Pada perdagangan saham Rabu (14/1) saham BUMI terpantau meluncur drastis Rp 50 (9,62%) ke level Rp 470 per saham. Alhasil, pada pukul 09.30 WIB, BUMI sudah terkena auto rejection. Sedangkan bila dibandingkan dengan harga tertingginya pada Juni 2008, yakni di level Rp 8.550 per saham, harga saham BUMI kini sudah terpuruk 94,5%.
Analis Optima Securities Ikhsan Binarto mengatakan BUMI hari ini masih akan dilanda tekanan jual. Pemilik saham BUMI diperkirakan akan menjual murah setiap ada penurunan.
Hal ini dilakukan karena investor melihat saham BUMI tidak punya peluang untuk menguat dalam waktu dekat. “Dibuktikan dengan pergerakan emiten yang terus menyentuh auto rejection batas bawah pada setiap perdagangan,” katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Rabu (14/1).
Ikhsan pun memperkirakan saham BUMI bisa mencapai level Rp 400 per lembarnya. Merujuk pada penawaran yang banyak pada perdagangan kemarin, dimana antrean jual mencapai 1,5 miliar lembar saham. “Pergerakan BUMI masih diwarnai oleh antre jual saham,” ujarnya.
Bahkan pengamat pasar modal Edwin Sinaga menilai jatuhnya saham BUMI merupakan langkah yang disengaja, yaitu agar perseroan bisa membeli kembali di harga yang murah. ”Kalau harga sahamnya anjlok, mereka bisa mengambil di harga murah dan jika itu berhasil, maka akan ada aksi-aksi lain dari manajemen BUMI,” timpalnya.
Sementara analis Indo Surya Securities Akbar Kuncoro mengatakan, saham BUMI mengalami tekanan jual karena investor mempertanyakan beberapa akuisisi yang dilakukan perseroan dengan nilai yang tinggi dalam waktu yang berdekatan. “Pelaku pasar menilai langkah akuisisi terlalu mahal di tengah harga komoditas yang masih terpuruk,” katanya.
Seperti diketahui, PT Bumi Resources Investment yang sahamnya 99% dikuasai BUMI mengakuisisi 44% saham PT Darma Henwa senilai Rp 2,41 triliun. Kemudian 75,74% saham PT Fajar Bumi Sakti secara tidak langsung senilai Rp 2,48 triliun melalui Leaf Forward Finance Limited (LFFT), dan 84,46% saham PT Pendopo Energi Batubara senilai Rp 1,30 triliun.
Atas akuisisi ini, Badan Pengawas Pasar dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) menilai aksi korporasi yang dilakukan emiten batubara tersebut termasuk dalam transaksi material dan mengandung benturan kepentingan. Manajemen BUMI pun bersikeras bahwa aksi korporasinya tidak material sehingga tidak diperlukan persetujuan pemegang saham.
Lalu, siapa yang benar? Sesuai peraturan Bapepam-LK, transaksi dikategorikan material jika nilainya melebihi 10% pendapatan dan 20% dari ekuitas. Berdasarkan laporan keuangan per September 2008, BUMI membukukan pendapatan US$ 2,43 miliar (Rp 26 triliun) dengan posisi ekuitas US$ 1,45 miliar (Rp 15,9 triliun).
Ini berarti, 10% dari pendapatan adalah Rp 2,6 triliun, sedangkan 20% dari ekuitas adalah Rp 3,18 triliun. “Perhitungan ini membuktikan bahwa total akuisisi BUMI sebesar Rp 6,18 triliun, jauh di atas ketentuan,” imbuhnya.
Tak heran Bapepam-LK mempertanyakan transparansi dalam transaksi tersebut, terutama terkait ketidakjelasan pemilik perusahaan yang diakuisisi. Ketua Bapepam-LK Fuad Rahmany menilai aksi manajemen BUMI telah melangkahi wewenang otoritas pasar modal yang menurutnya tidak pernah memberikan persetujuan atas akuisisi tersebut.
Sementara Masyarakat Investor Sekuritas Indonesia (Missi) meminta otoritas bursa menghentikan rencana BUMI mengakuisisi tiga emiten karena merugikan publik.
Sejumlah pemegang saham minoritas tengah menggalang suara yang saat ini mencapai 14.400 lot saham BUMI agar memiliki wewenang mengusulkan perombakan direksi perseroan yang akan disampaikan pada RUPSLB 26 Feb09.
Dirut Bursa Efek Indonesia Erry Firmansyah mengatakan pihaknya sedang mengkaji kemungkinan pembatalan akuisisi tiga perusahaan senilai Rp 6,18 triliun oleh BUMI. Bursa bahkan belum menerima laporan mengenai akusisi itu secara detail hingga batas waktu kemarin.
Direktur Pencatatan BEI Eddy Sugito pun menyatakan otoritas bursa dan otoritas pasar modal akhirnya memperpanjang batas waktu penyerahan laporan mengenai akuisisi itu hingga hari ini.
"Kami berharap segera menerima laporan itu. Mengenai pembatalan, kami melihat kemungkinan itu ada. Kami mengkaji itu. Yang jelas, apabila mereka melakukan fair transaction dan memenuhi semua aturan, ya aman-aman saja," kata Eddy.
BEI bisa membatalkan akuisisi tersebut jika terbukti tergolong material dan berbenturan kepentingan. Saat ini BEI meminta perseroan untuk membuktikan secara hukum materialitas transaksi tersebut.