BAB I
PENDAHULUAN
- A. Latar Belakang
Hasil penelitian USPHS (United States Public Health Service) yang dimulai tahun 1955, dalam laporan yang dipublikasi tahun 1982, menyatakan bahwa “satu batang rokok akan memperpendek usia sekitar lima setengah menit terhadap para perokok”. Tingkat kematian orang yang merokok 10 s/d 19 batang per hari, 70% lebih tinggi dibanding dengan mereka yang bukan perokok. Menurut data dari Bank Dunia, konsumsi rokok di Indonesia meningkat sebesar 44,1% dalam kurun waktu tujuh tahun (1990-1997), dan menduduki peringkat ke empat setelah Cina, Amerika dan Jepang. Lebih dari 30 persen penduduk dewasa di Indonesia punya kebiasaan merokok. Belum lagi anak usia sekolah yang berpotensi menjadi perokok pemula (Subangun et al, 1993). Ancaman kanker paru dan kanker lainnya akibat asap rokok terhadap generasi muda makin mengkhawatirkan. Hal itu terbukti dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional pada 2001 dan 2004 yang dilakukan Biro Pusat Statistik, yang memperlihatkan terjadinya peningkatan jumlah perokok di bawah 19 tahun.
Beberapa tahun terakhir, jumlah perokok Indonesia meningkat drastis. Generasi penerus bangsa menjadi pecandu rokok, menghabiskan uang yang harusnya digunakan untuk membeli makanan bergizi, pendidikan, dan kesehatan, justru habis untuk membakar batang demi batang rokok. Disisi lain, pemerintah terkesan asyik mendorong peningkatan pajak bea cukai rokok dan kurang memperhatikan efek jangka panjang dari rokok yang dilihat dari segi kesehatan, perilaku masyarakat, ekonomi dan pendidikan. Menurut WHO masyarakat miskin adalah kelompok yang paling menjadi korban dari industri tembakau karena menggunakan penghasilan mereka untuk membeli sesuatu yang justru membahayakan kesehatan (Tempo Interaktif, 31-3-2004).
Pengusaha rokok mendapatkan untung besar termasuk 10 orang terkaya negeri ini di atas derita rakyat miskin yang kecanduan nikotin. Perusahaan rokok berada pada skala negatif dalam hal tanggung jawab social. Kegiatan mereka merusak perekonomian dan kesehatan rakyat. Kepedulian sosial yang dicitrakan melalui iklan dan sponsor adalah kamuflase menutupi kerusakan yang ditimbulkannya. Bahkan rokok kategori kecil, dengan pangsa pasar masyarakat kelas "bawah" ini, terus menunjukkan grafik meningkat, dengan ditandai bertambahnya jumlah tenaga kerja, jumlah produksi dengan penghasilan yang meningkat (Anonim, 2009).
- B. Tujuan
- Mengetahui pengertian rokok.
- Mengetahui hubungan industri rokok dengan ketenagakerjaan.
- Mengetahui hubungan industri rokok dengan peningkatan pajak.
- Mengetahui hubungan antara industri rokok dengan masalah kesehatan.
- Mengetahui jalan tengan antara keberadaan industri rokok dengan masalah ketenagakerjaan, peningkatan pajak, dan masalah kesehatan.
BAB II
PEMBAHASAN
- I. Pengertian
Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lain. Rokok biasanya dijual dalam bungkusan berbentuk kotak atau kemasan kertas yang dapat dimasukkan dengan mudah ke dalam kantong. Sejak beberapa tahun terakhir, bungkusan-bungkusan tersebut juga umumnya disertai pesan kesehatan yang memperingatkan perokok akan bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan dari merokok, misalnya kanker paru-paru atau serangan jantung(walapun pada kenyataanya itu hanya tinggal hiasan, jarang sekali dipatuhi).
Rokok dibedakan menjadi beberapa jenis. Pembedaan ini didasarkan atas bahan pembungkus rokok, bahan baku atau isi rokok, proses pembuatan rokok, dan penggunaan filter pada rokok yaitu:
- Rokok berdasarkan bahan pembungkus:
- Klobot: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun jagung.
- Kawung: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun aren.
- Sigaret: rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas
- Cerutu: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun tembakau.
- Rokok berdasarkan bahan baku atau isi:
- Rokok Putih: rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun tembakau yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
- Rokok Kretek: rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau dan cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
- Rokok Klembak: rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau, cengkeh, dan kemenyan yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
- Rokok berdasarkan proses pembuatannya:
- Sigaret Kretek Tangan (SKT): rokok yang proses pembuatannya dengan cara digiling atau dilinting dengan menggunakan tangan dan atau alat bantu sederhana.
- Sigaret Kretek Mesin (SKM): rokok yang proses pembuatannya menggunakan mesin. Sederhananya, material rokok dimasukkan ke dalam mesin pembuat rokok. Keluaran yang dihasilkan mesin pembuat rokok berupa rokok batangan. Saat ini mesin pembuat rokok telah mampu menghasilkan keluaran sekitar enam ribu sampai delapan ribu batang rokok per menit. Mesin pembuat rokok, biasanya, dihubungkan dengan mesin pembungkus rokok sehingga keluaran yang dihasilkan bukan lagi berupa rokok batangan namun telah dalam bentuk pak. Ada pula mesin pembungkus rokok yang mampu menghasilkan keluaran berupa rokok dalam pres, satu pres berisi 10 pak. Sayangnya, belum ditemukan mesin yang mampu menghasilkan SKT karena terdapat perbedaan diameter pangkal dengan diameter ujung SKT. Pada SKM, lingkar pangkal rokok dan lingkar ujung rokok sama besar.
- Rokok berdasarkan penggunaan filter:
- Rokok Filter (RF): rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat gabus.
- Rokok Non Filter (RNF): rokok yang pada bagian pangkalnya tidak terdapat gabus (Anonim, 2009).
- II. Industri rokok dengan ketenagakerjaan
Industri rokok di Indonesia merupakan industri yang banyak menyerap tenaga kerja (sumber daya manusia, SDM). SDM dibutuhkan mulai dari penanaman tembakau dan cengkeh di perkebunan, pengeringan tembakau dan cengkeh, perajangan tembakau dan pelintingan rokok di pabrik-pabrik sampai pedagang asongan yang memasarkan rokok di jalanan. Industri rokok di Indonesia menyerap tenaga kerja sekitar 500.000 karyawan, yang bekerja langsung pada pabrik dan pada seluruh level struktur organisasi (Swasembada, 1999).
Penyerapan tenaga kerja tidak hanya ada di pabrik rokok saja tetapi bila ditambah dengan jumlah orang yang terlibat dari hulu sampai hilir yang diawali dengan petani tembakau dan cengkeh, karyawan produksi kertas pembungkus rokok, sampai karyawan dalam jalur distribusi (ritel, outlet dan pedagang asongan), jumlah tenaga kerjayang terserap dalam industri ini sekitar 18 juta jiwa (Gatra, 2000).
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengharamkan rokok bagi orang-orang dengan kriteria tertentu semakin membebani masalah ketenagakerjaan. Fatwa tersebut secara tidak langsung memengaruhi tenaga kerja di sektor industri rokok. Setidaknya penjualan rokok akan berkurang dan hal ini berpengaruh pada tenaga kerja. Banyak tenaga kerja terserap pada pabrik rokok besar dan sejumlah pabrik kecil. Dari jumlah penduduk Indonesia diperkirakan 60% menggantungjan hidupnya dari industri rokok. Perusahaan yang paling banyak menampung tenaga kerja dalam sektor industri rokok adalah PT Djarum 72.313 orang, disusul PT Nojorono 9.398 orang, Perusahaan rokok Sukun 6.149 orang, Djambu Bol 4.799 orang, dan Gentong Gotri 1.196 orang. Tenaga di perusahaan rokok lain diperkirakan 2.548 orang.
Fakta-fakta yang menghubungkan industri rokok dengan tenaga kerja.
1. Kontribusi pertanian tembakau dalam ketenagakerjaan hanya 1,7 persen dari total tenaga kerja pertanian. Jika dibandingkan dengan seluruh sektor (66 sektor) dalam perekonomian, kontribusinya hanya 0,64 persen. Pada tahun 1986 ada 199.134 tenaga kerja di industri rokok, tahun 2004 jumlahnya menjadi 258.678. Kenaikannya hanya 57.544 selama 18 tahun!!! Padahal pendapatan pabrik rokok meningkatnya ratusan kali!
2. Upah pekerja di pertanian tembakau hanya setengah dari upah pekerja di pertanian tebu. Keuntungan dari usaha tanam tembakau juga lebih rendah dari cabai dan kentang. Fakta ini memperlihatkan bahwa sumbangan pertanian tembakau tidak substansial terhadap perekonomian Indonesia.
3. Rata-rata belanja rumah tangga miskin untuk rokok sebesar 12,43 persen dari total pengeluarannya. Jumlah ini setara dengan 15 kali pengeluaran untuk daging (0,85%), 8 kali pengeluaran untuk pendidikan (1,47%) dan 6 kali pengeluaran untuk kesehatan (1,99). Pengeluaran rumah tangga untuk rokok pada perokok termiskin (12,6%) juga lebih tinggi dibandingkan pada rumah tangga perokok terkaya (8,3%).
4. Dalam simulasi yang dilakukan LDFEUI mereka menyimpulkan bahwa meningkatkan pendapatan masyarakat sebesar Rp 492 miliar serta menciptakan 281.135 lapangan pekerjaan baru secara nasional.
- III. Industri rokok dengan peningkatan pajak
Cukai merupakan pajak yang dikutip Negara atas barang dan jasa yang dianggap berakibat buruk seperti alcohol, tembakau, dan judi. Jenis pajak macam ini dikenakan oleh Negara untuk mencegah orang mengonsumsi atau melakukan kegiatan yang merugikan diri sendiri tanpa membuat barang dan jasa tersebut illegal.
Rencana pemberlakuan pajak rokok sebesar 25 persen yang diusulkan DPR mendapat reaksi keras dari pengusaha rokok. Pengusaha rokok menilai pemberlakukan pajak tersebut kontraproduktif mengingat itu bukan cara yang tepat untuk mengontrol pertumbuhan pasar dan peredaran rokok pemberlakuan pajak berpengaruh terhadap kinerja industri rokok. Padahal, saat ini industri berbasis tembakau itu merupakan usaha padat karya dan mulai bergairah setelah beberapa tahun terakhir terpuruk akibat rokok ilegal. Selama ini, untuk mengendalikan pertumbuhan pasar rokok, pemerintah telah menetapkan cukai yang diberlakukan terhadap setiap batang rokok. Namun, cara itu masih sulit untuk mengontrol konsumsi rokok karena mobilitasnya sangat tinggi.
- IV. Industri rokok dengan masalah kesehatan
Menghisap asap rokok baik bagi perokok aktif maupun perokok pasif mempunyai bahaya. Perempuan dan laki-laki sama-sama mengalami hal yang serupa akibat pemajanan asap rokok terhadap berbagai alat tubuhnya, selain itu perempuan mengalami risiko lain karena ciri gendernya, yang menyangkut fungsi reproduksinya. Beberapa efek yang timbul pada perempuan ialah :
- Usia menopause lebih awal, hal ini dihubungkan dengan perubahan metabolisme estrogen akibat asap rokok, yang menyebabkan lebih banyak terbentuk metabolit estradiol inaktif dan berkurangnya kadar istroil yang aktif.
- Meningkatnya osteoporosis pasca menopouse pada perempuan perokok.
- Pada kehamilan terjadi peningkatan kejadian perdarahan uterus dan ketuban pecah dini.
- Bayi lahir berat badan rendah, rata-rata berat badan bayi lebih rendah 2000 gram bila ibunya merokok selama kehamilan.
- Anak-anak ibu perokok menunjukan defisiensi dalam perkembangan fisik, intelektual dan emosional, serta tendensi menjadi perokok kemudian hari. Mereka juga rentan terhadap infeksi saluran napas.
Asap rokok yang merupakan hasil pembakaran tembakau, essence yang kemudian terhisap dan akan mengganggu kesehatan, karena asap rokok mengandung banyak zat- zat berbahaya, diantaranya :
- TAR
Tar dan asap rokok merangsang jalan napas, dan tar tersebut tertimbun disaluran tersebut yang akan menyebabkan:
- Batuk-batuk atau sesak napas.
- Tar yang menempel di jalan napas dapat menyebabkan kanker jalan napas, lidah atau bibir.
- Karbon Monoksida (CO)
Gas beracun yang dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen.
- Nikotin
Nikotin merangsang bangkitnya adrenalin hormon dari anak ginjal yang menyebabkan:
- Jantung berdebar-debar
- Meningkatkan tekanan darah serta kadar kholesterol dalam darah, yang erat kaitannya dengan terjadinya serangan jantung.
Nikotin membuat pemakainya kecanduan (adiktif), dengan ciri-ciri yaitu adanya efek psikoaktif (kenikmatan rangsangan, mengurangi kecemasan, peningkatan kognitif), penggunaan kompulsif, kambuh setelah berhenti, adanya peningkatan dosis setiap pemakaian rokok per batang.
Perokok pasif dapat meningkatkan risiko penyakit kanker paru-paru dan jantung koroner. Lebih dari itu menghisap asap rokok orang lain dapat memperburuk kondisi pengidap penyakit :
- Angina
Nyeri dada akibat penyempitan pembuluh darah pada jantung.
- Asma bronkial, terlihat terutama pada anak-anak perokok.
- Kanker
Terlihat dari angka kejadian kanker yang lebih tinggi pada istri atau pasangan perokok yang bukan perokok, bila dibandingkan dengan isti atau pasangan bukan perokok (risiko relatif 1,5%).
- Alergi
Iritasi akibat asap rokok.
Gejala-gejala lain akibat rokok:
Iritasi mata, sakit kepala, pusing, sakit tenggorokan, batuk dan sesak nafas. Wanita hamil yang merokok atau menjadi perokok pasif, meyalurkan zat-zat beracun dari asap rokok kepada janin yang dikandungnya melalui peredaran darah. Nikotin rokok menyebabkan denyut jantung janin bertambah cepat, karbon monoksida menyebabkan berkurangya oksigen yang diterima janin. Anak-anak yang orangtuanya merokok menghadapi kemungkinan lebih besar untuk menderita sakit dada, infeksi telinga, hidung dan tenggorokan, dan mereka punya kemungkinan dua kali lipat untuk dirawat di rumah sakit pada tahun pertama kehidupan mereka. Banyak orang tahu bahaya merokok, tapi tidak banyak yang peduli. Akibat bahaya rokok tidak terlihat secara langsung, tapi baru terlihat setelah beberapa kali pemakaian dalam jangka waktu yang lama.
- V. Masalah Ketenagakerjaan, Kesehatan dan Pemecahan
Keberadaan industri rokok di Indonesia memang dilematis. Di satu sisi industri rokok diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan bagi pemerintah karena cukai rokok diakui mempunyai peranan penting dalam pendapatan negara, selain sebagai motor penggerak ekonomi juga menyerap banyak tenaga kerja. Di sisi lain adanya kampanye anti rokok karena alasan kesehatan, rokok merupakan salah satu penyebab masalah kesehatan, sehingga rokok dapat menurunkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia.
Masalah ini harus ada jalan keluar yang tepat yang bisa memecahkannya. Jalan tengah yang diambil jangan sampai merugikan atau menimbulkan masalah baru. Jika ingin mengurangi konsumsi rokok, pemerintah bisa melakukannya lewat edukasi, misalnya dengan adanya penyuluhan edukasi tentang akibat bahaya rokok.
Pemerintah juga mengeluarkan Rancangan Undang-Undang Pengendalian Dampak Produk Tembakau Terhadap Kesehatan (RUU PDPTTK). RUU PDPTTK dirancang dengan mengakomodasi 95% filosofi FCTC. RUU tersebut berisi enam poin penting guna mengendalikan konsumsi tembakau rokok di Indonesia. Enam poin itu menyangkut pengendalian harga dan pajak, pembatasan total terhadap iklan, pemberian sponsor, dan promosi, pelabelan peringatan kesehatan berupa gambar, Undang-Undang Udara Bersih atau Kawasan Tanpa Rokok (KTR), pencantuman kandungan produk, serta penyelundupan.
RUU juga menyebutkan larangan bagi anak di bawah 18 tahun untuk menjual atau membeli produk tembakau serta menetapkan tarif cukai produk tembakau minimal 65% dari harga penjualan. Pasal penting lainnya adalah, setiap orang dilarang menjual rokok batangan kepada konsumen, melarang iklan dan promosi rokok secara langsung maupun tidak langsung, serta melarang pemberian sponsor produk tembakau pada setiap kegiatan.
Selain itu pemerintah juga mengeluarkan UU Cukai No. 39 Tahun 2007 tertulis, penetapan tarif cukai untuk menurunkan konsumsi produk tembakau dan mengendalikan distribusinya, karena produk tembakau berbahaya bagi kesehatan. Hal ini merupakan kebijakan pemerintah untuk menekan konsumsi rokok dan produksi rokok. karena dengan cukai yang mahal dapat membuat produsen rokok berpikir 2 kali untuk terus memproduksi, dan akibatnya harga rokok pasti akan mahal. Sehingga masyarakat akan berpikir lagi untuk membeli rokok. Hal ini secara tidak langsung akan memberi dampak pada derajat kesehatan mayarakat.
Pemerintah dituntut untuk ikut berperan dalam menyelesaikan masalah keberadaan industri rokok, dapat dengan cara pengalokasian tenaga kerja, membuat lapangan pekerjaan baru, memberi skill pada masyarakat agar bisa usaha mandiri, menganti tanaman tembakau dengan tanaman palawija, meningkatkan beacukai rokok agar pemakaian rokok menurun. Pemerintah harus menetapkan kebijakan tentang rokok seperti pada negara Thailan dan Singapura misalnya dengan menulis peringatan pada bungkus rokok yang juga disertai photo korban bahaya rokok, kebijakan ini lambat laun akan mengurangi jumlah perokok di Indonesia.
Kebijakan pemerintah tidak akan berjalan dengan baik apabila peran serta masyarakat kurang mendukung. Tanpa kesadaran dari masyarakat hal ini mustahil dapat diwujudkan. Masalah akibat bahaya rokok dapat ditanggulangi apabila adanya kerjasama antara pemerintah dan masyarakat, sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di tahun 2010 mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. efek Bahya Asap Rokok. http://organisasi.org – Mon, 07/05/2007 . Diakses tanggal 27 Mei 2009.
Anonim. 2009. Kandungan Rokok. Nusaindah.tripod.com. Diakses tanggal 27 Mei 2009
Anonim. 2009. Rokok. http://zonabiru.blogspot.com/2008/07/fakta-mengejutkan-tentang-rokok-dan.html. Diakses tanggal 27 Mei 2009.
Gatra. 2000. Ragam: Rokok, Antara Madu dan Racun, Edisi No 16 Tahun VI, 4 Maret 2000.
Pringgoutama, Sudarto. 2002. Patologi I (Umum). Jakarta: Sagung Seto.
Surya. 2009. Akibat Peredaran rokok. http://www.Surya.co.id/2009/05/25/negara-rugi-rp-2-triliun-akibat-peredaran-rokok-ilegal.html. Diakses tanggal 27 Mei 2009.
Swasembada. 2000. Suplemen Rokok: Era Baru Industri Rokok Indonesia, Edisi No 08/XVI/19 April – 3 Mei 2000.