"Tidak jelas apa alasan para pembeli karet dari Jambi menolak untuk membeli karet dari petani di Singkep, padahal selama ini kami menjual hasil panen ke Jambi. Akibatnya hasil produksi karet petani terbengkalai karena tidak ada yang menampung,” kata salah seorang petani karet di Singkep Barat, Syahri, Kamis (10/3).
Ditambahkan, dari segi kualitas produksi karet dari Singkep cukup bagus dan tidak mengalami perubahan dari hasil produksi sebelumnya, sehingga alasan penolakan pembeli dari Jambi bukanlah soal kualitas.
Syahri menyangkan sikap pembeli dari Jambi yang menolak hasil produksi petani, pasalnya saat ini produksi karet dari Singkep sedang berlimpah dan bisa mencapai 500 ton per bulannya. Selain itu harga karet juga sedang melambung.
Menurutnya, penolakan pembeli dari Jambi diduga permainan dari sejumlah spekulan yang ingin menekan harga agar mendapat keuntungan yang tinggi, sebab harga karet saat ini sedang melambung.
Petani karet dari Singkep sendiri katanya sulit menjual hasil produksinya ke daerah lain karena kendala transportasi yang relatif jauh sehingga dikuatirkan justru merugikan petani. Selain itu harga karet di tempat lain seperti di Tanjung Pinang sebagai ibu kota provinsi Kepri juga lebih rendah disbanding harga di Jambi. Sementara itu jarak dari Singkep ke Jambi juga relatif mudah dicapai dan sarana transportasinya tersedia sehingga petani sejak lama menjual produksinya ke Jambi.
"Kalau karet kami dijual ke Kota Tanjungpinang memang bisa dilakukan namun banyak kendalanya seperti transportasi dan harga karet yang tidak setinggi harga karet di Jambi,” katanya.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Lingga, Ayuzar mengatakan, belum mendapat informasi dari Pembeli maupuan Perintah daerah di Jambi terkait penolakan pembelian hasil produksi karet dari Kabupaten Singkep, padahal selama ini perdagangan antara Singkep dengan Jambi berjalan lancar. Oleh karena itu, pihaknya akan berkordinasi dengan Pemerintah daerah Jambi untuk mencari jawaban atas persoalan itu.
Masyarakat Singkep sebagian besar berprofesi sebagai petani karet, dan saat ini terdapat ratusan hectare kebun karet baru yang dikelola petani. Jumlah produksi yang dihasilkan daerah itu sekitar 200 sampai 500 ton perbulannya, dan jumlah itu diperkirakan meningkat lebih 100 persen dalam beberapa tahun kedepan seiring mulai berproduksinya pohon karet muda yang ditanam petani tahun lalu.
Harga Karet
Ketua Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Asril Sutan Amir mengatakan, harga karet tahun 2011 ini diperkirakan lebih tinggi dibanding tahun lalu didorong melonjaknya permintaan dari Cina, India, dan Amerika Serikat. Sebab, ada kebutuhan industri otomotif yang berkembang di tiga negara itu. Sementara, produksi karet di beberapa negara produsen tidak mengalami pertumbuhan dan malah cenderung turun.
Produsen karet dunia yaitu Thailand, Indonesia dan Malaysia saat ini hanya bisa memasok 40 persen dari kebutuhan karet alam dunia. Di Indonesia, misalnya, produksi karet tahun ini diperkirakan tidak mengalami pertumbuhan besar, bahkan cenderung stagnan. Tahun lalu produksi karet mencapai 2,9 juta ton dan pertumbuhan produksi tahun 2011 diperkirakan hanya 2,0 persen.
Pada Januari dan Februari tahun ini, misalnya, produksi karet sekitar 40 ribu ton per bulan. Rendahnya produksi itu dipengaruhi anomali cuaca, dimana musim hujan menjadi penghambat proses penyadapan.
Negara produsen karet lainnya, seperti Malaysia, kini justru menjadi importir. Hal ini terjadi karena industri pengolahan karet di Malaysia mengalami pertumbuhan, sehingga butuh banyak bahan. Malaysia memproduksi 1,1 juta ton karet dan impornya 1,3 juta ton. (gus).