Kamis, 07 April 2011

Dari Hobi Menjadi Bisnis

Awalnya, Ester Widyawanti hanya ingin menyalurkan hobi menggambar putrinya, Jeanne Angelina. Dari beragam media yang ada, Ester akhirnya memilih puzzle dengan jenis jigsaw puzzle. 




Ester menilai puzzle sangat membantu putrinya yang terlahir autis dan sangat aktif itu untuk memusatkan konsentrasi. 

Ester pun rajin memperkenalkan aneka puzzle kepada Jeanne sejak putrinya itu masih kecil. Alhasil, sejak Jeanne berusia sekitar tiga tahun, gambar dan aneka puzzle sudah menjadi makanan sehari-harinya. 

Lama-kelamaan, menyusun dan merangkai puzzle, terutama jenis jigsaw, akhirnya menjadi salah satu hobi Jeanne selain hobi lainnya, seperti menggambar, bermain musik, dan menyulam. 

“Karena hobi awalnya memang menggambar, ya otomatis jigsaw puzzle yang lebih terekam dalam kehidupan Jeanne sehari-hari. 

Sampai-sampai ketika menyusun kepingan-kepingan puzzle dia tidak melihat gambar aslinya, tetapi langsung disusun. Terkadang menyusunnya malah dari belakang yang tidak bergambar,” kata Ester. 

Belakangan, Jeanne yang kini berusia 22 tahun itu tidak hanya gemar menyusun puzzle. Dengan kombinasi kemampuan menggambar dan hobi puzzle-nya itu, Jeanne malah bisa membuat gambarnya menjadi sebuah puzzle. 

Karena bentuknya kotak-kotak, puzzle yang dibuatnya disebut mozaic puzzle. Dalam satu gambar bisa terdapat 40 sampai 50 objek atau tema gambar, antara lain objek alam, binatang, dan bunga. 

Hal itu tentu saja menambah tingkat kerumitan dalam menyusun puzzle. Pasalnya, jika dibandingkan dengan jigsaw puzzle umumnya gambar hanya terdiri dari satu tema. Misalnya gambar pemandangan atau foto seorang tokoh.

Mereka yang memainkan mozaic puzzle buatan Jeanne akan sulit menebak kelanjutan gambar-gambar yang ada kendati ada gambar penuntun dan jumlah kepingan puzzle-nya pun tidak terlalu banyak. 

Ester mengatakan kepingan mozaic puzzle kreasi Jeane berjumlah 320, 480, dan 560 keping saja. Jumlahnya memang sedikit. 

Karena itu, tidak sedikit penggemar puzzle yang terbiasa dengan puzzle berjumlah ribuan keping menganggap enteng ketika memainkan mozaic puzzle. 

“Tetapi kenyataannya banyak yang baru bisa menyelesaikan satu puzzle setelah dua sampai tiga hari,” ujarnya.

Lebih lanjut, Ester mengisahkan ide untuk memproduksi dan menjual mozaic puzzle karya putrinya itu muncul pada November 2008, saat Jeanne berusia 21 tahun. Namun ketika itu, ada beberapa kendala yang harus dihadapi, seperti masalah percetakan dan modal. 

Akhirnya pada Januari 2009, mozaic puzzle bisa dicetak. Setelah melalui proses perbaikan, termasuk dalam hal pengemasan, akhirnya puzzle buatan Jeanne itu dipasarkan pada Juli 2009.

Awalnya, Ester melakukan pemasaran produk dengan cara dari mulut ke mulut, melalui teman-teman dan kerabatnya. Mozaic puzzle tidak hanya dijual di Pulau Jawa, tetapi juga di Sumatra. 

Bahkan tidak jarang Ester mendapat pesanan dari luar negeri, seperti Kanada, Amerika Serikat, Selandia Baru, Australia, Jerman, dan Singapura. 

Dari sejumlah gambar hasil karya Jeane, ada tiga gambar yang sudah dibuat dalam bentuk puzzle, yakni The Love and Light of Devine Source for Life, The Love and Light of Devine for Source for Prosperity, dan The Love and Light Source for Courage and Recovery. 

Puzzle-puzzle itu umumnya memiliki 320-560 kepingan dan dijual dengan harga 120 ribu sampai 150 ribu rupiah. 

Mozaic puzzle yang dibeli para penggemar umumnya, selain dipakai untuk menyalurkan hobi, dijadikan kado bagi anak-anak atau teman-teman mereka.

Bagi Ester, mozaic puzzle yang dibuat oleh putrinya itu mengandung arti yang sangat dalam. 

Bukan sekadar untuk menyalurkan hobi sang putri dan membantunya lebih berkonsentrasi, tetapi juga bisa mengingatkan dan memberikan dukungan kepada para orang tua yang memiliki anak-anak dengan kebutuhan khusus agar tidak berputus asa. 

“Apa pun hasil karya anak kita, kalau orang tua serius mendukung dan memperhatikannya, maka akan mendatangkan hasil,” tandasnya. 



◄ Newer Post Older Post ►