Rabu, 16 Februari 2011

Analisis Pengaruh Return On Equity, Insider Ownership, Investment Opportunity Set, Firm Size, Cash Flow, & Debt Ratio Thdp Dividend Payout (EKN-125)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pemodal di dalam menginvestasikan dana bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran. Tujuan ini telah menjadi tujuan normatif atau tujuan yang seyogyanya dicapai oleh manajer keuangan. Dari sudut pandang manajemen keuangan, salah satu tujuan perusahaan adalah untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham atau stockholder (Brigham, 2001). Nilai perusahaan go public dicerminkan oleh harga pasar saham perusahaan tersebut (Husnan, 1997).


Investor mempunyai tujuan utama dalam menanamkan dananya ke dalam perusahaan yaitu untuk mencari pendapatan atau tingkat pengembalian investasi baik berupa pendapatan dividen (dividend yield) maupun pendapatan dari selisih harga jual saham terhadap harga belinya (capital gain). Dengan adanya stabilitas dividen dapat meningkatkan kepercayaan investor terhadap perusahaan. Di sisi lain, perusahaan yang akan membagikan dividen dihadapkan pada berbagai macam pertimbangan, antara lain: perlunya menahan sebagian laba untuk diinvestasikan kembali yang mungkin lebih menguntungkan, kebutuhan dana perusahaan, likuiditas perusahaan, dan faktor lain yang berhubungan dengan kebijakan dividen.

Terdapat perbedaan kepentingan terhadap penggunaan laba yang dihasilkan oleh perusahaan. Di satu sisi manajer sebagai pemegang kendali perusahaan lebih menyukai untuk menahan laba perusahaan sebagai laba ditahan (retained earnings), yang nantinya akan digunakan sebagai sumber dana dalam membiayai kegiatan perusahaan dan kepentingan ekspansi perusahaan. Namun di sisi lain, pihak investor lebih menyukai bila laba dibagikan dalam bentuk dividen yang merupakan pendapatan bagi pemegang saham selain capital gain. Menurut Husnan (1997), pada dasarnya perusahaan lebih menyukai menahan keuntungan daripada membagikan dalam bentuk deviden, sedangkan investor lebih menyukai pembayaran dividen saat ini daripada menundanya untuk direalisasikan dalam bentuk capital gain. Oleh karena adanya kepentingan yang kontradiktif antara pihak perusahaan dan investor, maka perusahaan harus dapat mengambil suatu kebijakan dividen yang membawa manfaat khususnya bagi peningkatan kemakmuran para pemegang saham.

Manajer sebagai agent pengelola perusahaan diharapkan mampu menghasilkan keuntungan yang akhirnya dapat dibagikan kepada para pemegang saham dalam bentuk dividen. Di sisi lain, manajer cenderung untuk menginvestasikan kembali keuntungan yang diperoleh agar perusahaan mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi. Kepentingan ini seringkali tidak sejalan dengan apa yang merupakan keinginan pemegang saham. Makin tinggi dividen yang dibagikan berarti makin sedikit laba yang ditahan sehingga akan menghambat tingkat pertumbuhan (rate of growth) dalam pendapatan dan harga saham, demikian pula sebaliknya (Riyanto, 1995). Kebijakan deviden yang optimal adalah kebijakan dividen yang menciptakan keseimbangan antara deviden saat ini dan pertumbuhan dimasa mendatang yang akan memaksimumkan harga saham perusahaan (Brigham, 1999).

Penelitian ini dipilih karena dalam kebijakan dividen terlihat bahwa kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba merupakan indikator utama dari kemampuan perusahaan untuk membayar dividen, sehingga profitabilitas (return on equity) sebagai faktor penentu terpenting terhadap dividen (lintner, 1956). Selain itu manajemen dalam menentukan besarnya dividen yang dibagikan juga dihadapkan oleh peluang untuk berinvestasi (investment opportunity set).

Sementara itu adanya beberapa pihak yang saling berbeda kepentingan, yaitu kepentingan pihak perusahaan, kepentingan pihak pemegang saham diluar manajemen perusahaan, dan kepentingan pihak manajemen perusahaan yang juga sekaligus sebagai pemegang saham (insider ownership / managerial ownership). Kebijakan dividen dalam teori keagenan digunakan sebagai bonding mechanism untuk mengendalikan agency cost. Perusahaan yang mempunyai mekanisme pengendalian dan kepemilikan yang tersebar luas, biasanya merupakan perusahaan besar dan cenderung membagikan dividen untuk mengurangi konflik keagenan antara manajemen dan pemegang saham. Sebaliknya perusahaan kecil dengan strktur kepemilikan terpusat pada beberapa individu akan cenderung membagikan dividen rendah karena kemungkinan terjadi konflik keagenan relatif kecil (Megginson dalam Reni dan Achmad, 2006). Jadi variabel ukuran perusahaan (firm size) perusahaan penting dalam mengendalikan kebijakan dividen.

Ada beberapa alternatif untuk mengurangi konflik kepentingan dan biaya keagenan, pertama dengan meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen. Kepemilikan ini akan menyejajarkan kepentingan manajemen dengan kepentingan pemegang saham (Jensen dan Meckling dalam Sartono, 2001). Kedua, dengan meningkatkan cash flow karena cash flow akan diserap untuk membayar dividen bagi pemegang saham. Dan pada akhirnya pembayaran dividen akan mencegah manajemen untuk melakukan perquisites. Alternatif terakhir adalah dengan meningkatkan pendanaan dengan utang. Peningkatan utang akan menurunkan skala konflik antara pemegang saham dan manajemen ( Sartono,2001). Hal itu dapat dipahami karena apabila perusahaan memerlukan kredit, maka harus siap untuk dievaluasi dan dimonitor oleh pihak eksternal dan berarti akan mengurangi konflik antara manajemen dengan pemegang saham.

Rasio pembayaran dividen atau Dividend Payout Ratio (DPR) pada intinya merupakan persentase dari laba setelah pajak yang dibagikan kepada pemegang saham yang merupakan perbandingan antara Dividend per share (DPS) dengan Earning per share (EPS). Laba setelah pajak yang diperoleh perusahaan dapat diperlakukan dengan dua alternatif. Alternatif pertama, seluruh laba setelah pajak dibagikan kepada pemilik modal pemegang saham sebagai dividen. Alternatif kedua, sebagian laba setelah pajak dibagikan kepada pemilik modal sebagai dividen dan sebagian lagi tidak dibagikan melainkan sebagai laba ditahan untuk menambah modal perusahaan (Brigham, 2001). Brigham (2001) juga mengatakan bahwa manajer percaya bahwa investor lebih menyukai perusahaan yang mengikuti dividend payout ratio yang stabil.

Dalam pembagian dividen, perusahaan memperhitungkan proporsi pembagian antara pembayaran kepada investor dan reinvestasi dalam perusahaan. Besarnya dividend payout ratio yang dapat ditetapkan perusahaan sangat tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembagian dividen yang diproksikan melalui dividend payout ratio antara lain profitabilitas, insider ownership, investment opportunity set, cash flow, size, dan leverage.

Kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba merupakan indikator utama dari kemampuan perusahaan untuk membayar dividen, sehingga profitabilitas sebagai faktor penentu terpenting terhadap dividen (Lintner, 1956). Alat pengukur profitabilitas dapat melalui ROE (Return on Equity). Menurut Suad Husnan (2004), profitabilitas merupakan faktor pertama yang biasanya menjadi pertimbangan manajemen dalam pembayaran deviden. Meningkatnya profitabilitas dapat tercermin pada meningkatnya return on equity. Partington (1989) secara eksplisit menunjukkan bahwa profitabilitas (earning after tax) merupakan variabel yang penting sebagai dasar pertimbangan para manajer perusahaan di Australia dalam rangka menentukan kebijakan dividen.

Meningkatnya ROE akan meningkatkan kemampuan perusahaan dalam membayar dividen. Penelitian yang tidak konsisten tersebut diantaranya Akhmadi (2006) yang menyatakan bahwa “ ROE tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap DPR “, dan penelitian oleh Kania dan Balkon (2005) menunjukkan bahwa ROE berpengaruh negatif, sedangkan pada penelitian Suharli (2006)menyatakan bahwa “Variabel independen yang digunakan memberikan hasil yang signifikan yaitu ROE” .

Komposisi kepemilikan dari perusahaan–perusahaan yang telah go publik dan tercatat di Bursa Efek Indonesia berbeda dengan komposisi perusahaan yang belum go publik (Mulyono, 2009). Adanya komposisi kepemilikan yang dimiliki oleh publik ini tentu menimbulkan implikasi bagi perusahaan. Pemegang saham dari kalangan publik ini akan meminta imbal hasil dari investasi yang dilakukan pada suatu perusahaan dalam bentuk dividen. Sementara itu pihak manajemen akan merasa keberatan apabila nilai dividen yang diberikan kepada pemegang saham memiliki jumlah yang besar, karena pihak internal dapat memiliki keinginan untuk menggunakan keuntungan yang diperoleh untuk memperluas kegiatan operasinya. Benturan kepentingan ini seringkali dibahas dalam teori keagenan (agency theory).

Teori keagenan memberikan pandangan bahwa perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan akan rentan terhadap konflik keagenan. Pada agency theory yang disebut principal adalah pemegang saham dan yang dimaksud agen adalah manajemen yang mengelola perusahaan (Wahidahwati, 2002). Manajer perusahaan mempunyai kecenderungan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan pihak lain. Perilaku ini biasa disebut sebagai keterbatasan rasional (bounded rationality) dan manajer cenderung tidak menyukai resiko (risk averse). Manajer dapat mengambil tindakan yang diperlukan untuk meningkatkan keuntungan pribadi (gaji), berlawanan dengan upaya untuk memaksimalkan harga saham yang menjadi tujuan dari pemegang saham. Tingkat asimetri informasi akan cenderung relatif tinggi pada perusahan dengan tingkat kesempatan investasi yang baik. Manajer memiliki informasi tentang nilai proyek di masa mendatang dan tindakan mereka tidak dapat diawasi dengan detail oleh penegang saham, sehingga biaya agensi antara manajer dengan pemegang saham akan meningkat. Pemegang saham perusahaan tersebut akan sangat bergantung kepada insentif guna memotivasi manajer untuk melakukan kepentingan pemegang saham, hal ini tentu akan berdampak pada pembagian dividen perusahaan. Sehingga seringkali pembahasan mengenai dividen harus mengacu pada kerangka teori keagenan.

Aplikasi teori keagenan (agency theory) semakin nyata dan jelas dalam kajian tentang perusahaan yang telah memanfaatkan sumber dana dari pasar modal. Teori asimetri informasi yang menyatakan adanya perbedaan kepemilikan informasi antara manajer dengan investor, dimana manajer memiliki informasi yang lebih lengkap dibandingkan investor, memberi pemahaman dan bukti empiris bahwa terdapat biaya dalam hubungan antara manajer dan investor.

Jensen et al. (1992) dalam maria (2008) menghubungkan interaksi antara dividen payout ratio dengan insider ownership. Maka insider ownership merupakan varibel yang diduga berpengaruh pada dividend payout ratio. Untuk menunjukkan ketidak simetrisan antara pemilik (insider) dan investor luar. Jensen menemukan bahwa keputusan financial perusahaan dan insider ownership memiliki ketergantungan satu dengan yang lainnya. Dividend payout ratio perusahaan juga sangat dipengaruhi oleh keputusan dari pemilik (insider) hal itu dikarenakan informasi yang dimiliki oleh insider mengenai rencana-rencana perusahaan yang akan datang sangat lengkap, maka akan membawa pengaruh yang sangat besar terhadap kepentingan dalam menetapkan kebijakan dividen. Untuk itu semakin besar kepemilikan insider berarti semakin kecil biaya agen, dan semakin besar kekuatan dalam menentukan kebijakan dividen. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nugrahaini (2002) dengan hasil: insider ownership berpengaruh positif terhadap DPR. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Hatta (2002) dan didukung oleh penelitian Kania dan Balkon (2005), Wahyudi (2008), Maria (2008) menunjukkan bahwa insider ownership tidak berpengaruh secara signifikan terhadap dividend payout ratio.

Perusahaan yang memiliki Invesment Opportunity Set (IOS) tinggi memiliki peluang pertumbuhan yang tinggi. Tingkat pertumbuhan yang tinggi diasosiasikan dengan penurunan dividen. Perusahaan dengan pertumbuhan penjualan yang tinggi diharapkan memiliki kesempatan investasi yang tinggi. Untuk meningkatkan pertumbuhan penjualan, perusahaan memerlukan dana besar yang dibiayai dari sumber internal yang akan menyebabkan penurunan pembayaran dividen. Hasil penelitian Suharli (2006) menyatakan IOS tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap dividen dan Saxena (1995) menunjukkan bahwa IOS memiliki hubungan yang negatif dengan dividen. Namun penelitian oleh Sunarto (2004) dan Maria (2008), menyatakan bahwa IOS berkoefisien positif signifikan dengan dividend payout ratio.

Suatu perusahaan besar dan mapan akan mudah menuju ke pasar modal. Tolak ukur yang menunjukkan besar kecilnya suatu perusahaan (size), yaitu total aktiva (Frankfurter, 2003). Selain itu perusahaan besar mempunyai kemudahan untuk berhubungan dengan pasar modal, berarti fleksibilitas lebih besar dan mempunyai kemampuan untuk mendapatkan dana dalam jangka pendek, perusahaan besar dapat mengusahakan pembayaran dividen yang lebih besar dibanding dengan perusahaan kecil. Perusahaan besar dengan akses pasar yang lebih baik seharusnya membayar dividen yang tinggi kepada pemegang saham, sehingga antara ukuran perusahaan dan pembayaran dividen memiliki hubungan yang positif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Chang dan Wang (2002) menyebutkan bahwa size dinyatakan berpengaruh positif dan signifikan terhadap DPR. Hal ini kontradiktif dengan penelitian yang dilakukan oleh Hatta (2002), Prihantoro (2003) dengan hasil: size dinyatakan tidak berpengaruh signifikan terhadap DPR, sehingga perlu diadakan penelitian lanjutan.

Cash flow bersumber dari dana internal perusahaan yang penggunaannya tergantung pada kebijakan manajer. Penggunaan disini adalah pembayaran dividen, pembelian kembali saham perusahaan, penginvestasian dalam aktiva tetap atau aktiva lainnya, akuisisi terhadap perusahaan lain. Teori free cash flow hypothesis yang disampaikan oleh Jensen (1986) menyebutkan bahwa perusahaan dengan kesempatan pertumbuhan yang lebih tinggi memiliki free cash flow yang rendah karena sebagian besar dana yang digunakan untuk investasi untuk investasi pada proyek yang memiliki nilai NPV yang positif.

Cash flow suatu perusahaan sangat mempengaruhi kebijakan dividen perusahaan, dimana jika cash flow meningkat, maka hal ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membayar dividen juga semakin meningkat. Dengan demikian meningkatnya cash flow juga akan meningkatkan harapan dividen yang akan diterima oleh investor, sehingga terdapat kemungkinan cash flow berpengaruh positif terhadap pendapatan dividen. Penelitian oleh Hatta (2002) dan Arilaha (2009) menyatakan bahwa cash flow tidak mempengaruhi dividen. Namun Rosdini (2009) menunjukkan bahwa cash flow berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio.

Faktor lain yang mempengaruhi besarnya dividend payout ratio adalah tingkat leverage. Tingkat leverage ini dapat diukur dengan menggunakan debt ratio. Debt Ratio (Rasio Hutang) merupakan rasio total utang terhadap total aktiva atau menghitung persentase total dana yang disediakan oleh para kreditur (Brigham, 1999). Menurut Syamsuddin (2000), digunakan untuk mengetahui jumlah aktiva perusahaan yang dibiayai oleh hutang atau modal yang berasal dari kreditur. Semakin tinggi rasio hutang, semakin besar jumlah modal pinjaman yang digunakan dalam perusahaan, dan semakin tinggi pula resiko yang dimiliki perusahaan.

Rasio hutang yang rendah lebih disukai oleh kreditur karena akan tersedia dana penyangga yang besar bagi kreditur apabila terjadi likuidasi. Selain itu, dengan debt ratio yang rendah dapat meningkatkan keuntungan yang akan dibagikan sebagai dividen, karena alokasi untuk pembayaran kewajiban hutang juga akan rendah. Menurut Pecking Order Theory bahwa rasio hutang berhubungan terbalik dengan profitabilitas. Dengan demikian semakin tinggi rasio hutang maka akan semakin rendah profitabilitas suatu perusahaan. Dengan semakin rendahnya profitabilitas suatu perusahaan maka akan mengurangi kemampuan perusahaan tersebut dalam membayarkan dividen. Sehingga hutang diduga berpengaruh negatif terhadap DPR. Dalam penelitiannya Nugroho (2004) menyatakan bahwa DR berpengaruh signifikan terhadap DPR. Namun penelitian dari Sunarto dan Kartika (2003) menunjukkan bahwa DR tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap dividend payout ratio.

Pertumbuhan ekonomi di Indonesia dipengaruhi kelompok Industri Manufaktur. Industri manufaktur memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB ( pendapatan domestik bruto) (Hadiwidjaja, 2007 dalam Hastuti, 2009). Kelompok industri manufaktur memiliki target dividend payout ratio paling tinggi dibandingkan dengan kelompok industri lainnya (Hastuti, 2009).

Kondisi ekonomi dalam negeri memberikan warna tersendiri bagi perkembangan persepsi investor pada dividen yang dibagikan. Gejolak harga minyak pada tahun 2004 mulai mempengaruhi kondisi perekonomian dalam negeri. Harga minyak dunia meningkat tajam memasuki tahun 2005 mencapai 78 dollar AS. Hal ini disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan. (Kompas Edisi 18/9/2007). Kenaikan harga minyak mentah dunia akan menurunkan pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Penurunan ekonomi tentu akan menurunkan permintaan barang dan jasa. Kegiatan ekspor juga terganggu oleh peningkatan biaya-biaya operasi, seperti biaya angkutan, biaya pergudangan, dan lain-lain. (Bisnis Indonesia Edisi 28/10/2007). Peningkatan biaya-biaya tersebut dapat mengurangi keuntungan (profitabilitas) perusahaan karena biaya operasinya yang semakin besar. Hal tersebut dapat mengurangi minat investor dalam menanamkan dananya di perusahaan. Gambaran pertumbuhan ekonomi yang menurun, diduga akan mempengaruhi pembagian dividen oleh perusahaan.

Pada variabel ROE terjadi fenomena di tahun 2004-2005, ROE meningkat 2,28 % namun DPR menurun sebesar 1.66 %. Pada tahun 2005-2006 DPR meningkat 3.77 % tetapi tidak diikuti dengan peningkatan ROE, Return On Equity tahun 2005-2006 menurun sebesar 1.49 %. Hal ini berbeda dengan yang dinyatakan Lintner (1956) bahwa kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba merupakan indikator utama dari kemampuan perusahaan untuk membayar dividen, sehingga profitabilitas sebagai faktor penentu terpenting terhadap dividen.
Pada variabel kepemilikan manajerial fenomena juga terjadi di tahun 2004-2005, kepemilikan manjerial meningkat sebesar 0.02 % namun DPR menurun sebesar 1.66 %. Tetapi di tahun 2005-2006 peningkatan kepemilikan manajerial diikuti oleh peningkatan DPR, kepemilikan manajerial meningkat sebesar 0.27 % dan DPR meningkat sebesar 3.77 %. Hal ini berbeda bila dikaitkan dengan teori keagenan, dengan semakin meningkatnya kepemilikan dari manajemen, maka biaya agensi akan semakin menurun, sepanjang manajer tersebut mengharapkan efek kesejahteraan yang lebih pada keputusannya. Semakin besar kepemilikan insider maka semakin besar informasi yang dimiliki oleh manajemen sekaligus sebagai pemilik perusahaan, sehingga hal tersebut mengakibatkan biaya agen semakin kecil, karena pemilik sekaligus merangkap sebagai mnajemen sehingga biaya pengawasan berkurang.

Fenomena terjadi pada variabel investment opportunity set di tahun 2005-2006, IOS meningkat sebesar 0.09% dan diikuti kenaikan DPR sebesar 3.77%. Variabel Ukuran perusahaan (size) juga mengalami fenomena pada tahun 2004-
2005, ukuran perusahaan meningkat sebesar 0.14 milyar namun DPR menurun sebesar 1.66 %. Hal ini berbeda dengan teori yang dinyatakan oleh Riyanto (2001) bahwa semakin cepat tingkat pertumbuhan suatu perusahaan, maka semakin besar kebutuhan dana yang diperlukan untuk membiayai perumbuhan perusahaan tersebut. Semakin besar kebutuhan dana untuk investasi di waktu mendatang,perusahaan lebih senang untuk menahan labanya dari pada membayarkannya sebagai dividen.

Pada variabel size terjadi fenomena di tahun 2004-2005. Size meningkat
0,14 % namun DPR menurun sebesar 1.66 %. Pada tahun 2005-2006 DPR
meningkat 3.77 % tetapi tidak diikuti dengan peningkatan size. Size tahun 2005-
2006 menurun sebesar 0.06 %. Hal ini berbeda dengan teori yang disampaikan oleh Smith dan Watts (1992) dalam Agustanto (2004), menunjukkan dasar teori pengaruh ukuran perusahaan dengan terhadap dividend payout ratio sangat kuat. Perusahaan dengan aset yang besar lebih cepat mendiversifikasikan hutang yang lebih besar dan menekan financial distress dibanding dengan perusahaan yang memiliki aset kecil.

Sehingga antara ukuran perusahaan dan pembayaran dividen memiliki pengaruh yang positif Pada variabel cash flow di tahun 2005-2006 terjadi penurunan sebesar 10.83 milyar, namun DPR meningkat sebesar 3.77 %. Pada tahun 2006-2007 peningkatan cash flow diikuti oleh peningkatan DPR. Cash Flow meningkat 69.95 milyar dan DPR meningkat sebesar 2.91 %. Hal ini tidak sesuai dengan teori Jensen dalam Tarjo dan Jogiyanto HM (2003) mengenai cash flow, menyatakan bahwa tekanan pasar akan mendorong manajer untuk mendistribusikan cash flow kepada pemegang saham atau risiko akan kehilangan kendali terhadap perusahaan.

Pada variabel DR fenomena terjadi pada tahun 2005-2006 dimana terjadi kenaikan sebesar 0.01 % dan diikuti kenaikan DPR sebesar 3.77%. Pada tahun
2006-2007 juga terdapat fenomena, dimana DR meningkat sebesar 0.03 % dan diikuti peningkatan DPR sebesar 2.91 %. Hal ini tidak sesuai dengan teori Balancing model of agency cost. Perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi akan berusaha mengurangi agency cost of debt dengan mengurangi hutang sehingga untuk membiayai investasinya menggunakan pendanaan dari aliran kas internal yang secara tidak langsung akan mengurangi dividen.

Penelitian ini mencoba mengembangkan dari penelitian sebelumnya mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan dividend payout ratio pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2004-
2007.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam latar belakang masalah tersebut, maka penelitian ini diberi judul “Analisis Pengaruh ROE, Insider Ownership, Invesment Opportunity Set, Firm Size, Cash Flow, dan Debt Ratio Terhadap Dividend Payout Ratio ( Studi Empiris Perusahaan Manufaktur di BEI Periode 2004 – 2007 )”.
◄ Newer Post Older Post ►