Selasa, 13 Januari 2009

BBM Oke, Listrik Kebablasan

INILAH.COM, Jakarta - Kebijakan pemerintah menurunkan harga BBM dan Tarif Dasar Listrik (TDL) sekaligus menimbulkan pro dan kontra. Sebagian kalangan menilai pemerintah kebablasan dengan sekaligus merevisi dua tarif kebutuhan dasar tersebut.



Kekhawatiran tersebut cukup beralasan, terutama Tarif Dasar Listrik (TDL) untuk sektor industri. Koreksi tersebut ditakutkan akan semakin menggerus keandalan BUMN kelistrikan PT Perusahaan Listrik Negara untuk menyuplai kebutuhan listrik industri.

Apresiasi diberikan terhadap kebijakan menurunkan harga BBM. Apalagi, harga minyak dunia yang kini berada di level US$ 38 per barel sebenarnya membuat pemerintah memiliki kelonggaran mengoreksi harga BBM hingga Rp 4.000 per liter. Kebijakan itu akan berdampak positif karena mengurangi beban dunia usaha serta meningkatkan daya beli masyarakat.

Ekonom INDEF Fadhil Hasan menjelaskan bahwa kebijakan pemerintah untuk mengoreksi harga BBM akan membuat daya beli masyarakat sedikit meningkat. "Namun agar lebih efektif, idealnya kebijakan tersebut dibarengi dengan langkah untuk mengoreksi biaya transportasi yang selama ini tidak ikut turun," ujarnya.

Fadhil mencontohkan masyarakat yang selama ini mengeluarkan biaya transportasi sebesar Rp 100 ribu misalnya, akan mengeluarkan dana yang lebih sedikit dari sebelumnya. Meskipun, koreksi biaya transportasi tidak akan berbanding langsung dan pararel dengan koreksi harga BBM.

"Dari koreksi yang pertama kan sudah Rp 1.000 per liter. Tapi mungkin ongkos transportasi hanya turun Rp 200 per liter," imbuhnya. Namun, untuk koreksi TDL untuk industri, Fadhil menilai bahwa pemerintah idealnya tidak terburu-buru. Terutama karena harga listrik saat ini masih harus disubsidi pemerintah.

Koreksi harga minyak dunia hanya merupakan salah satu komponen dalam BPP (biaya pokok pengadaan) listrik. BPP Listrik adalah biaya pengusahaan listrik, termasuk di dalamnya komponen biaya bahan bakar, biaya pembelian listrik (IPP), biaya kepegawaian dan administrasi, biaya material dan jasa pemeliharaan fasilitas kelistrikan, biaya penyusutan dan biaya bunga/beban pinjaman.

"Sebaiknya penurunan cost of production PLN tidak lantas disikapi pemerintah dengan memangkas tarif listrik untuk industri. Tapi digunakan untuk meningkatkan rasio elektrifikasi atau pembangunan infrastruktur listrik," tegasnya.

Ekonom UGM Sri Adiningsih mengakui bahwa kebijakan pemerintah yang positif di bidang BBM sebenarnya tidak perlu diikuti untuk koreksi di sektor kelistrikan. "Sebenarnya yang lebih penting kualitasnya," tambah Sri.

Selama ini dunia usaha juga tidak pernah mengecam tarif listrik. Kalangan pengusaha selalu menyuarakan tentang pentingnya ketersediaan energi sehingga bisa memberikan kepastian usaha.

Dalam keterangan resmi pada pers, Plt Menko Perekonomian Sri Mulyani memberikan diskon kepada pengguna kategori I3 (industri) dengan daya sambung 201 KVA-30 MVA, dan industri kategori I4 dengan daya tersambung di atas 30 MVA, akan mengurangi biaya listrik mereka rata-rata 8%.

Untuk industri atau kegiatan usaha yang menggunakan padat energi lebih besar lagi dari I3 dan I4 seperti industri tekstil, serat sintetis, baja, semen, dan kimia yang memiliki operasi sampai dengan 24 jam per hari, biaya listriknya dengan diskon tersebut diperkirakan bisa menghemat sekitar 12-15%.

Dirut PLN Fahmi Mochtar pun mengambil langkah sigap dengan mengunjungi PLTU Paiton. Kunjungan tersebut dilakukan untuk menjelaskan mengenai percepatan pembangunan pembangkit non BBM. Pembangunan tersebut diperkirakan akan semakin menurunkan biaya operasional pembangkit PLN.

Sebelumnya, Fahmi mengemukakan bahwa koreksi BBM pertama yang dilakukan menurunkan harga BPP listrik dari Rp 1.300 menjadi Rp 1.200 per Kwh. Dari proyeksi PSO 2009-2011 yang dilakukan PLN, saat ini harga jual per Kwh hanya Rp 665. Artinya pemerintah masih harus melakukan subsidi.

Ini berbeda dengan BBM yang sudah sesuai dengan harga keekonomiannya. Artinya koreksi harga yang dilakukan tidak akan banyak mempengaruhi laju ekspansi yang dilakukan oleh perusahaan.

Niat baik pemerintah mengurangi beban masyarakat dan dunia usaha harus direspon positif, namun demikian kebijakan tersebut harus dikawal dengan komitmen yang sungguh-sungguh. Terutama untuk PLN, jangan sampai diskon untuk industri justru mengurangi kualitas kelistrikan tanah air. [E1]

◄ Newer Post Older Post ►