KOTA GAZA ↔ Serangan Israel ke Jalur Gaza sejak 27 Desember 2008 telah menyebabkan kerugian material senilai Rp 5,235 triliun. Ini adalah kerugian yang amat besar bagi 1,4 juta penduduk Jalur Gaza. Hal ini baru kerugian dari kehancuran infrastruktur akibat serangan terus-menerus oleh militer Israel.
Jumlah korban tewas hingga hari Sabtu sudah mencapai 1.201 orang, termasuk 410 anak-anak. Jumlah korban cedera sudah mencapai 5.300 orang dan sebanyak 1.630 di antaranya adalah anak-anak, berdasarkan catatan Departemen kesehatan Jalur Gaza. Sebagian besar warga yang selamat telantar karena akses bagi bantuan kemanusiaan dihambat Israel.
Biro Pusat Statistik Palestina, Sabtu di Jalur Gaza, mengumumkan bahwa 4.000 rumah hunian telah rata dengan tanah, demikian pula 48 gedung pemerintahan Hamas, penguasa Jalur Gaza. Kerugian infrastruktur juga melibatkan kehancuran 30 kantor polisi dan 20 masjid.
Kerugian fisik menyangkut jalan-jalan, sekolah-sekolah, jaringan gardu listrik, dan saluran air yang hancur membuat kehidupan di Jalur Gaza seperti di neraka. Sekitar 14 persen dari total bangunan di Jalur Gaza sudah tak bisa lagi digunakan.
Warga lelah
Untuk itu, para pemimpin Arab akan mengadakan pertemuan puncak di Kuwait pada 19-20 Januari. Pihak Uni Eropa turut menjanjikan bantuan rekonstruksi untuk Jalur Gaza.
Warga di Jalur Gaza telah merasa lelah secara fisik dan psikis. Dentuman ledakan bom bertubi-tubi menyebabkan warga sulit tidur. Warga juga lelah karena harus berpindah-pindah mencari tempat yang aman dari serangan, yang nyatanya diserang juga, seperti sekolah-sekolah Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Muncul keinginan kuat agar agresi Israel diakhiri segera, entah bagaimana caranya agar warga bisa nyaman barang sejenak. ”Kami tidak hirau bagaimana caranya, kami mendambakan gencatan senjata. Kami ingin anak-anak kembali bersekolah dan bisa tidur nyaman,” kata Ali Hassan (34), ayah dari lima anak, yang kini tinggal di rumah saudaranya di Jalur Gaza tengah.
”Cukup, akhirilah,” kata Ali, yang bertutur betapa dia harus berpindah-pindah tempat tinggal dari rumah keluarga di Jalur Gaza utara ke bagian tengah untuk menghindari pengeboman brutal. ”Telinga kami sudah seperti meledak karena terus-menerus mendengar dentuman. Kami beruntung masih hidup,” katanya.
Namun, hingga hari Sabtu, Israel masih terus menggasak Jalur Gaza, termasuk kota Rafah, kota di perbatasan Jalur Gaza-Mesir.
Aziz, sopir taksi, mengatakan tidak yakin gencatan senjata akan abadi. ”Namun, gencatan senjata sejenak sudah cukup menolong kami untuk menarik napas sejenak,” katanya.
Lama, pekerja di perusahaan di Jalur Gaza, juga menginginkan dihentikannya serangan Israel. Lama juga meminta Hamas berhenti menembakkan roket, yang sejak tahun 2001 sudah sebanyak 8.000 buah meluncur ke wilayah Israel. Serangan roket ini menjadi salah satu pemicu agresi militer Israel.
Pada hari Sabtu muncul berita mengenai niat Israel menghentikan serangan secara sepihak. Menurut seorang pejabat Israel, yang tidak mau disebutkan namanya, ada niat soal penghentian serangan walau tanpa kesepakatan dengan pihak Hamas.
”Penghentian serangan masih menunggu persetujuan kabinet,” kata pejabat Israel itu.
”Tidak ada kesepakatan dengan Hamas, tetapi serangan direncanakan untuk dihentikan. Namun, jika Hamas terus meluncurkan roket, Israel punya hak untuk menyerang,” kata pejabat tersebut.
Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak mengindikasikan Israel sudah mencapai misinya di Jalur Gaza.
Kepala Perwakilan Hamas di Lebanon Osama Hamdan mengatakan, kelompoknya akan terus melakukan perlawanan jika Israel tidak segera keluar dari Jalur Gaza. Hamas menuntut Israel tidak saja menghentikan serangan, tetapi juga harus mundur dari Jalur Gaza. Hamas juga menuntut semua pintu perbatasan Jalur Gaza dibuka.
Tidak jelas mengapa Israel seperti mendadak ingin menghentikan serangan. Berbagai kantor berita menyebutkan, penghentian itu bertujuan memberikan ketenangan geopolitik pada pelantikan Barack Obama sebagai Presiden AS pada 20 Januari.
Menteri Luar Negeri Israel Tzipi Livni menyatakan, ada keinginan penghentian serangan walau tanpa harus dengan persetujuan bersama Hamas.
Mendesak Mesir
Secara diam-diam, AS dan Israel telah melahirkan sebuah memo yang meminta Mesir menghentikan penyelundupan senjata ke Jalur Gaza lewat Mesir. Memo tersebut disusun pada hari Jumat di Washington.
Menlu Mesir Ahmed Aboul Gheit di Kairo, Sabtu, mengatakan, Mesir tidak terikat pada Pakta AS-Israel itu. ”Kami tidak punya komitmen soal itu,” kata Aboul Gheit.
Israel mengatakan, Hamas menggunakan terowongan di perbatasan Jalur Gaza-Mesir untuk menyelundupkan senjata. Menlu Israel mengatakan, memo itu merupakan bagian dari serangkaian upaya untuk membuat Mesir menghentikan penyelundupan senjata.
Aboul Gheit mengatakan, bukan Hamas, tetapi Israel yang menjadi masalah. ”Israel mabuk kekuasaan dan kekerasan,” katanya.
Pernyataan itu muncul setelah Aboul Gheit bertemu Menlu Ceska Karel Schwarzenberg mewakili Uni Eropa. Ceska kini mendapat giliran menjadi Presiden Uni Eropa.
Trio Eropa—Inggris, Perancis, dan Jerman—telah menawarkan pengiriman kapal perang ke Timur Tengah. Tujuannya, memantau penyelundupan senjata ke Jalur Gaza melalui Mesir.
”Kami telah memberi penawaran,” demikian pernyataan dari kantor Perdana Menteri Inggris Gordon Brown.
Presiden Mesir Hosni Mubarak juga sudah mengundang Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan Presiden Perancis Nicholas Sarkozy untuk menghadiri pertemuan puncak di Sharm el-Sheikh, Semenanjung Sinai, Mesir, Minggu (18/1). Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon dan PM Spanyol Jose Luis Rodriguez Zapatero turut hadir untuk membahas gencatan senjata.