Kamis, 07 April 2011

Makalah Nyamuk Aedes dan Pengendaliannya

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Nyamuk (Diptera: Culicidae) merupakan vektor beberapa penyakit baik pada hewan mau pun manusia. Banyak penyakit pada hewan dan manusia dalam penularannya mutlak memerlukan peran nyamuk sebagai vektor dari agen penyakitnya, seperti filariasis dan malaria. Sebagian pesies nyamuk dari genus Anopheles dan Culex yang bersifat zoofilik berperan dalam penularan penyakit pada binatang dan manusia, tetapi ada juga spesies nyamuk antropofilik yang hanya menularkan penyakit pada manusia. Salah satu penyakit yang mempunyai vektor nyamuk adalah Demam Berdarah Dengue (Sudarmaja,2009).
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan lingkungan yang cenderung meningkat jumlah penderita dan semakin luas daerah penyebarannya, sejalan dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Penyakit demam yang ditularkan oleh nyamuk Ae. aegypti selain demam berdarah dengue (Dengue Hemorrhagic Fever) adalah demam dengue (Dengue Fever) yang dikenal sebagai Cikungunyah (Break Bone Fever) di Indonesia (Supartha,2008). Aedes aegypti lebih berperan dalam penularan penyakit ini, karena hidupnya di dalam dan di sekitar rumah, sedangkan Aedes albopictus di kebun, sehingga lebih jarang kontak dengan manusia (Yudhastuti,2005).
Menurut WHO tahun 2006, Indonesia pernah mengalami kasus terbesar (53%) DBD pada tahun 2005 di Asia Tenggara yaitu 95.270 kasus dan kematian 1.298 orang (CFR = 1,36 %) (Supartha,2008). Penyebaran penyakit DBD di suatu kawasan harus dikontrol sehingga penyakit tersebut mendapat penanganan yang tepat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengontrol penyebaran penyakit yaitu dengan melakukan pemetaan vektor penyakit tersebut. Belum ditemukannya obat dan vaksin untuk mengatasi penyakit DBD mengakibatkan cara pencegahan melalui pemutusan rantai penularan dengan mengendalikan populasi vektor penyakit menjadi penting (Lestari,2010).

2. Tujuan
a. Mengetahui karakteristik nyamuk Aedes
b. Mengetahui pengendalian nyamuk Aedes


BAB II
ISI
1. Taksonomi
Taksonomi Aedes adalah
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Diptera
Family : Culicidae
Genus : Aedes
Aedes mempunyai 1162 spesies dan 100 speseies diantaranya adalah: A. (Aedimorphus), A. (Aedimorphus) vexans, A. (Finlaya), A. (Finlaya) japonicus, A. (Finlaya) niveus, A. (Ochlerotatus), A. (Ochlerotatus) caspius, A. (Ochlerotatus) detritus, A. (Ochlerotatus) punctor , A. (Ochlerotatus) rusticus, A. (Ochlerotatus) scapularis, A. (Stegomyia), A. (Stegomyia) aegypti, A. (Stegomyia) albopictus, A. (Stegomyia) cretinus, A. (Stegomyia) riversi, A. (Stegomyia) simpsoni, A. abditus, A. abnormalis, A. aboriginis (Morthwest Coast Mosquito), A. abserratus, A. acrophilus, A. aculeatus, A. adami, A. adenensis, A. adersi, A. aegypta, A. aegyptii, A. aenigmaticus, A. affirmatus, A. africanus, A. agastyai, A. agrestis, A. agrihanensis, A. aitkeni, A. akkeshiensis, A. albescens, A. albicosta, A. albifasciatus, A. albilabris, A. alboannulatus, A. alboapicus, A. albocephalus, A. albocinctus, A. albodorsalis, A. albolateralis, A. albolineatus, A. albomarginatus, A. alboniveus,A. albonotatus, A. albopictus (Asian Tiger Mosquito), A. alboscutellatus, A. albotaeniatus, A. albothorax, A. alboventralis • A. alcasidi • A. aldrichi •A. alektorovi • A. alius • A. alleni • A. allotecnon • A. alocasicola, A. alongi, A. aloponotum, A. alorensis, A. alternans, A. alticola, A. altiusculus, A. amabilis, A. amaltheus, A. amamiensis, A. ambreensis, A. amesii, A. ananae, A. andamanensis, A. andersoni, A. andrewsi, A. anggiensis, A. angustivittatus, A. angustus, A. annandalei, A. annulipes, A. annulirostris, A. annuliventris, A. antipodeus, A. antuensis, A. aobae, A. apicoannulatus, A. apicoargenteus, A. arabiensis, A. arborealis, A. arboricola, A. argenteitarsis, A. argenteopunctatus, A. argenteoscutellatus, A. argenteoventralis, A. argentescens, A. argenteus (Thomson ,2005).

2. Morfologi
a. Aedes Dewasa
Nyamuk memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil, memiliki kaki panjang dan merupakan serangga yang memiliki sepasang sayap sehingga tergolong pada ordo Diptera dan family Culicidae. Nyamuk jantan berukuran lebih kecil daripada nyamuk betina (Lestari,2010). Tubuh nyamuk terdiri atas tiga bagian yaitu kepala, dada dan perut (Sayono,2008).

Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Ae aegypti

Nyamuk memiliki sepasang antena berbentuk filiform berbentuk panjang dan langsing serta terdiri atas 15 segmen. Antena dapat digunakan sebagai kunci untuk membedakan kelamin pada nyamuk dewasa. Antena nyamuk jantan lebih lebat daripada nyamuk betina. Bulu lebat pada nyamuk jantan disebut plumose sedangkan pada nyamuk betina yang jumlahnya lebih sedikit disebut pilose (Lestari,2010).
Proboscis merupakan bentuk mulut modifikasi untuk menusuk. Nyamuk betina mempunyai proboscis yang lebih panjang dan tajam, tubuh membungkuk serta memiliki bagian tepi sayap yang bersisik. Dada terdiri atas protoraks, mesotoraks dan metatoraks. Mesotoraks merupakan bagian dada yang terbesar dan pada bagian atas disebut scutum yang digunakan untuk menyesuaikan saat terbang. Sepasang sayap terletak pada mesotoraks. Nyamuk memiliki sayap yang panjang, transparan dan terdiri atas percabangan-percabangan (vena) dan dilengkapi dengan sisi. Abdomen nyamuk tediri atas sepuluh segmen, biasanya yang terlihat segmen pertama hingga segmen ke delapan, segmen-segmen terakhir biasanya termodifikasi menjadi alat reproduksi. Nyamuk betina memiliki 8 segmen yang lengkap (Lestari,2010). Seluruh segmen abdomen berwarna belang hitam putih, membentuk pola tertentu dan pada betina ujung abdomen membentuk titik (meruncing) (Sayono,2008).
Secara morfologis Ae.aegypti dan Ae.albopictus sangat mirip, berukuran tubuh kecil (Nurhayati,2005). Panjang 3-4 mm dan bintik hitam dan putih pada badan, kaki dan mempuntai ring putih di kaki (Depkes RI,2004). Namun dapat dibedakan dari strip putih yang terdapat pada bagian skutumnya. Skutum Ae. aegypti berwarna hitam dengan dua strip putih sejajar di bagian dorsal tengah yang diapit oleh dua garis lengkung berwarna putih. Sementara skutum Ae. albopictus yang juga berwarna hitam hanya berisi satu garis putih tebal di bagian dorsalnya (Supartha,2008).


Aedes aegypti Aedes albopictus
Gambar 2.2 Ciri-ciri khusus nyamuk Ae aegypti dan Ae albopictus

b. Telur

Gambar 2.3 Telur Ae.aegypti

Telur yang baru dikeluarkan berwarna putih tetapi sesudah 1 – 2 jam berubah menjadi hitam. Telur Aedes berbentuk bulat panjang (oval) menyerupai torpedo, mempunyai dinding yang bergaris-garis yang menyerupai sarang lebah. Telur tidak berpelampung dan diletakkan satu persatu terpisah di atas permukaan air dalam keadaan menempel pada dinding tempat perindukannya (Depkes RI,2004).
Telur tersebut diletakkan secara terpisah di permukaan air untuk memudahkannya menyebar dan berkembang menjadi larva di dalam media air. Media air yang dipilih untuk tempat peneluran itu adalah air bersih yang stagnan (tidak mengalir) dan tidak berisi spesies lain sebelumnya. Sejauh ini, informasi mengenai pemilihan air bersih stagnant sebagai habitat bertelur Ae. aegypti banyak dilaporkan oleh peneliti serangga vektor tersebut dari berbagai negeri. Laporan terakhir yang disampaikan oleh penelitian IPB Bogor bahwa ada telur Ae. aegypti yang dapat hidup pada media air kotor dan berkembang menjadi larva. Sementara Ae. albopictus meletakkan telurnya dipinggir kontener atau lubang pohon di atas permukaan air (Supartha,2008).
Percobaan yang hati-hati menunjukkan bahwa cangkang telur memiliki pola mosaik tertentu. Telur Aedes dapat bertahan pada kondisi kering pada waktu dan intensitas yang bervariasi hingga beberapa bulan, tetapi tetap hidup. Jika tergenang air, beberapa telur mungkin menetas dalam beberapa menit, sedangkan yang lain mugkin membutuhkan waktu lama terbenam dalam air, kemudian penetasan berlangsung dalam beberapa hari atau minggu (Saryono,2008).
Seekor nyamuk betina meletakkan telurnya rata-rata sebanyak 100 butir setiap kali bertelur. Telur dapat bertahan sampai berbulan-bulan dalam suhu 2-24°C, namun akan menetas dalam waktu 1-2 hari pada kelembaban rendah. Telur diletakkan di air akan menetas dalam waktu 7 hari pada suhu 16°C dan akan membutuhkan yang direndam akan menetas sebanyak 80% pada hari pertama dan. Setelah 2-4 hari telur menetas menjadi larva yang hidup di dalam air (Depkes RI,2004).
c. Larva atau Jentik
Gambar 2.4 Larva Ae. Aegypti
Larva Aedes memiliki sifon yang pendek dan hanya ada sepasang sisir subventral yang jaraknya tidak lebih dari ¼ bagian dari pangkal sifon dengan satu kumpulan rambut. Pada waktu istirahat membentuk sudut dengan permukaan air. Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar. Larva nyamuk semuanya hidup di air yang tahapannya terdiri atas empat instar. Keempat instar itu dapat diselesaikan dalam waktu 4 hari – 2 minggu tergantung keadaan lingkungan seperti suhu air persediaan makanan (Supartha,2008). Larva menjadi pupa membutuhkan waktu 6–8 hari (Depkes RI,2004).
d. Pupa atau Kepompong

Gambar 2.5 Pupa Ae.aegypti

Pupa adalah fase inaktif yang tidak membutuhkan makan, namun tetap membutuhkan oksigen untuk bernafas. Untuk keperluan pernafasannya pupa berada di dekat permukaan air. Lama fase pupa tergantung dengan suhu air dan spesies nyamuk yang lamanya dapat berkisar antara satu hari sampai beberapa minggu. Setelah melelewati waktu itu maka pupa membuka dan melepaskan kulitnya kemudian imago keluar ke permukaan air yang dalam waktu singkat siap terbang. Pupa sangat sensitife terhadap pergerakan air dan belum dapat dibedakan antara jantan dan betina (Supartha,2008). Bentuk pada stadium pupa ini seperti bentuk terompet panjang dan ramping (Depkes RI, 2004).

3. Siklus Hidup
Nyamuk termasuk serangga yang mengalami metamorfosis sempurna (holometabola) karena mengalami empat tahap dalam masa pertumbuhan dan perkembangan. Tahapan yanag dialami oleh nyamuk yaitu telur, larva, pupa dan dewasa. Telur nyamuk akan menetas menjadi larva dalam waktu 1-2 hari pada suhu 20-40°C. Kecepatan pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi oleh suhu, tempat, keadaan air dan kandungan zat makanan yang ada di tempat perindukan. Pada kondisi optimum, larva berkembang menjadi pupa dalam waktu 4-9 hari dan pada kondisi ini nyamuk tidak makan tapi tetap membutuhkan oksigen yang diambilnya melalui tabung pernafasan (breathing trumpet) , kemudian pupa menjadi nyamuk dewasa dalam waktu 2-3 hari sehingga waktu yang dibutuhkan dari telur hingga dewasa yaitu 7-14 hari (Lestari,2010).
Suhu udara merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan jentik nyamuk Aedes aegypti. Pada umumnya nyamuk akan meletakkan telurnya pada temperatur sekitar 20 – 30ºC. Toleransi terhadap suhu tergantung pada spesies nyamuk. telur nyamuk tampak telah mengalami embriosasi lengkap dalam waktu 72 jam dalam temperatur udara 25 - 30ºC. Rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 25 – 27ºC dan pertumbuhan nyamuk akan berhenti sama sekali bila suhu kurang dari 10ºC atau lebih dari 40ºC (Yudhastuti, 2005).
Kelembaban udara juga merupakan salah satu kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi perkembangan jentik nyamuk Aedes aegypti. kelembaban udara yang berkisar 81,5 - 89,5% merupakan kelembaban yang optimal untuk proses embriosasi dan ketahanan hidup embrio nyamuk. Sedangkan tempat perindukan yang paling potensial dalam siklus hidup nyamuk adalah di kontainer atau tempat perindukan yang digunakan untuk keperluan sehari - hari seperti drum, tempayan, bak mandi, bak WC, ember, dan sejenisnya (Yudhastuti, 2005).
Nyamuk lebih menyukai tempat perindukan yang berwarna gelap, terlindung dari sinar matahari, permukaan terbuka lebar, berisi air tawar jernih dan tenang (Soegijanto, 2006). Tempat perindukan nyamuk (tempat nyamuk meletakkan telur) terletak di dalam maupun di luar rumah. Tempat perindukan di dalam rumah yaitu tempat-tempat penampungan air antara lain bak air mandi, bak air WC, tandon air minum, tempayan, gentong air, ember, dan lainlain. Tempat perindukan di luar rumah antara lain dapat ditemukan di drum, kaleng bekas, botol bekas, pot bekas, pot tanaman hias yang terisi air hujan dan lain-lain. Tempat perindukan nyamuk juga dapat ditemukan pada tempat penampungan air alami misalnya pada lubang pohon dan pelepah-pelepah daun (Soegijanto, 2006).
Ae albopictus berkembang biak pada kontainer temporer tetapi lebih suka pada kontainer alamiah di hutan-hutan, seperti lubang pohon, ketiak daun, lubang batu dan batok kelapa, serta berkembang biak lebih sering di luar rumah di kebun dan jarang ditemukan di dalam rumah pada kontainer buatan seperti gentong dan ban mobil. Spesies ini memiliki telur yang dapat bertahan pada kondisi kering tetapi tetap hidup (Sayono, 2008).
Nyamuk Aedes betina menghisap darah untuk mematangkan telurnya. Waktu mencari makan (menghisap darah) adalah pada pagi atau petang hari. Kebanyakan spesies menggigit dan beristirahat di luar rumah tetapi di kota-kota daerah tropis, Ae aegypti berkembang biak, menghisap darah dan beristirahat di dalam dan sekitar rumah. Ada pula yang menemukan Aedes menghisap darah di dalam rumah dan beristirahat sebelum dan sesudah makan di luar rumah (Sayono, 2008).

4. Bionomi
Bionomik vektor meliputi kesenangan tempat perindukan nyamuk, kesenangan nyamuk menggigit, kesenangan nyamuk istirahat, lama hidup dan jarak terbang ( Anonim, 2009) :
1) Kesenangan tempat perindukan nyamuk.
Tempat perindukan nyamuk biasanya berupa genangan air yang tertampung disuatu tempat atau bejana. Nyamuk Aedes tidak dapat berkembangbiak digenangan air yang langsung bersentuhan dengan tanah. Genangannya yang disukai sebagai tempat perindukan nyamuk ini berupa genangan air yang tertampung di suatu wadah yang biasanya disebut kontainer atau tempat penampungan air bukan genangan air di tanah.Survei yang telah dilakukan di beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa tempat perindukan yang paling potensial adalah TPA yang digunakan sehari –hari seperti drum, tempayan, bak mandi, bak WC, ember dan sejenisnya. Tempat perindukan tambahan adalah disebut non-TPA, seperti tempat minuman hewan, vasbunga, perangkap semut dan lain-lainnya, sedangkan TPA alamiah seperti lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon pisang, potongan bambu, dan lain-lainnya.
Nyamuk Aedes aegypti lebih tertarik untuk meletakkan telurnya pada TPA berair yang berwarna gelap, paling menyukai warna hitam, terbuka lebar, dan terutama yang terletak di tempat-tempat terlindungsinar matahari langsung.Tempat perindukan nyamuk Aedes yaitu tempat di mana nyamuk Aedes meletakkan telurnya terdapat di dalam rumah (indoor) maupun di luar rumah(outdoor). Tempat perindukan yang ada di dalam rumah yang paling utama adalah tempat-tempat penampungan air: bak mandi, bak air WC, tandon air minum,tempayan, gentong tanah liat, gentong plastik, ember, drum, vas tanaman hias,perangkap semut, dan lain-lain. Sedangkan tempat perindukan yang ada di luar rumah (halaman): drum, kaleng bekas, botol bekas, ban bekas, pot bekas, pottanaman hias yang terisi oleh air hujan, tandon air minum, dan lain-lain.
2) Kesenangan nyamuk menggigit
Nyamuk Aedes hidup di dalam dan di sekitar rumah sehingga makanan yang diperoleh semuanya tersedia di situ. Boleh dikatakan bahwa nyamuk Aedes aegypti betina sangat menyukai darah manusia (antropofilik). Kebiasaan menghisap darah terutama pada pagi hari jam 08.00-12.00 dan sore hari jam 15.00-17.00. Nyamuk betina mempunyai kebiasaan menghisap darah berpindah-pindah berkali-klali dari satu individu ke individu yang lain. Hal ini disebabkan karena pada siang harimanusia yang menjadi sumber makanan darah utamanya dalam keadaan aktif bekerja/bergerak sehingga nyamuk tidak dapat menghisap darah dengan tenang sampai kenyang pada satu individu. Keadaan inilah yang menyebabkan penularan penyakit DBD menjadi lebih mudah terjadi.Waktu mencari makanan, selain terdorong oleh rasa lapar, nyamuk Aedes juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu bau yang dipancarkan oleh inang,temperatur, kelembaban, kadar karbon dioksida dan warna. Untuk jarak yang lebih jauh, faktor bau memegang peranan penting bila dibandingkan dengan faktor lainnya.
Sedangkan nyamuk Aedes Albopictus betina aktif di luar ruangan yang teduh dan terhindar dari angin. Nyamuk iniaktif menggigit pada siang hari. Puncak aktivitas menggigit ini bervariasi tergantung habitat nyamuk meskipun diketahui pada pagi hari dan petang hari
3) Kesenangan nyamuk istirahat
Kebiasaan istirahat nyamuk Aedes aegypti lebih banyak di dalam rumah pada benda-benda yang bergantung, berwarna gelap, dan di tempat-tempat lain yangterlindung. Di tempat-tempat tersebut nyamuk menunggu proses pematangan telur. Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina akanmeletakan telurnya di dinding tempat perkembangbiakannya, sedikit di ataspermukaan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu ± 2 hari setelah telur terendam air. Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir. Telur tersebut dapat bertahan sampai berbulan-bulan bila berada di tempat kering dengan suhu -2ºC sampai 42ºC, danbila di tempat tersebut tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas lebih cepat ( Anonim, 2009 ).
4) Jarak terbang
Penyebaran nyamuk Aedes Aegypti betina dewasa dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk ketersediaan tempat bertelur dan darah, tetapi tampaknya terbatas sampai jarak 100 meter dari lokasi kemunculan.Akan tetapi penelitian terbaru di Puerto Rico menunjukkan bahwa nyamuk ini dapat menyebar sampai lebih dari 400 meter terutama untuk mencari tempat bertelur.Transportasi pasif dapat berlangsung melalui telur dan larva yang ada di dalam penampung.
5) Lama hidup
Nyamuk Aedes Aegypti dewasa memiliki rata-rata lama hidup 8 hari. Selama musim hujan, saat masa bertahan hidup lebih panjang, risiko penyebaran virus semakin besar.Dengan demikian, diperlukan lebih banyak penelitian untuk mengkaji survival alami Aedes Aegypti dalam berbagai kondisi.( Anonim, 2009 )
Untuk dapat memberantas nyamuk Aedes Aegypti secara efektif diperlukan pengetahuan tentang pola perilaku nyamuk tersebut yaitu perilaku mencari darah, istirahat dan berkembang biak, sehingga diharapkan akan dicapai Pemberantasan Sarang Nyamuk dan jentik Nyamuk Aedes Aegypti yang tepat ( Depkes, 2004 ). Perilaku tersebut meliputi :
a) Perilaku Mencari Darah
1. Setelah kawin, nyamuk betina memerlukan darah untuk bertelur
2. Nyamuk betina menghisap darah manusia setiap 2 – 3 hari sekali
3. Menghisap darah pada pagi hari sampai sore hari, dan lebih suka pada jam 08.00 – 12.00 dan jam 15.00 – 17.00
4. Untuk mendapatkan darah yang cukup, nyamuk betina sering menggigigt lebih dari satu orang
5. Jarak terbang nyamuk sekitar 100 meter
6. Umur nyamuk betina dapat mencapai sekitar 1 bulan.
b) Perilaku Istirahat
Setelah kenyang menghisap darah, nyamuk betina perlu istirahat sekitar 2 – 3 hari untuk mematangkan telur. Tempat istirahat yang disukai :
1. Tempat-tempat yang lembab dan kurang terang, seperti kamar mandi, dapur, WC
2. Di dalam rumah seperti baju yang digantung, kelambu, tirai.
3. Di luar rumah seperti pada tanaman hias di halaman rumah.
c) Perilaku berkembangbiak
Nyamuk aedes aegypti bertelur dan berkembang biak di tempat penampungan air bersih seperti:
1. Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari :bak mandi, WC, tempayan, drum air, bak menara( tower air) yang tidak tertutup, sumur gali.
2. Wadah yang berisi air bersih atau air hujan: tempat minum burung, vas bunga, pot bunga, potongan bambu yang dapat menampung air, kaleng, botol, tempat pembuangan air di kulkas dan barang bekas lainnya yang dapat menampung air meskipun dalam volume kecil.

5. Pengendalian
Pemberantasan nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit demam berdarah dengue hingga ke tingkat yang bukan merupakan masalah kesehatan masyarakat lagi. Kegiatan pemberantasan nyamuk Aedes yang dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu:
1. Pemberantasan Nyamuk Dewasa
Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan cara :
a. Pengasapan (Fogging)
Pengasapan atau fogging dengan menggunakan jenis insektisida misalnya, golongan organophospat atau pyrethroid synthetic (Supartha,2008). Contohnya, malathion dan fenthoin, dosis yang dipakai adalah 1 liter malathion 95% EC + 3 liter solar. Pengasapan dilakukan pada pagi antara jam 07.00-10.00 dan sore antara jam 15.00-17.00 secara serempak (Depkes RI,2004). Penyemprotan dilakukan dua siklus dengan interval 1 minggu. Pada penyemprotan pertama, semua nyamuk yang mengandung virus dengue (nyamuk infentif) dan nyamuk lainnya akan mati. Penyemprotan kedua bertujuan agar nyamuk baru yang infektif akan terbasmi sebelum sempat menularkan kepada orang lain. Dalam waktu singkat, tindakan penyemprotan dapat membatasi penularan, akan tetapi tindakan ini harus diikuti dengan pemberantasan terhadap jentiknya agar populasi nyamuk penular dapat tetap ditekan serendah – rendahnya (Chahaya,2005).
Pemberantasan nyamuk dewasa tidak dengan menggunakan cara penyemprotan pada dinding (residual spraying) karena nyamuk Ae.aegypti tidak suka hinggap pada dinding, melainkan pada benda-benda yang tergantung seperti kelambu dan pakaian yang tergantung (Supartha,2008).
b. Repelen
Repelen, yaitu bahan kimia atau non-kimia yang berkhasiat mengganggu kemampuan insekta untuk mengenal bahan atraktan dari hewan atau manusia. Dengan kata lain, bahan itu berkhasiat mencegah nyamuk hinggap dan menggigit. Bahan tersebut memblokir fungsi sensori pada nyamuk. Jika digunakan dengan benar, repelen nyamuk bermanfaat untuk memberikan perlindungan pada individu pemakainya dari gigitan nyamuk selama jangka waktu tertentu (Kardinan,2007). Nyamuk dalam mengincar mangsanya lebih mengandalkan daya cium dan panas tubuh calon korbannya. Daya penciuman itulah yang menjadi target dalam menghalau nyamuk (Rahayu ,2008).
Salah satu cara yang lebih ramah lingkungan adalah memanfaatkan tanaman antinyamuk (insektisida hidup pengusir nyamuk). Tanaman hidup pengusir nyamuk adalah jenis tanaman yang dalam kondisi hidup mampu menghalau nyamuk.
Cara penempatan tanaman ini bisa diletakkan di sudut-sudut ruangan dalam rumah, sebagai media untuk mengusir nyamuk. Jumlah tanaman dalam ruangan tergantung luas ruangan. Sementara, untuk penempatan diluar rumah/pekarangan sebaiknya diletakkan dekat pintu, jendela atau lubang udara lainnya, sehingga aroma tanaman terbawa angin masuk ke dalam ruangan. Contoh tanaman anti nyamuk yang gampang ditemui antara lain: Tembelekan (Lantana camera L), Bunga Tahi ayam atau Tahi Kotok (Tagetes patula), Karanyam (Geranium spp), Sereh Wangi (Andropogonnardus/ Cymbopogon nardus), Selasih (Ocimum spp), Suren (Toona sureni, Merr), Zodia (Evodia suaveolens, Scheff), Geranium (Geranium homeanum, Turez) dan Lavender (Lavandula latifolia,Chaix) (Rahayu ,2008).
c. Teknik Serangga Mandul (TSM)
Radiasi dapat dimanfaatkan untuk pengendalian vektor yaitu untuk membunuh secara langsung dengan teknik desinfestasi radiasi dan membunuh secara tidak langsung yang lebih dikenal dengan Teknik Serangga Mandul (TSM), yaitu suatu teknik pengendalian vektor yang potensial, ramah lingkungan, efektif, spesies spesifik dan kompatibel dengan teknik lain. Prinsip dasar TSM sangat sederhana, yaitu membunuh serangga dengan serangga itu sendiri (autocidal technique). Teknik Jantan Mandul atau TJM merupakan teknik pemberantasan serangga dengan jalan memandulkan serangga jantan. Radiasi untuk pemandulan ini dapat menggunakan sinar gamma, sinar X atau neutron, namun dari ketiga sinar tersebut yang umum digunakan adalah sinar gamma (Nurhayati,2005).

2. Pemberantasan jentik
Pemberantasan terhadap jentik Aedes aegypti yang dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dilakukan dengan cara :

a. Fisik
Cara ini dilakukan dengan menghilangkan atau mengurangi tempat-tempat perindukkan. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yang pada dasarnya ialah pemberantasan jentik atau mencegah agar nyamuk tidak dapat berkembang biak. PSN ini dapat dilakukan dengan (Chahaya,2011):
1) Menguras bak mandi dan tempat-tempat penampungan air sekurangkurangnya seminggu sekali. Ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa perkembangan telur menjadi nyamuk selama 7-10 hari.
2) Menutup rapat tempat penampungan air seperti tempayan, drum dan tempat air lain
3) Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung sekurangkurangnya seminggu sekali
4) Membersihkan pekarangan dan halaman rumah dari barang-barang bekas seperti kaleng bekas dan botol pecah sehingga tidak menjadi sarang nyamuk.
5) Menutup lubang-lubang pada bambu pagar dan lubang pohon dengan tanah
6) Membersihkan air yang tergenang diatap rumah
7) Memelihara ikan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) pada dasarnya, untuk memberantas jentik atau mencegah agar nyamuk tidak dapat berkembang biak. Mengingat Ae.aegypti tersebar luas, maka pemberantasannya perlu peran aktif masyarakat khususnya memberantas jentik Ae.aegypti di rumah dan lingkungannya masing-masing. Cara ini adalah suatu cara yang paling efektif dilaksanakan karena (Chahaya,2011):
1) tidak memerlukan biaya yang besar
2) bisa dilombakan untuk menjadi daerah yang terbersih
3) menjadikan lingkungan bersih
4) budaya bangsa Indonesia yang senang hidup bergotong royong
5) dengan lingkungan yang baik tidak mustahil, penyakit lain yang diakibatkan oleh lingkungan yang kotor akan berkurang.
b. Kimia
Dikenal sebagai Larvasidasi atau Larvasiding yakni cara memberantas jentik nyamuk Aedes aegypti dengan menggunakan insektisida pembasmi jentik (larvasida). Larvasida yang biasa digunakan antara lain adalah temephos yang berupa butiran – butiran (sand granules). Dosis yang digunakan adalah 1 ppm atau 10 gram (± 1 sendok makan rata) untuk tiap 100 liter air. Larvasida dengan temephos ini mempunyai efek residu selama 3 bulan (Depkes RI,2004). Nama merek dagang temefos adalah abate.
Abate merupakan senyawa fosfat organik yang mengandung gugus phosphorothioate. Bersifat stabil pada pH 8, sehingga tidak mudah larut dalam air dan tidak mudah terhidrolisa. Abate murni berbentuk kristal putih dengan titik lebur 300 – 30,50 C. Mudah terdegradasi bila terkena sinar matahari, sehingga kemampuan membunuh larva nyamuk tergantung dari degradasi tersebut. Gugus phosphorothioate (P=S) dalam tubuh binatang diubah menjadi fosfat (P=O) yang lebih potensial sebagai anticholinesterase. Kerja anticholinesterase adalah menghambat enzim cholinesterase baik pada vertebrata maupun invertebrata sehingga menimbulkan gangguan pada aktivitas syaraf karena tertimbunnya acetylcholin pada ujung syaraf tersebut. Hal inilah yang mengakibatkan kematian (Fahmi,2006).
Larva Aedes aegypti mampu mengubah P=S menjadi P=O ester labih cepat dibandingkan lalat rumah, begitu pula penetrasi abate ke dalam larva berlangsung sangat cepat dimana lebih dari 99% abate dalam medium diabsorpsi dalam waktu satu jam setelah perlakuan. Setelah diabsorpsi, abate diubah menjadi produk-produk metabolisme,sebagian dari produk metabolik tersebut diekskresikan ke dalam air (Fahmi,2006)
Namun cara ini tidak menjamin terbasminya tempat perindukkan nyamuk secara permanen, karena masyarakat pada umumnya tidak begitu senang dengan bau yang ditimbulkan larvasida selain itu pula diperlukan abate secara rutin untuk keperluan pelaksanaannya (Chahaya,2011).
c. Biologi
Pengendalian ini dilakukan dengan menggunakan makhluk hidup, baik dari golongan mikroorganisme, hewan invertebrata atau hewan vertebrata. Organisme tersebut dapat berperan sebagai patogen, parasit atau pemangsa. Beberapa jenis ikan pemangsa yang cocok untuk larva nyamuk seperti ikan kepala timah (Panchax panchax), ikan gabus (Gambusia affinis) dan ikan gupi lokal seperti ikan P.reticulata (Gandahusada,1998). Menurut penelitian Widyastuti (2011) model pengendalian vektor DBD Ae.aegypti dapat menggunakan predator M .aspericornis lebih efisien daripada menggunakan predator Ikan Cupang.
Selain cara diatas, ada pengendalian legislatif untuk mencegah tersebarnya serangga berbahaya dari satu daerah ke daerah lain atau dari luar negeri ke Indonesia, diadakan peraturan dengan sanksi pelanggaran oleh pemerintah. Pengendalian karantina di pelabuhan laut dan pelabuhan udara. Demikian pula penyemprotan insektisida di kapal yang berlabuh atau kapal terbang yang mendarat di pelabuhan udara. Keteledoran oleh karena tidak melaksanakan peraturan-peraturan karantina yang menyebabkan perkembangbiakan vektor nyamuk dan lalat, dapat dihukum menurut undang-undang (Gandahusada,1998).

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
a. Nyamuk Aedes merupakan ordo Diptera mempunyai 1162 spesies. Aedes aegypti dan Ae. Albopictus merupakan vektor Demam Berdarah Dengue. Ae. aegypti selain vektor demam berdarah dengue (Dengue Hemorrhagic Fever) adalah demam dengue (Dengue Fever) yang dikenal sebagai Cikungunyah (Break Bone Fever). Ciri khas yang membedakan Aedes aegypti dan Ae. Albopictus adalah strip putih yang terdapat pada bagian skutumnya. Skutum Ae. aegypti berwarna hitam dengan dua strip putih sejajar di bagian dorsal tengah yang diapit oleh dua garis lengkung berwarna putih. Sementara skutum Ae. albopictus yang juga berwarna hitam hanya berisi satu garis putih tebal di bagian dorsalnya. Nyamuk termasuk serangga yang mengalami metamorfosis sempurna (holometabola). Tahapan yanag dialami oleh nyamuk yaitu telur, larva, pupa dan dewasa. Bionomik vektor meliputi kesenangan tempat perindukan nyamuk, kesenangan nyamuk menggigit, kesenangan nyamuk istirahat, lama hidup dan jarak terbang.
b. Kegiatan pemberantasan nyamuk Aedes yang dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu: pemberantasan nyamuk dewasa dan jentik. Pemberantasan nyamuk dewasa meliputi : fogging, repelen dan teknik serangga mandul. Sedangkan pemberantasan jentik meliputi fisik, kimia dan biologi. Selain itu ada pengendalian legislatif.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Pedoman Pengendalian Nyamuk Aedes Aegypti.2009 ( e book ).
http://books.google.co.id/books?id=vz9APbuyY4QC&pg=PA58&dq=aedes+aegypti&hl=id&ei=YuOKTe3KDcbXrQehujEDg&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=4&ved=0CDkQ6AEwAw#v=onepage&q=aedes%20aegypti&f=false. Diakses pada tanggal 23 Maret 2011.

Chahaya,I. 2011. Pemberantasan Vektor Demam Berdarah Di Indonesia. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3715/1/fkm-indra%20c5.pdf. Diakses tanggal 21 Maret 2011.

Depkes RI. 2004. Perilaku Hidup Nyamuk Aedes aegypti Sangat Penting Diketahui Dalam Melakukan Kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk Termasuk Pemantauan Jentik Berkala. Bulletin Harian. http://www.depkes.go.id/downloads/Bulletin%20Harian%2010032004.pdf. Diakses tanggal 23 Maret 2011.

Fahmi,M. 2006. Perbandingan Efektivitas Abate Dengan Ekstrak Daun Sirih (Piper Betle) Dalam Menghambat Pertumbuhan Larva Aedes Aegypti. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro http://eprints.undip.ac.id/21271/1/Fahmi.pdf. Diakses tanggal 21 Maret 2011.

Gandahusada,S; Ilahude,H dan Pribadi,W. 1998. Parasitologi Kedokteran. Edisi Tiga. Jakarta: FK UI

Kardinan,Agus. 2007. Potensi Selasih sebagai Repellent terhadap Nyamuk Aedes aegypti. Jurnal Littri 13(2), Juni 2007. ISSN 0853-8212.

Lestari,B ; Rahardi; dan Gama,Z. 2010. Identifikasi Nyamuk di Kelurahan Sawojajar Kota Malang. http://biologi.ub.ac.id/files/2010/12/BSS2010ZPGBR.pdf. Diakses tanggal 23 Maret 2011.

Nurhayati,Siti. 2005. Prospek Pemanfaatan Radiasi dalam Pengendalian Vektor Penyakit Demam Berdarah Dengue. Buletin Alara, Volume 7 Nomor 1 & 2, Agustus & Desember 2005, 17 – 23 http://www.batan.go.id/ptkmr/Biomedika/Publikasi%202005/SN_BAlara_Vol_7_1%202_Des05.pdf. Diakses tanggal 21 Maret 2011.

Rahayu,R; Mairawita dan Putra,S. 2008. Sosialisasi dan Aplikasi Penggunaan Tanaman Pengusir Nyamuk kepada Masyarakat Kota Padang di Daerah yang Rentan Terkena Penyakit Demam Berdarah. Warta Pengabdian Andalas Volume XIV, Nomor 20 Juni 2008 http://repository.unand.ac.id/2566/1/Resti_Rahayu.pdf. Diakses tanggal 21 Maret 2011.

Sayono. 2008. Pengaruh Modifikasi Ovitrap terhadap Junlah Nyamuk Aedes yang Tertangkap. Tesis: UNDIP Semarang. http://eprints.undip.ac.id/18741/1/sayono.pdf. Diakses tanggal 23 Maret 2011.

Soegijanto. 2006. Demam Berdarah Dengue edisi kedua. Airlangga University Press. Surabaya.

Sudarmaja,I dan Mardihusodo,S. 2009. Pemilihan Tempat Bertelur Nyamuk Aedes aegypti pada Air Limbah Rumah Tangga di Laboratorium. Jurnal Veteriner Desember 2009 Vol. 10 No. 4 : 205-207 ISSN : 1411 – 8327. http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/6.%20sudarmaja%20&%20mardihusodo.pdf. Diakses tanggal 23 Maret 2011.

Supartha,I. 2008. Pengendalian Terpadu Vektor Virus Demam Berdarah Dengue, Aedes aegypti (Linn.) dan Aedes albopictus (Skuse)(Diptera: Culicidae). http://dies.unud.ac.id/wp-content/uploads/2008/09/makalah-supartha-baru.pdf. Diakses tanggal 21 Maret 2011.

Thomson. 2005. Aedes albopictus (Asian Tiger Mosquito). http://zipcodezoo.com/Animals/A/Aedes_albopictus/. Diakses tanggal 29 Maret 2011.

Widyastuti,Umi. 2011. Pemetaan Program Pengendalian Vektor dan Reservoir Penyakit di Jawa dan Bali. Penelitian Kebijakan. http://www.b2p2vrp.litbang.depkes.go.id/artikel/Penelitian%20Kebijakan.pdf. Diakses tanggal 21 Maret 2011.

Yudhastuti,R dan Vidiyani, A. 2005. Hubungan Kondisi Lingkungan, Kontainer, dan Perilaku Masyarakat dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti Di Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue Surabaya. http://journal.unair.ac.id/filerPDF/KESLING-1-2-08.pdf. diakses tanggal 20 Maret 2011.




◄ Newer Post Older Post ►