Jumat, 16 Januari 2009

Minat Beli Properti Masih Loyo

Jakarta - Meski trend penurunan BI rate dan inflasi sedang berlangsung, minat masyarakat membeli properti belum pulih. Pasalnya, perbankan belum bisa menurunkan suku bunga pada level ideal khususnya KPR karena dibayangi ketatnya likuiditas.

Kepala Riset Jones Lang LaSalle Indonesia Anton Sitorus mengatakan, selama suku bunga belum turun ke posisi ideal, minat orang untuk membeli rumah masih akan tetap lemah. Kebanyakan suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) masih berada di atas 14%.

Saat ini penurunan suku bunga masih terbatas pada BI rate. Untuk suku bunga KPR dan lain-lain, perbankan masih belum benar-benar berani menurunkan suku bunganya. “Menurut saya posisi ideal bunga KPR adalah 10 hingga 11%,” katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, kemarin.

Dengan suku bunga yang masih di atas 14%, masyarakat masih susah untuk membeli rumah karena terasa mahal. “Kalau pemerintah sekarang sudah berusaha untuk menurunkan BI rate, seharusnya diikuti sektor swasta dan bisnisnya,” tambahnya.

Anton memprediksi, perbankan akan kesulitan menurunkan suku bunga KPR hingga level ideal 10% hingga 11%. Pasalnya, perbankan masih dibayang-bayangi ketatnya likuiditas.

Di saat yang sama, masyarakat sebagai konsumen pun masih dibayang-bayangi krisis global yang entah sampai kapan akan berakhir. Jadi masyarakat selalu diintai rasa kekhwatiran. Padahal krisis yang menimpa Indonesia tidak separah sebagaimana yang dialami Singapura dan Hong Kong. "Pertumbuhan properti tahun ini pun paling tinggi 20-30%," tukasnya.

Pemerintah, lanjut Anton, sebaiknya berkaca pada 2004 yang merupakan era kebangkitan properti. Saat itu KPR berpatokan pada suku bunga SBI satu bulan yang turun hingga 8% dan bukan BI rate. “Sedangkan sekarang, SBI satu bulan itu masih di atas 9%,” katanya. Pada 2004 suku bunga KPR cukup rendah yang memacu orang membeli properti.

Meski begitu, Anton mengapresiasi langkah pemerintah yang telah meningkatkan dana subsidi untuk rumah sederhana sehat (RSS) lebih dari dua kali lipat yakni menjadi Rp 2,5 triliun dari Rp 800 miliar di 2008.

Tapi, Anton menggarisbawahi, biasanya subsidi itu tidak semuanya dikeluarkan. Seringkali dana yang sudah dianggarkan tidak semuanya cair. Hasil pembangunan rumah sederhana pun, dari tahun ke tahun selalu jauh berada di bawah target.

Sebelumnya, DPP Real Estate Indonesia (REI) F Teguh Satria mengatakan industri properti di Indonesia 2009 akan tumbuh cukup signifikan terutama sektor perumahan bersubsidi. Beberapa indikator ekonomi terkait perumahan membuat pengusaha properti optimistis.

Beberapa indikator ekonomi itu, kata Teguh, termasuk subsidi perumahan yang naik menjadi Rp 2,5 triliun milliar di 2009. Asumsi pertumbuhan ekonomi, inflasi dan tren penurunan suku bunga juga mendorong optimisme pengusaha di sektor ini. "Untuk sektor komersial, khususnya pusat belanja akan tumbuh di kota-kota sedang di Jawa dan luar Jawa," katanya.

Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (BTN) Iqbal Latanro sebelumnya mengungkapkan tengah mengkaji penurunan suku bunga KPR setelah BI kembali menurunkan BI Rate menjadi 8,75%.

Saat ini suku bunga KPR komersial dan kredit multiguna di BTN adalah 14-15%. "Februari mungkin (turun), tapi akan kita lihat karena bunga simpanan belum semua turun," jelasnya.

◄ Newer Post Older Post ►