Kemampuan berbahasa Inggris menjadi kebutuhan mutlak saat ini. Lihat saja, iklan lowongan pekerjaan umumnya mencantumkan syarat pelamar harus lancar berbahasa Inggris. Kemampuan berbahasa Inggris juga bisa mengantarkan seseorang bekerja di lembaga atau perusahaan kelas dunia dan bonafid.
Tak heran, orang-orang terus memadati tempat kursus bahasa Inggris. Orangtua pun rela keluar duit banyak untuk mengirim balitanya ke sekolah berbahasa Inggris atau tempat les bahas Inggris yang mahal.
Kondisi ini tentu saja membuat bisnis kursus bahasa Inggris menjadi menggiurkan. Walau pemainnya sudah sangat banyak, tapi tetap ada peluang bagi pemain baru untuk sukses. Syaratnya, materi dan metode pengajarannya bagus dan jeli memilih pasar.
Eko P. Wardani adalah salah satu yang meyakini hal itu. Akhir 2004, ia masuk ke bisnis kursus bahasa Inggris lewat bendera Smart English. Metode belajarnya, memadukan belajar sambil bermain. "Bahasa Inggris lebih mengasyikkan dan lebih aktif lewat role play, games, outbond, dan lain-lain," papar Eko seperti dikutip dari Kontan.
Setelah empat tahun, pada Mei 2008 Eko mulai menawarkan waralaba. "Sebab, materi kursus kami yang sudah empat tahun diajarkan terbukti diterima pasar," katanya.
Eko yakin waralabanya menjanjikan karena memiliki kelabihan. Salah satunya, konsep belajar student center, yakni pengajar hanya bertindak sebagai motivator yang mendorong siswa untuk terlibat aktif dalam belajar.
Smart English kini memiliki 21 cabang yang tersebar di Yogyakarta, Bali, Lombok, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, dan Riau. "Selama empat tahun berkembang lewat sistem waralaba, kami sudah melayani kurang lebih 3.500 siswa," ujar Eko.
Balik modal 1,5 tahun
Seperti waralaba umumnya, calon terwaralaba Smart English juga harus menyediakan sejumlah duit. "Besarnya biaya waralaba adalah Rp 90 juta untuk jangka waktu lima tahun," terang Eko.
Dengan dana sebesar itu, mitra mendapat pelatihan karyawan, buku, materi kursus, software, dan alat-alat promosi berupa kaos, spanduk, dan selebaran. Selain itu, calon terwaralaba juga harus menyediakan Rp 50 juta lagi untuk pengadaan tempat kursus dan berbagai peralatan.
Selain duit, calon terwaralaba juga harus menyediakan ruang kursus dengan luas minimal 120 m ² dan enam pegawai. "Tiga di antaranya adalah pengajar," kata Eko.
Setelah usahanya beroperasi terwaralaba juga harus membayar biaya royalti 10% dari pendapatan perbulan.
Smart English menawarkan tiga program: Smart Kids, Smart Teens, dan General English. Target pesertanya adalah anak-anak dari tingkat taman kanak-kanak (TK) hingga mahasiswa. Biaya kursusnya berkisar Rp 300.000 hingga Rp 475.000 per tiga bulan per siswa.
Menurut hitungan Eko, terwaralaba bisa balik modal dalam tempo 1,5 tahun. Syaratnya, terwaralaba bisa menggaet minimal 80 peserta setiap bulan.
Kata Eko, berdasar pengalaman selama ini, target itu tak sulit dicapai. Smart English di Yogyakarta yang telah berdiri dua tahun misalnya, berhasil merangkul 200 siswa dengan omzet Rp 40 juta per bulan. Adapun rata-rata siswa baru nya 75 -100 orang per bulan. Sementara, omzet Smart English di Lombok yang baru buka enam bulan silam kini sudah mencapai Rp 30 juta per bulan dengan rata-rata siswa baru 60 hingga 70 siswa per bulan.
Tak heran, orang-orang terus memadati tempat kursus bahasa Inggris. Orangtua pun rela keluar duit banyak untuk mengirim balitanya ke sekolah berbahasa Inggris atau tempat les bahas Inggris yang mahal.
Kondisi ini tentu saja membuat bisnis kursus bahasa Inggris menjadi menggiurkan. Walau pemainnya sudah sangat banyak, tapi tetap ada peluang bagi pemain baru untuk sukses. Syaratnya, materi dan metode pengajarannya bagus dan jeli memilih pasar.
Eko P. Wardani adalah salah satu yang meyakini hal itu. Akhir 2004, ia masuk ke bisnis kursus bahasa Inggris lewat bendera Smart English. Metode belajarnya, memadukan belajar sambil bermain. "Bahasa Inggris lebih mengasyikkan dan lebih aktif lewat role play, games, outbond, dan lain-lain," papar Eko seperti dikutip dari Kontan.
Setelah empat tahun, pada Mei 2008 Eko mulai menawarkan waralaba. "Sebab, materi kursus kami yang sudah empat tahun diajarkan terbukti diterima pasar," katanya.
Eko yakin waralabanya menjanjikan karena memiliki kelabihan. Salah satunya, konsep belajar student center, yakni pengajar hanya bertindak sebagai motivator yang mendorong siswa untuk terlibat aktif dalam belajar.
Smart English kini memiliki 21 cabang yang tersebar di Yogyakarta, Bali, Lombok, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, dan Riau. "Selama empat tahun berkembang lewat sistem waralaba, kami sudah melayani kurang lebih 3.500 siswa," ujar Eko.
Balik modal 1,5 tahun
Seperti waralaba umumnya, calon terwaralaba Smart English juga harus menyediakan sejumlah duit. "Besarnya biaya waralaba adalah Rp 90 juta untuk jangka waktu lima tahun," terang Eko.
Dengan dana sebesar itu, mitra mendapat pelatihan karyawan, buku, materi kursus, software, dan alat-alat promosi berupa kaos, spanduk, dan selebaran. Selain itu, calon terwaralaba juga harus menyediakan Rp 50 juta lagi untuk pengadaan tempat kursus dan berbagai peralatan.
Selain duit, calon terwaralaba juga harus menyediakan ruang kursus dengan luas minimal 120 m ² dan enam pegawai. "Tiga di antaranya adalah pengajar," kata Eko.
Setelah usahanya beroperasi terwaralaba juga harus membayar biaya royalti 10% dari pendapatan perbulan.
Smart English menawarkan tiga program: Smart Kids, Smart Teens, dan General English. Target pesertanya adalah anak-anak dari tingkat taman kanak-kanak (TK) hingga mahasiswa. Biaya kursusnya berkisar Rp 300.000 hingga Rp 475.000 per tiga bulan per siswa.
Menurut hitungan Eko, terwaralaba bisa balik modal dalam tempo 1,5 tahun. Syaratnya, terwaralaba bisa menggaet minimal 80 peserta setiap bulan.
Kata Eko, berdasar pengalaman selama ini, target itu tak sulit dicapai. Smart English di Yogyakarta yang telah berdiri dua tahun misalnya, berhasil merangkul 200 siswa dengan omzet Rp 40 juta per bulan. Adapun rata-rata siswa baru nya 75 -100 orang per bulan. Sementara, omzet Smart English di Lombok yang baru buka enam bulan silam kini sudah mencapai Rp 30 juta per bulan dengan rata-rata siswa baru 60 hingga 70 siswa per bulan.
Sumber : ciputraentrepreneurship.com