Kreasi dari limbah plastik ini, selain mengurangi tumpukan sampah juga bisa menambah penghasilan. Anda bisa menyulap sampah plastik ini menjadi tas, dompet, sandal, bahkan celemek. Menurut buku ‘Inspirasi dari Limbah Plastik’ oleh Julianti Hermono, jika ingin memanfaatkan limbah plastik di sekitar rumah, ikuti tips di bawah ini:
Jika ingin membuka kemasan plastik (kemasan produk pelembut pakaian, sabun cuci piring, cairan pewangi ruangan, dll), usahakan untuk mengguntingnya dengan rata. Bila produk sudah habis, bersihkan plastik di bawah air mengalir. Jika kemasan plastik yang berasal dari produk minyak goreng, sebelumnya isi plastik dengan air yang dicampur dengan irisan jeruk nipis. Jika sudah dibersihkan, jemur kemasan plastik dan keringkan. Setelah itu lap kemasan hingga benar-benar kering dan bersih. Kemudian jahit kemasan-kemasan hingga membentuk kain besar. Lalu, Anda bisa membentuk pola sesuka hati. Untuk menjahit sebaiknya gunakan jarum yang bernomor 14, 16, dan 18. Jenis benang yang bisa digunakan adalah nilon atau katun. Setelah itu, bentuk sesuai keinginan.
Pola dan desain dapat dicontoh dari buku ‘Inspirasi dari Limbah Plastik’. Dalam bisnis limbah biasanya terkandung tiga dimensi sekaligus yakni dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan.
Seorang pemilik rumah di sebuah perumahan kebingungan untuk membuang puing-puing bangunan rumahnya yang sedang direnovasi. Solusi instannya, ia menumpuk semua puing itu di taman depan rumahnya. Tak lama kemudian ia mendapat komplain dari para tetangganya, karena tumpukan puing tersebut “merusak mata.”
Seorang pria, sebut saja namanya Mancung, berinisiatif untuk membuang puing tersebut dengan imbalan Rp 20 ribu per tiga gerobak. Kemudian kepada warga lain yang membutuhkan tanah urugan ia menawarkan dengan harga Rp 20 per tiga gerobak. Sekali dayung dua tiga pulau terlampaui, demikian akal jeli Mancung.
Aktivitas Mancung di sebuah perumahan tersebut menggambarkan bahwa limbah pada satu sisi membawa suatu masalah tetapi pada sisi lain juga sangat dibutuhkan. Dan fenomena dua sisi mata uang ini hampir mirip untuk semua jenis kategori limbah: limbah dibuang, limbah disayang.
Aktivitas bisnis dengan “komoditi” limbah bukan hal yang baru lagi. Namun seiring waktu, jenis kategori limbah yang bisa dibisniskan juga terus bertambah. Limbah plastik, misalnya, awalnya orang hanya tertarik menekuni bisnis limbah plastik non-film, seperti botol plastik bekas minuman dan bekas ember.
Namun belakangan limbah plastik yang semula masuk kategori sampah (seperti bekas plastik kresek dan plastik tipis lainnya) sudah mulai dimanfaatkan dan diolah untuk menjadi bahan baku pembuatan plastik. Salah satu pengusaha yang menekuni bisnis plastik sampah ini adalah Herman Sutirto.
Seperti pada umumnya bisnis limbah, pengolahan limbah sampah plastik milik Herman ini memiliki dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan. Dari sisi ekonomi bisnis ini jelas memilikiadded value tinggi. Dari sisi soial, bisnis ini bisa membuka lapangan kerja bagi para pemulung, penampung, bandar sampah plastik, maupun para pemasok yang berhubungan langsung dengan perusahaan daur ulang sampah. Dari sisi lingkungan, bisnis ini bisa mengurangi bahkan memecahkan masalah penumpukan sampah plastik. Padahal jenis sampah ini tidak bisa diuraikan sehingga akan menjadi polutan yang berbahaya bagi tanah.
Untuk menimbulkan efek multiplier yang lebih besar Herman bahkan sudah melangkah lebih jauh lagi dengan menggandeng BE BOSS untuk mewaralabakan bisnisnya. Sehingga dengan semakin banyaknya jenis bisnis ini secara otomatis akan menciptakan duplikasi yang lebih cepat dalam dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan seperti yang telah disebutkan di atas.
Pemanfaatan limbah yang relatif baru adalah limbah alumunium foil. Di tangan Slamet Riyadi limbah alumunium foil bisa disulap menjadi barang kerajinan. Sudah pasti setelah melalui olah kreasi limbah alumunium foil yang berasal dari bekas kemasan makanan atau minuman ringan, tube pasta gigi, pestisida dan sejenisnya ini memilikiadded value yang sangat besar. Slamet secara jujur menyebutkan keuntungan menekuni bisnis ini bisa tembus 100%.
Sementara itu jika dilihat dari dimensi sosialnya, usaha yang digeluti Slamet ini bisa membuka lapangan kerja baru bagi para ibu rumah tangga, dan orang-orang lansia di lingkungan sekitar Slamet. Dari sisi lingkungan, dengan adanya bisnis ini kemasan-kemasan makanan dan minuman ringan, kemasan pasta gigi, pestisida, susu dan lain sebagainya tidak akan berserakan lagi. Itu sebabnya, usaha yang didirikan pria kelahiran Cirebon ini juga mendapat dukungan positif dari LSM Lingkungan.
Lain lagi kejelian T. Yustina, pemimpin sekaligus pengajar Lembaga Pendidikan Jaya Beauty School. Ketika ia melihat shuttlecock berserakan di lapangan bulu tangkis timbul idenya untuk mengubahnya menjadi kerajinan ondel-ondel yang eksotik. Sebelum ia mewujudkan idenya ini, hampir-hampirshuttlecock bekas ini tidak memiliki nilai ekonomis.
Karena tertarik dengan ide kreatifnya ini, sejumlah instansi ikut memberikan perhatian dan dukungan terhadap usaha Yustina, di antaranya pemberianstand gratis dari Pemda DKI ketika berlangsung suatu pameran di wilayah ini. Keterampilan mengubah shuttlecock menjadi kerajinan ini juga ia tularkan kepada anak-anak yang tidak mampu secara gratis.
Dalam soal menyulap limbah menjadi karya seni, Erwan dan Nurus tidak mau ketinggalan. Lebih unik lagi, Erwan dan Nurus memanfaatkan daun-daun yang benar-benar tidak memiliki nilai ekonomis. Daun-daun berserakan yang mengotori jalan dan pekarangan ini diubahnya menjadi berbagai kerajinan.
Namun sebagai sebuah karya seni, daun memiliki sifat rapuh sehingga harus dibarengi dengan bahan-bahan tambahan lainnya. Fungsi daun dalam seni yang diciptakan Erwan dan Nurus adalah sebagai hiasan. Kesan antik dan etnik langsung terlihat dalam karya seni Erwan dan Nurus. Lantaran kesan antik dan etnik ini keduanya berencana untuk mengekspor karyanya ke Dubai.
Yang secara ekonomi paling merasa tertolong dalam memanfaatkan barang bekas atau limbah ini adalah Joko Santosa dari Yogyakarta. Sempat bangkrut ketika menggeluti bisnis penggilingan padi, kehidupan Joko sontak berubah setelah mengubah haluan bisnisnya dengan menjadi juragan kertas bekas.
Bukan hanya tungku dapur keluarganya saja yang bisa berdiri tegak dan mengepul tiap hari, 40 tenaga kerjanya pun ikut menikmati manisnya bisnis ini. Tetapi sebelum mengecap manisnya hasil, Joko memulainya dari bawah. Mula-mula ia bergerilya mencari kertas dari pasar ke pasar. Selain masih sulit mengumpulkan kertas dalam jumlah yang besar, penjualannya pun tidak mudah. Maklum, ketika ia merintis usaha itu pada 1993, belum banyak perusahaan yang mendaur ulang kertas.
Alah bisa karena biasa, lancar kaji karena diulang. Itu juga yang dialami Joko dalam menggelindingkan bisnisnya. Dengan semakin bertambahnya waktu, membuat “penciuman” Joko tajam untuk melihat peluang-peluang bisnis kertas bekas. Joko berpikir, bahwa dirinya tidak secara terus menerus bergerilya dari pasar ke pasar jika ingin bisnis maju.
Ia mulai melirik kertas-kertas bekas di kantor-kantor pemerintah maupun swasta. Kantor jelas merupakan tempat berburu kertas bekas yang ideal. Tetapi ternyata tak mudah untuk mendapatkan kertas-kertas bekas dari kantor, lantaran banyak dokumen-dokumen penting yang tidak bisa sembarangan tersebar ke publik. Inilah tantangan Joko. Namun ia tak menyerah. Ia yakin, sekali berhasil pasti keberhasilan lainnya akan segera menyusul.
Benar saja. Ketika ia berhasil membeli kertas bekas dari kantor Bulog, kantor-kantor yang lain pun dengan mudah diyakinkan untuk menjual kertas bekas kepadanya. Sejak itu, bisnis terus berkibar. Bagaimana tidak, ia membeli dengan harga rendah tetapi menjual dengan harga tinggi sehingga keuntungan yang diperoleh bisa di atas 100%.
Ketika muncul pesaing-pesaing baru pun, bisnis Joko tak tergoyahkan. Namu ia akui, dengan semakin banyak pesaing membuat profitnya tergerus. Hukum ekonomilah yang bekerja, ketika banyak pemasok maka perusahaan daur ulang kertas bekas akan memilih pemasok yang memiliki harga terendah. Maka secara otomatis Joko akan mengurangi profitnya agar bisa tetap kompetitif.
Dari gambaran di atas kita bisa melihat bahwa berbisnis limbah dari hari ke hari akan terus berkembang. Saat ini masih banyak sampah yang kelihatannya tak bernilai, bahkan menimbulkan permasalahan. Namun sejatinya, dengan kejelian sampah-sampah tersebut bisa dimanfaatkan baik sebagai bahan baku sebuah industri maupun sebagai bahan baku barang-barang kerajinan.
Cobalah Anda lihat limbah di sekeliling lingkungan Anda. Barangkali salah satu di antaranya akan menjadi jalan untuk menghantarkan Anda menuju ke tangga kesuksesan seperti mereka-mereka yang telah menggeluti sampah sebagai pintu menggapai rejeki yang berlimpah ruah. (*/suaramedia)