Kamis, 15 Januari 2009

Media Nasional 'Bermain' di Bursa MA

Jakarta - Proses pemilihan Ketua Mahkamah Agung (MA) diwarnai berbagai kepentingan yang bermain di media massa sebagai ruang publik. Bahkan sebuah media nasional terkesan sangat jelas digunakan pihak-pihak tertentu untuk menyerang figur calon Ketua MA.

Foto:Harifin A Tumpa (kanan)

Beberapa pekan terakhir ini, media tersebut memang selalu menampilkan berita utama mengenai calon ketua MA. Namun, pemberitaan yang gencar tersebut lebih bersifat menyudutkan kandidat Ketua MA, Wakil Ketua MA Harifin A Tumpa secara personal.

Harifin memang bersaing dengan Paulus Effendi Lotulung dan Djoko Sarwoko sebelum akhirnya terpilih sebagai Ketua MA. Harifin menjadi Ketua MA terpilih, Kamis (15/1) setelah mengungguli hakim agung lainnya dengan perolehan 36 suara.

Sejumlah kalangan menilai pemberitaan media massa nasional itu lebih bernuansa provokatif. Ada kepentingan apa di balik pemberitaan itu?

"Media massa mestinya obyektif dan fair. Kita khawatir karena melihat salah satu media nasional menjadi ajang berbagai kekuatan dan kepentingan yang bermain untuk menjegal Harifin Tumpa dan kandidat lainnya. Biarkan saja pemilihan Ketua MA berjalan fair, bebas, dan independen," kata Eggy Sudjana, seorang advokat.

Memang, sejumlah nama sudah mengapung bakal menggantikan posisi Bagir. Wakil Ketua MA, Harifin Tumpa disebut-sebut sebagai calon terkuat. Harifin bersaing dengan nama-nama lain, yakni Paulus Effendi Lotulung dan Djoko Sarwoko.

Menjelang pemilihan Ketua MA pekan ini, Harifin Tumpa berjanji akan membawa MA menjadi transparan. "Kita akan melakukan transparansi di MA baik dalam pengelolaan biaya perkara maupun proses lainnya, termasuk penanganan perkara" kata Pelaksana Tugas Ketua MA Harifin A Tumpa.

Ketua MA sungguhlah sebuah posisi penting dan strategis dalam penegakan hukum. Karena itu, sempat pula beredar rumor yang menyebutkan posisi Ketua MA diperebutkan sejumlah pengusaha hitam dan pengacara hitam. "Hanya nama Harifin Tumpa yang terbebas dari jerat pengacara hitam dan bersikap independen," kata sumber INILAH.COM di Mahkamah Agung.

Dalam hal ini, menurut Eggy, media seharusnya mampu melakukan obyektivikasi dan sportivitas agar tidak digunakan oleh pihak-pihak tertentu sehingga pemberitaannya tak terkesan insinuatif.

"Terus terang, itu demi kebaikan pers nasional tersebut. Kalau bicara tataran ideal, nggak ada lagi hakim bersih yang dari internal MA sekarang. Karena, sejarahnya semua hakim-hakim itu sudah bau dengan banyak membuat keputusan yang merugikan rakyat sepeti kasus korupsi," tutur Eggy. [L1]

◄ Newer Post Older Post ►