utama PLN Fahmi Mochtar mengungkapkan, pembelian dari investor institusi itu memperlihatkan bahwa minat investor terhadap obligasi BUMN listrik itu tetap tinggi kendati pasar finansial masih dalam keadaan labil.
Sejumlah institusi pembeli obligasi PLN yang besar di antaranya adalah yaitu bank sebesar Rp 320 miliar, manajer investasi Rp 20 miliar, korporasi Rp 135 miliar, perusahaan sekuritas Rp 39,5 miliar, dan investor ritel Rp 4,5 miliar.
Selain itu, sejumlah yayasan atau organisasi yang bergerak di bidang sosial juga menjadi salah satu investor yang membeli obligasi PLN senilai Rp 94 miliar. Obligasi PLN itu terdiri dari dua jenis, yaitu konvensional dan syariah.
Surat utang konvensional seri A bertenor lima tahun ditetapkan dengan suku bunga 14,75% dan seri B bertenor tujuh tahun bunga sebesar 15%. Besaran kupon itu juga mencerminkan imbal hasil untuk obligasi syariah seri A dan B.
PLN dibantu penjamin pelaksana emisi PT Trimegah Securities, PT Danareksa Sekuritas, dan PT Indopremier Securities. Nilai obligasi konvensional seri A sebesar Rp 1,015 triliun, dan seri B sebesar Rp 425 miliar. Untuk obligasi syariah seri A sebesar Rp 293 miliar, dan seri B Rp 467 miliar.
Permintaan akan obligasi PLN cukup tinggi seiring tingkat kupon yang ditawarkan. Nilai tambah lain dari PLN adalah sebagai BUMN yang memonopoli pengadaan listrik nasional tentu memiliki tingkat probabilitas default yang kecil sehingga risiko investasi pun menjadi kecil.
PLN lebih mengoptimalkan emisi obligasi ini untuk mendapatkan pendanaan setelah sebagian besar perbankan mulai mengerem laju kreditnya karena likuiditas yang sedang ketat dan menjaga CAR (rasio kecukupan modal) mereka.
Dana dari obligasi tersebut akan digunakan perseroan untuk membiayai pembangunan pembangkit dan transmisi listrik ditanah air. Hal ini sejalan dengan program pembangunan infrastruktur listrik sebesar 10.000 MW oleh pemerintah.