Sabtu, 01 November 2008

Keluarga Amrozi: Eksekusi Cacat Hukum

Lamongan - Keluarga terpidana mati kasus Bom Bali I di Desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Lamongan menilai, rencana ekskusi terhadap Amrozi Cs cacat hukum. Alasannya, ada satu tahapan upaya hukum yang dilakukan keluarga tidak ditanggapi Mahkamah Agung (MA).

Upaya hukum yang dimaksud adalah Peninjauan Kembali (PK) atas vonis hukuman mati
dari lembaga peradilan. Padahal berkas PK tersebut menyertakan novum (bukti baru), yang diantaranya, berisi keputusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) atas pengajuan yudisial review dari keputusan vonis mati terhadap terpidana kasus Bom Bali I itu.

Berkas PK yang sudah masuk ke MA tersebut, ternyata tidak disidangkan oleh MA. Nasib PK yang diajukan Tim Pembela Muslim (TPM) tersebut dimentahkan oleh panitera MA. Demikian pula dengan PK yang diajukan Amrozi Cs, juga tidak pernah
disidangkan.

"Kami pihak keluarga tidak mempermasalahkan pelaksanaan ekskusi terhadap Amrozi, Muklas dan Imam Samudra. Yang kami permasalahkan adalah proses hukum yang tidak dilalui secara fair, sehingga bisa kami nilai keputusan melakukan ekskusi itu cacat secara hukum," tegas� Ja'far Shodiq, kakak Amrozi didampingi kerabatnya Wibisono, kepada detiksurabaya.com, di rumahnya Desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Lamongan, Sabtu (1/11/2008) sore.

Menurut mereka, legal standing yang dipakai untuk mengeksekusi tidak sesuai aturan hukum positif yang berlaku di Indonesia. Pihak MK mengabulkan permohonan yudicial review atas penolakan penggunaan UU Antiteroris yang dipakai dasar hukum mendakwa terpidana kasus bom Bali I yang dilayangkan TPM.

"Artinya dalam kasus tersebut, terpidana kasus Bom Bali I tidak bisa dikenakan dakwaan dengan menggunakan UU Antiteroris. Sebab, undang-undang tersebut tidak dapat diberlakukan secara surut karena dalam hukum di Indonesia tidak mengenal azas retroaktif," tegas Wibisono yang mengutip keterangan dari TPM yang menemuinya pekan lalu.

Ja'far menambahkan, pihak keluarga Amrozi secepatnya akan mengajukan PK lagi. PK terbaru tersebut juga menyertakan novum tentang keputusan yudicial review dari MK.

"Kalau proses hukum ini belum selesai ternyata kejaksaan memaksakan diri melakukan ekskusi, sama halnya di Indonesia memberlakukan azas reproaktif dalam penerapan hukum. Jika itu terjadi, berarti ada yurisprudensi baru," tegasnya.

Padahal selama ini hukum di Indonesia tidak mengenal azas reproaktif. Artinya, membolehkan penerapan hukum yang berlaku surut. "Ini jelas penyimpangan aturan hukum," tegasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, keluarga Tenggulun kembali akan mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan hukuman mati terhadap Amrozi Cs. Rencananya PK akan diajukan pada hari Senin mendatang.
◄ Newer Post Older Post ►