Kain sutra atau sutera merupakan serat protein alami yang dapat ditenun menjadi tekstil. Jenis sutra yang paling umum adalah sutra dari kepompong yang dihasilkan larva ulat sutra murbei yang diternak. Sutra memiliki tekstur mulus, lembut, namun tidak licin. Pelbagai sutra liar dikenali dan digunakan di Cina, Asia Selatan, dan Eropa sejak zaman silam, namun skala sutra liar alam produksinya selalu jauh lebih kecil daripada sutra ternakan.
Solusi dari minimnya pasokan benang sutra liar yaitu dengan budidaya ulat sutra ternakan. Di daerah-daerah beriklim lembab, termasuk Temanggung, Soppeng dan Sulawesi Selatan terkenal sebagai penghasil ulat sutera. Sejarah menunjukkan, sudah lama ulat sutera tidak hanya penting bagi perekonomian negara besar tapi juga petani kecil di pedesaan.
Harga benang sutera olahan impor bisa mencapai Rp. 310.000,- per kg, sedangkan benang sutera olahan kepompong lokal hanya Rp. 240.000,-. Meskipun begitu, cukup menggiurkan petani. Hitung saja, dengan modal 1 box berisi 25.000 telor benih berharga Rp. 60.000,- dalam waktu 25-32 hari petani dapat memanen hingga 20 kg kopompong sutera mentah. Tidak perlu lahan luas, cukup 20-50 meter persegi. Pakan yang diperlukan sekitar 700 kg daun murbei segar.
Bila pemeliharaannya baik panen bisa di tingkatkan hingga 40 kg. Tergantung pada bibit, pakan, cuaca, dan konstruksi rumahnya. Rumah untuk ternak ulat sutra perlu biaya sekitar Rp. 20 juta.