Kisah tragis anak negeri para pencari Dollar di negeri orang kerap terjadi, sangat tragis bahkan sering para TKI (Tenaga Kerja Indonesia) tersebut harus kehilangan nyawa lalu terkubur bersama cita citanya untuk menjadi orang berduit.
Seperti yang menimpa ratusan TKI di Arab Saudi yang saat ini hidup di kolong jembatan Kandara Jeddah Arab Saudi. Kementrian Luar Negeri mencatat, TKI yang terlantar di kolong jembatan itu berada di 12 titik shelter sejak tahun 2009 yang jumlahnya mencapai 17.152 orang. Lalu pada tahun 2010 jumlahnya 15.766 orang, dan saat ini masih ada sekitar 13.660 orang, karena sebagian sudah di deportasi ke Indonesia.
Banyak pihak seperti politisi dari partai Oposisi, aktivis dan kelompok masyarakat lain menilai pemerintah terlalu lambat mengurusi soal TKI yang terlantar tersebut, akibatnya muncul gerakan sosial masyarakat untuk mengumpulkan uang recehan 1.000 rupiah untuk membantu memulangkan para TKI.
Gerakan sosial 1.000 rupiah ternyata mendapat respon dari masyarakat termasuk para pelawak atau komedian tanah air seperti Tarzan, Doyok, Kadir, Eko dan lainnya yang ikut melakukan aksi sosial di jalan jalan untuk mengumpulkan uang recehan 1.000 rupiah tersebut.
Aksi social para comedian yang peduli terhadap nasib anak bangsa di negeri orang tersebut ternyata mendapat respon positif masyarakat yang juga turun menymbang untuk membantu pemulangan para TKI.
Alhasil! Banyak dari pelintas jalan yang membuka mobil seraya memasukkan uangnnya ke dalam kotak yang tersedia dengan senyuman. Bahkan, banyak dari mereka yang memberi uang lebih dari 1.000 ketika aksi dilakukan di depan Bundaran HI.
Organisasi masyarakat Migrant Care yang mengkoordinir aksi 1000 rupiah untuk para TKI memperkirakan dana yang dibutuhkan untuk pemulangan ratusan TKI di Arab Saudi yang terkatung katung di kolong jembatan itu sekitar 1,7 miliar rupiah.
Untuk mendapatkan dana sebanyak itu dibutuhkan partisipasi yang kuat dari masyarakat termasuk yang dilakukan para Komedian Indonesia yang mau bergabung melakukan penggalangan dana.
Penggalangan dana yang dilakukan Migrant Care dilakukan melalui berbagai cara seperti di tempat-tempat umum, termasuk jalan raya, maupun melalui jejaring sosial facebook, twitter serta millis.
Dalam milis yang disampaikan Migrant Care kepada media disebutkan, para TKI saat ini hidup sangat memprihatinkan di Kolong Jembatan Arab Saudi. Mereka hidup dengan segala keterbatasan, bahkan diantara mereka terdapat para perempuan dan anak-anak.
Untuk makan sehari harinya, para TKI berharap dari uluran tangan warga Arab Saudi yang kebetulan melintas di daerah tersebut. Kemudian untuk tidur mereka hanya beralaskan tikar dengan kondisi kedinginan karena tidak ada dinding.
Migrant Care menyesalkan sikap pemerintah yang terlalu lambat mengurusi kepulangan para TKI, padahal TKI telah menyumbangkan Penghasilan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar 600 miliar rupiah dari biaya perlindungan 15 dollar AS yang dibayarkan setiap akan berangkat. Selain itu, tahun 2010, TKI juga menyumbangkan devisa dari keringat mereka sebesar 7,1 miliar dollar AS.
Seruan untuk segera memulangkan para TKI di Arab Saudi juga di suarakan para politisi senayan. Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan mengatakan, Tenaga Kerja Indonesia yang terlunta-lunta dan kini hidup di kolong jembatan di Arab Saudi harus segera dipulangkan ke Tanah Air.
DPR bahkan sudah melakukan rapat Tim Khusus Penanganan TKI di Arab Saudi antara pimpinan DPR, Komisi IX, Kementerian Nakertrans dan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan HAM serta pimpinan BNP2TKI. Lalu sudah dibentuk panitia kerja (panja) untuk menyikapi masalah-masalah TKI di luar negeri, termasuk TKI yang hidup di kolong jembatan di Arab Saudi.
Panja nantinya akan melakukan penekanan pada pemerintah untuk segera memulangkan seluruh TKI yang ada di kolong-kolong jalan di Arab karena ini mengganggu martabat negara.
Anehnya meskipun sudah dibentuk Panja dan sudah banyak suara yang menyerukan agar TKI segera dipulangkan, namun hingga saat ini ratusan TKI yang tinggal di Kolong Jembatan Arab Saudi masih terkatung katung.
Salah seorang mahasiswa di Universitas Internasional Batam, Yohanes mengatakan, Negara dan Masyarakat Indonesia mestinya malu karena ada warganya yang terkatung katung dan hidup di kolong jembatan di negara lain.
“Kalau ada warga Indonesia yang tinggal di kolong jembatan di DKI mungkin hal biasa, tapi kalau kolong jembatannya di negara lain kan sangat memalukan nama bangsa,” katanya.
Oleh karena itu, Yohanes sangat memberi apresiasi inisiatis Migrant Care yang melakukan aksi social penggalangan dana 1.000 rupiah untuk pemulangan TKI.
Yohanes langsung ikut terlibat dan menjadi Volunter untuk penggalangan dana tersebut di Batam, dan seluruh dana yang dikumpulkan dari warga Batam selanjutnya akan dikirim ke Migrant Care di Jakarta.
Menurut Yohanes, masyarakat Indonesia pasti ingin membantu pemulangan para TKI itu mungkin bingung cara untuk membantunya, sehingga dengan adanya gerakan Rp. 1.000 rupiah dipastikan akan mendapat respon luas dari masyarakat Indonesia termasuk warga Batam untuk menyumbang.
Namun yang terpenting, katanya, pemerintah sebagai penyelenggara negara tidak boleh tinggal diam dan lamban menangani persoalan tersebut.
Yohanes memahami kemungkinan adanya banyak persoalan yang dihadapi para TKI sehingga belum bisa dipulangkan oleh pemerintah, namun apapun alasan dan persoalan yang dihadapi para TKI tersebut mestinya pemerintah bisa bertindak lebih cepat untuk mengatasinya.
“Kasus para TKI yang terkatung katung di kolong jembatan kan sudah terjadi sejak 2009, kenapa sampai sekarang belum juga bisa diselesaikan pemerintah, apakah pemerintah tidak serius menanganinya,” kata dia.
Yohanes berharap kasus kasus TKI yang terlantar serta kasus para TKI lainnya harus mendapat perhatian khusus dari pemerintah, sebab mereka adalah pahlawan devisa yang menghasilkan banyak dollar bagi negara.
Terlebih pemerintah tidak mampu menciptakan lapangan kerja bagi warganya, sehingga mereka terpaksa mencari nafkah di negara lain.
Untuk itu, pemerintah perlu mencari solusi jangka panjang agar kasus kasus yang menimpa para TKI tidak terjadi lagi. (gus).