BAB I
PENDAHULUAN
- A. Latar Belakang Masalah
Makanan siap saji yang cenderung banyak dikonsumsi akhir-akhir ini banyak menimbulkan pro dan kontra. Dari satu sisi untuk ibu rumah tangga yang juga bekerja di luar rumah, makanan siap saji memberikan keuntungan dan kemudahan dalam penyajian. Akan tetapi makanan siap saji yang dipasarkan saat ini menggunakan berbagai bahan aditif yang bertujuan untuk mengawetkan dan memberikan citarasa yang lebih baik pada produknya. Kekhawatiran yang muncul akibat adanya bahan aditif ini adalah adanya efek negatif dari bahan tersebut yang berdampak pada kesehatan konsumen.
Kemajuan ilmu dan teknologi berkembang dengan pesat diberbagai bidang, termasuk dalam bidang pangan, kemajuan teknologi ini membawa dampak positif maupun negatif. Dampak positif teknologi tersebut mampu meningkatkan kuantitas dan kualitas pangan, juga meningkatkan diversivikasi, hygiene, sanitasi, praktis dan lebih ekonomis. Dampak negatif kemajuan teknologi tersebut ternyata cukup besar bagi kesehatan konsumen dengan adanya penggunaan zat aditif yang berbahaya.
Pola kehidupan masa kini dicirikan dengan tingginya biaya hidup, emansipasi atau karena alasan lain menyebabkan wanita bekerja diluar rumah. Data statistik tahun 2002 menunjukkan bahwa wanita yang bekerja pada angkatan kerja berjumlah 33,06 juta atau 44,23% dari jumlah total usia wanita antara 15-60 tahun (BPS, 2002). Wanita sebagai ibu rumah tangga dan sebagian lain berprofesi bekerja di luar rumah, karena keterbatasan waktu dan kesibukan, serta sulitnya mencari pramuwisma menyebabkan makanan siap saji menjadi menu utama sehari-hari di rumah.
Ritme kehidupan yang menuntut segala sesuatu serba cepat, waktu terbatas, anak harus pergi sekolah sementara ibu dan bapak harus segera berangkat kerja, sebagai jalan pintas untuk sarapan disediakanlah makanan siap saji yang memakan waktu penyiapan 3 sampai 5 menit. Siang hari pulang sekolah ibu dan bapak masih bekerja dikantor, anak-anak kembali menikmati makanan siap saji ini. Selain mudah disajikan makanan ini umumnya mempunyai cita rasa yang gurih dan umumnya disukai, terutama oleh anak-anak usia sekolah.
Masalah lain yang jadi fenomena dimasyarakat adalah tersedianya berbagai jajanan yang dikemas dapat dipastikan “kaya” zat aditif. Tercatat 13 jenis snack mengandung bahan aditif dalam kandungan yang cukup tinggi (Republika, 2003).
- B. Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang tersebut di atas maka dapat di tarik suatu rumusan masalah “apakah konsumen (ibu rumah tangga) mengkonsumsi makanan siap saji secara rutin dan bagaimanakah dampaknya bagi kesehatan mereka?”
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
- A. Pengertian Makanan Siap Saji dan kandungannya
- Makanan siap saji
Makanan siap saji yang dimaksud adalah jenis makanan yang dikemas, mudah disajikan, praktis, atau diolah dengan cara sederhana. Makanan tersebut umumnya diproduksi oleh industri pengolahan pangan dengan teknologi tinggi dan memberikan berbagai zat aditif untuk mengawetkan dan memberikan cita rasa bagi produk tersebut. Makanan siap saji biasanya berupa lauk pauk dalam kemasan, mie instan, nugget, atau juga corn flakes sebagai makanan untuk sarapan.
- Zat aditif makanan
Zat aditif adalah bahan kimia yang dicampurkan ke dalam makanan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas, menambahkan rasa dan memantapkan kesegaran produk tersebut.
- Kemasan makanan
Kemasan makanan adalah wadah atau tempat makanan agar kualitas makanan tetap baik, meningkatkan penampilan produk, dan memudahkan transportasi.
- Jenis Zat Aditif dan Kemasan Makanan
Menurut Majeed (1996) zat aditif dapat dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu:
1) agen emulsi yaitu aditif yang berbahan lemak dan air contohnya lecitin
2) agen penstabil dan pemekat contohnya alginat dan gliserin,
3) agen penghalang kerak untuk mencegah penggumpalan,
4) agen peningkatan nutrisi contohnya berbagai vitamin,
5) agen pengawet contohnya garam nitrat dan nitrit,
6) agen antioksidan contohnya vitamin C dan E ; BHT (Butylated Hydroxy- Toluen) dan BHA (Butylated Hydroxy-Anisol),
7) agen pengembang untuk roti dan bolu,
8 ) agen penyedap rasa contoh monosodium glutamat (MSG),
9) bahan pewarna.
Selain kesembilan zat aditif diatas juga terdapat bahan lain yang ditambahkan dalam makanan diantaranya:
1) agen peluntur,
2) lemak hewani,
3) bahan pengasam,
4) bahan pemisah,
5) pati termodifikasi,
6) alkohol, dan
7) gelatin.
Disamping bahan-bahan yang telah disebutkan diatas yang menggunaan, ukuran dan aturannya sudah ditentukan sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI), yang patut kita waspadai adalah adanya pewarna maupun pengawet yang ditambahkan yang penggunaannya bukan untuk makanan seperti, borak dan formalin sebagai pengawet yang telah dilaporkan oleh Suriawiria (2003). Dimana disinyalir 86,2% mie basah yang terdapat dipasar dan swalayan mengandung formalin. Selain itu warna merah pada terasi 50% adalah menggunakan pewarna rhodamin B yang seharusnya digunakan untuk tekstil. Selain itu rhodamin juga biasa diberikan dalam sirop untuk menimbulkan warna merah.
- Kemasan makanan siap saji
Sampai saat ini menurut Ketua Federasi Pengemasan Indonesia Hengky Darmawan di Indonesia sistem pengemasannya baru 10% yang sesuai aturan SNI. Pemilihan jenis kemasan harus memperhatikan food grade dan food safety (Kompas, 2003).
Beberapa faktor yang mempengaruhi produsen dalam memilih kemasan adalah tampil menarik, mampu melindungi produk yang dikemas, dan pertimbangan ekonomis. Bahan yang digunakan selama ini berupa plastik atau styrofoam (pembungkus mie instant dan nugget), PVC (polyvinyl clorida untuk pembungkus kembang gula), kaleng (makanan buah, susu, makanan lauk-pauk).
- B. Dampak Makanan Siap Saji
- Manfaat makanan siap saji
Makan siap saji yang beredar saat ini tercatat 500 – 600 jenis (Media Indonesia, 2003). Jenis tersebut terdiri dari minuman dan makanan yang diproduksi dalam skala kecil dan besar. Ketersediaan makanan siap saji ini akan memberikan kemudahan pemilihan jenis makanan, keragaman makanan, kualitas makanan dan praktis.
- Bahaya makanan siap saji
World Health Organization (WHO) dan Food and Agricultural Organization (FAO) menyatakan bahwa ancaman potensial dari residu bahan makanan terhadap kesehatan manusia dibagi dalam 3 katagori yaitu :
1) aspek toksikologis, katagori residu bahan makanan yang dapat bersifat racun terhadap organ-organ tubuh,
2) aspek mikrobiologis, mikroba dalam bahan makanan yang dapat mengganggu keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan,
3) aspek imunopatologis, keberadaan residu yang dapat menurunkan kekebalan tubuh.
Dampak negatif zat aditif terhadap kesehatan dapat secara langsung maupun tidak langsung, dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Dampak negatif zat aditif berlebihan
Zat Aditif | Dampak terhadap kesehatan |
Sulfit | · Menyebabkan sesak napas, gatal-gatal dan bengkak.( Intisari,2001) |
Zat Warna | · Menimbulkan alergi · Menimbulkan kanker hati · Menyebabkan hypertrophy, hyperplasia, carcinomas kelenjar tiroid.( Arbor,1997) |
MSG | · Kerusakan otak · Kelainan hati, trauma, hipertensi, stress, demam tinggi, mempercepat proses penuaan, alergi kulit, mual, muntah, migren, asma, ketidakmampuan belajar, dan depresi. (Republika,2003) |
BHT&BHA | · Menyebabkan kelainan kromosom pada orang yang alergi terhadap aspirin. (Intisari ,2001) |
Pemanis | · Menyebabkan kanker kantong kemih (saccarin). · Gangguan saraf dan tumor otak (aspartan). · Mutagenik. |
Disamping bahaya dari zat aditif makanan siap saji diatas, bahaya lain yang dihadapi oleh konsumen/pengguna makanan siap saji adalah efek samping bahan pengemas. Unsur-unsur bahan pengemas yang berbahaya bagi kesehatan konsumen karena terdapatnya zat plastik berbahaya seperti PVC yang dapat menghambat produksi hormon testosteron (Atterwill dan Flack, 1992) kemasan kaleng disinyalir mengandung timbal (Pb) dan VCM (Vinyl Chlorid Monomer) yang bersifat karsinogenik yaitu memacu sel kanker (Media Indonesia, 2003), dan styrofoam bersifat mutagenik (mengubah gen) dan karsinogenik (Kompas, 2003).
- Upaya Meminimalisasi Dampak Negatif
Untuk mengurangi dan meminimalisasi dampak negatif zat aditif makanan dapat di upayakan dengan beberapa cara antara lain :
1. Secara Internal
Mengurangi konsumsi makanan siap saji, meningkatkan konsumsi sayur dan buah-buahan serta mengkonsumsi vitamin. Beberapa vitamin diduga mengandung zat antikarsinogen diantaranya adalah Vitamin A, C, E banyak terdapat dalam sayur dan buah; asam folat terdapat dalam brokoli, bayam dan asparagus: Betakaroten, Vitamin B3 (niasin), vitamin D dalam bentuk aktif (1.25-hidroksi) terdapat pada mentega, susu, kuning telur, hati, beras dan ikan.
Memberi pengertian pada keluarga tentang bahaya zat aditif, mengawasi, mengontrol pemberian dan penggunaan uang jajan dan membiasakan membawa bekal makanan sehat dari rumah
2. Secara eksternal
Produsen; diperlukan kesadaran dan tanggung jawab produsen terhadap penggunaan zat aditif pada bahan pangan yang diproduksikan, memberikan informasi yang jelas komposisi makanan termasuk zat aditif yang ditambahkan
Pemerintah; melakukan pengawasan dan menindak tegas produsen yang melanggar aturan yang berlaku. Meneruskan kegiatan PMT-AS (Program Makanan Tambahan-Anak Sekolah) dengan memanfaatkan sumber makanan lokal.
Non-pemerintah (LSM); memfasilitasi terbentuknya kelompok konsumen, mendorong peran serta masyarakat sebagai pengawas kebijakan publik, mengantisipasi kebijakan global yang berdampak pada konsumen, melakukan pengawasan dan bertindak sebagai pembela konsumen.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
- A. HASIL
Pola kehidupan masa kini dicirikan dengan tingginya biaya hidup, emansipasi atau karena alasan lain menyebabkan wanita bekerja diluar rumah. Wanita sebagai ibu rumah tangga dan sebagian lain berprofesi bekerja di luar rumah, karena keterbatasan waktu dan kesibukan, serta sulitnya mencari pramuwisma menyebabkan makanan siap saji menjadi menu utama sehari-hari di rumah. Fakta demikian pula yang mendorong kaum wanita memberikan makanan siap saji bagi keluarganya sehari-hari. Seperti halnya informan yang saya wawancarai. Ia bernama Jamilah, ibu muda yang berusia 29 tahun dengan anak sebanyak 2 orang anak dan kesibukan sehari – harinya adalah sebagai guru SMP dan menjadi guru bimbingan belajar (Les privat),serta disisi lain yaitu kewajibannya sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT).
Setelah dilakukan wawancara mendalam (indept interview) kepada informan maka hasil yang dapat di kedepankan yaitu
Ibu jamilah melakukan perilaku mengkonsumsi makanan siap saji hampir setiap hari, hal ini di lakukan olehnya karena sebagai wujud tugasnya sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT), ysng menghsruskan dirinya untuk melakukan semua tugasnya yaitu mengurusi rumah yang salah satunya yaitu pemenuhan makanan untuk seluruh anggota keluarga. Alternative yang diambil yaitu dengan cara pemberian makanan siap saji.
Ia mengaku tidak bingung untuk mencari makanan siap saji ini, karena jenis dan mereknya pun beraneka ragam, sehingga konsumsi makanan siap saji ini dirasakan tidak membosankan. Dimulai pada pagi hari, sang ibu muda ini mulai menyiapkan masakan mai yang di racik dengan telur atau kornet sebagai bahan makanan sarapan keluarga. Perlaku seperti ini kerap dilakukan karena menurutnya “ lumayan untuk sarapan”. Apabila anaknya yang terakhir sudah merasa bosan dengan hal tersebut, maka ia mengubah menu untuk sarapan seperti dengan sosis atau dengan menggunakan nugget. Kemudian mereka melakukan aktifitas sehari – harinya.
Menjelang makan siang, apabila sang ibu belum sampai di rumah, kerap kali sang ayah memasakan makanan untuk makan siang anak-anak, yang tentu saja makanan siap saji yang sudah di sediakan dalam almari makanan. Kadang – kadang juga untuk makan siang ini mereka membeli makanan di luar. Namun sangat disayangkan mereka trauma dimana pada saat itu, sang suami membeli makanan dari rumah makan, namun beberapa saat kemudian setelah mereka makan, langsung mulas – mulas dan sempat di larikan ke Rumah Sakit. Dengan hal itu pula maka mereka sangat jarang untuk membeli makanan luar, ,mereka memilih mengkonsmsi makanan siap saji ketimbang makanan rumah makan.
Setelah itu, informan member penjelasan bahwa mengkonsumsi makanan siap saji ini tidak baik, ia menjelaskan karena nilai gizi yang terkandung sudah di patok, berbeda dengan yang asli jika mengkonsumsi makanan segar. Mereka kerap mengatasinyan dengan konsumsi buah-buahan dan diolah menjadi jusn atau sup buah.
Ketika ditanya terdapat dampak apa bagi kesehatan, informan menjelaskan kalau sesungguhnya informan dan keluarganya menderita gangguan pencernaan seperti maag dan juga mengidap sakit raadang tenggorokan, hal ini mungkin dikarenakan bahan yang digunakan ataupun bumbu penyedap yang di pakai.
Informan juga menjelaskan jika ia lebih memilih menderita demikian ketimbang keracunan makanan seperti halnya yang terjadi pada waktu dulu.
- B. PEMBAHASAN
Dari hasil tersebut maka dapat dikaitkan dengan teori WHO dimana yang berpengaruh adalah empat (4 faktor) yaitu :
B = f (TF, PR, R, C)
- TF (Trought and feeling)
Dengan adanya suatu pemikiran dan perasaan yang dialami oleh informan maka dengan hal itu pula sang informan mempunyai dorongan jiwa untuk melakukan perilaku mengkonsumsi makanan siap saji ini. Konsep perasaan yang diemban oleh informan mempunyai suatu bentuk perasaan kewajiban, dengan semata-mata ia merasa bahwa dirinya mempunyai rasa tanggungjawab terhadap keluarganya tersebutlah maka ia melakukan perilaku seperti ini. Apabila kewajibannya sudah terpenuhi maka informan dapat melakukan tugasnya yang lain.
- PR (Personal Reference)
Dengan melakukan hal tersebut maka dapat dikatakan adanya suatu indicator yang menyebutkan bahwa mwlakukan perilaku mengkonsumsi makanan siap saji ini awalnya dapat serupa batasan akan suatu kebutuhan namun seiring dengan berjalannya waktu maka perilaku ini dapat menjadi suatu kebiasaan yang dapat diterima karena adanya batasan teori atau tingkat pengetahuan informan.
- R (Resources)
Dalam hal ini sungguh dapat diambil salah satu penyebab langsungnya yaitu penghasilan atau pendapatan keluarga informan. Yang dirasa sudah mempunyai ketercukupan dalam segi biaya sehingga dengan adanya hal ini informan dapat membeli segala kebutuhannya yang digunakan untuk keperluan sehari-hari, begitu pula dengan membeli makanan siap saji ini.
Dalam segi ekonomi maka sangat jelas terasa bahwa sumber pendapatan ini memiliki pengaruh yang sangat kuat untuk memiliki bentuk dukungan penyelenggaraan perilaku mengkonsumsi makanan siap saji. Dapat dikatakan pula bahwa sebagai wujud dapat terbelinya makanan siap saji ini, maka merupakan salah satu alasan bahwa informan memiliki pendapatan yang mencukupi.
- C (Culture)
Dalam hal ini, kebudayaan sangat erat hubungannya dengan perilaku mengkonsumsi m,akanan siap saji. Dapat dikatakan bahwa apabila masyarakat sudah terkejar oleh waktu, maka tak ayal dalam belanja bulanannya mereka selalu menyelipkan daftar belanjaan seperti halnya makanan siap saji untuk di konsumsi apabila memiliki waktu yang sangat mendesak. Hal ini sudah menjadi suatu kebudayaan, sehingga akan sangat mendorong seseorang untuk melakukan perilaku semacam ini.
Namun Jika dikaitkan dengan teori Snehandu B.Kar, memiliki 5 (lima) factor yaitu:
B = f (BI, SS, AI, PA, AS)
BI = Behavior Intention
Dengan kata lain bahwa informan disini memiliki suatu niat di dalam dirinya untuk melakukan perilaku mengkonsumsi makanan yang sifatnya siap saji dan memiliki dampak negative bagi kesehatannya. Karena dengan adanya niat inilah maka ia akan melakukan sesuatu tersebut secara rasional atau masuk diakalnya. Niat juga disini berfungsi sebagai suatu dorongan di dalam diri informan sebagai pendorong untuk melakukan hal tersebut.
SS = Sosial Support
Dukungan masyarakat disini memiliki peranan yang cukup dominan. Dimana informan yang selaku ibu rumah tangga yang secara langsung sebagai anggota masyarakat pernah secara langsung di dukung oleh tetangganya yang tercermin dalam percakapan sebagai berikut ini “ lebih baik beli mie saja dari pada repot – repot untuk masakin sarapan buat anggota keluarganya.”
AI = Accessebility of Information
Dalam hal ini informan memiliki suatu daya untuk menampung segala bentuk informasi sehingga dengan adanya hal tersebut diatas maka semakin besar pula perilaku mengkonsumsi makanan siap saji ini. Adanya informasi yang mendukung dapat diperoleh dari iklan ataupun dari informasi yang tertera pada kemasan makanan siap saji tersebut
PA = Personal Autonommy
Informan dalam prakteknya menggunakan daya untuk berfikir baik secara teoritis maupun secara pengalaman sehingga ia dapat menarik sebuat keputusan untuk sering mengkonsumsi makanan siap saji ini.
AS = Action Situation
Situasi yang dapat dikatakan mendukung disini yaitu dimana informan merupakan ibu rumah tangga yang secara langsung pula mempunyai beban tanggung jawab sebagai guru, sehinggan dengan situasi yang seperti inilah perilaku untuk mengkonsumsi makanan siap saji ini di lakukan secara sering dalam kehidupan sehari-hari.
BAB IV
PENUTUP
- A. KESIMPULAN
Makanan siap saji yang dimaksud adalah jenis makanan yang dikemas, mudah disajikan, praktis, atau diolah dengan cara sederhana. Makanan tersebut umumnya diproduksi oleh industri pengolahan pangan dengan teknologi tinggi dan memberikan berbagai zat aditif untuk mengawetkan dan memberikan cita rasa bagi produk tersebut. Makanan siap saji biasanya berupa lauk pauk dalam kemasan, mie instan, nugget, atau juga corn flakes sebagai makanan untuk sarapan.
World Health Organization (WHO) dan Food and Agricultural Organization (FAO) menyatakan bahwa ancaman potensial dari residu bahan makanan terhadap kesehatan manusia dibagi dalam 3 katagori yaitu :
1) aspek toksikologis, katagori residu bahan makanan yang dapat bersifat racun terhadap organ-organ tubuh,
2) aspek mikrobiologis, mikroba dalam bahan makanan yang dapat mengganggu keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan,
3) aspek imunopatologis, keberadaan residu yang dapat menurunkan kekebalan tubuh.
Teori Snehandu B.Kar yaitu: B = f (BI, SS, AI, PA, AS). Dimana, BI = Behavior Intention (niat untuk bertindak), SS = Sosial Support (dukungan masyarakat), AI = Accessebility of Information (adanya informasi), PA = Personal Autonommy (pengambilan keputusan), AS = Action Situation (Situasi yang mendukung).sedangkan Teori WHO yaitu : B = f (TF, PR, R, C) dimana, TF (Trought and feeling), PR (Personal Reference), R (Resources),dan C (Culture)
- B. SARAN
1. Perlu adanya kesadaran, tekad dan disiplin yang kuat baik dari individu itu sendiri dengan selalu mengkonsumsi makanan sehat.
2. Peranan keluarga, terutama ibu yang selalu menyediakan makanan sehat atau makanan tradisional.
4. Peranan pemerintah untuk terus mengawasi dan mengontrol para produsen melalui lembaga-lembaga terkait.
DAFTAR PUSTAKAArbor, A. 1997. Food additive can cause severe allergic reactions.Atterwill,C.K.,andJ.D.Flack.1992.Endocrine toxicology.Cambridge University Press.BPS, 2002. Statistik IndonesiaDenfer, A.V. 2001. Bahan makanan tambahan (food additive). Disadur oleh Mira, S. http://members.tripod.com/pagihp/artikel15.htm.Hartulistiono, 1997. Memperbaiki pola makan mencegah kanker. Intisari edisi JanuariIntisari. 2001. Makanan dan minuman kemasan, amankah?. www.indomedia.com/intisari/. Dikunjungi pada 22 Mei 2009.Kompas. 2003. Konsultasi: lajang & bahaya kemasan Styrofoam. http://www.kompas.com/. Dikunjungi pada 22 Mei 2009.Majeed, A. 1996. Aditif makanan dan ubat-ubatan.Media Indonesia. 2003. Kemasan makanan. http ://www.media.online.com/dikunjungi pada 22 Mei 2009.Republika. 2003. Pirac: 13 jenis snack mengandung MSG yang bisa ancam kesehatan anak.Suriawiria, U. 2003. Sudah sangat mengkhawatirkan: pengawet mayat untuk pengawet makanan. Pikiran Rakyat. 22 Mei 2009.