Rabu, 16 Maret 2011

Makalah Bionomik Nyamuk (Pengendalian Vektor Epidemiologi)




BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di segala bidang semakin meningkat, termasuk bidang kesehatan secara umum. Kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran telah mencapai taraf yang sangat memuaskan dalam hal mengatasi penderitaan dan kematian penyakit tertentu. Namun demikian, masalah kesehatan bagi masyarkat umum masih sangat rawan. Walaupun pada beberapa tahun terakhir ini sejumlah penyakit menular tertentu sudah dapat diatasi, tetapi di lain pihak timbul masalah baru dalam bidang kesehatan masyarakat, baik yang berhubungan dengan penyakit menular dan tidak menular, maupun yang berhubungan erat dengan gangguan kesehatan masyarakat (Noor, 2006).

Dewasa ini banyak penyakit menular yang telah mampu diatasi bahkan ada yang telah dapat dibasmi berkat kemajuan teknologi dalam mengatasi masalah lingkungan biologis yang eret hubungannya dengan penyakit menular. Akan tetapi masalah penyakit menular masih tetap dirasakan oleh sebagian besar penduduk Negara sedang berkembang. Salah satunya adalah masalah penyakit menular yang penularannya melalui vector nyamuk (Noor, 2006).

Berdasarkan laporan dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia, sampai pertengahan tahun 2001 kasus penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sudah menjadi masalah endemis di 122 kabupaten, 605 kecamatan dan 1800 desa/kelurahan di Indonesia. Dan pada tahun 2004, diperkirakan 1/5 penduduk dunia atau 1,1 milyar penduduk di 83 negara berisiko terinfeksi filariasis, terutama di daerah tropis dan beberapa daerah subtropis.

Kejadian penyakit yang penularannya dibawa oleh vector nyamuk tersebut, disebabkan oleh tingginya kepadatan vektor nyamuk khususnya di Indonesia, indeks premis/HI diperkirakan 20% atau 5% di atas nilai ambang risiko penularan. Tetapi hasil penelitian di berbagai daerah menunjukkan angka yang lebih tinggi (Nasrin, 2008).

1.2 Tujuan

Mengetahui perbedaan vector nyamuk (Aedes, Anopheles, dan Culex) dilihat dari ciri, aktivitas menggigit, siklus hidup, perkembangbiakan nyamuk, habitat, pemilihan hospes, distribusi dan penyakit yang dapat ditularkan oleh nyamuk.

BAB II

ISI

2.1 Nyamuk sebagai Vektor

Entomologi adalah ilmu yang mempelajari tentang serangga, dikhususkan kepada serangga yang merupakan vektor penyakit tertentu. Vektor adalah anthropoda yang dapat menimbulkan dan menularkan suatu infectious agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan. Serangga yang merupakan vektor penyakit adalah nyamuk.





Nyamuk adalah serangga tergolong dalam order Diptera; genera termasuk Anopheles, Culex, Psorophora, Ochlerotatus, Aedes, Sabethes, Wyeomyia, Culiseta, dan Haemagoggus untuk jumlah keseluruhan sekitar 35 genera yang merangkum 2700 spesies (Gandahusada, 1998).

2.1 Deskripsi Morfologi Nyamuk

Berdasarkan Michigan Mosquito Control Association (2002) dalam Lestari (2009), nyamuk memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil, memiliki kaki panjang dan merupakan serangga yang memiliki sepasang sayap sehingga tergolong pada ordo Diptera dan famili Culicidae. Nyamuk dewasa berbeda dari ordo Diptera lainnya karena nyamuk memiliki proboscis yang panjang dan sisik pada bagian tepi dan vena sayapnya Tubuh nyamuk terdiri atas tiga bagian yaitu kepala, dada dan perut. Nyamuk jantan berukuran lebih kecil daripada nyamuk betina.

Nyamuk memiliki sepasang antena berbentuk filiform berbentuk panjang dan langsing serta terdiri atas 15 segmen. Antena dapat digunakan sebagai kunci untuk membedakan kelamin pada nyamuk dewasa. Antena nyamuk jantan lebih lebat daripada nyamuk betina. Bulu lebat pada nyamuk jantan disebut plumose sedangkan pada nyamuk betina yang jumlahnya lebih sedikit disebut pilose (Lestari, 2009).

Palpus dapat digunakan sebagai kunci identifikasi karena ukuran dan bentuk palpus masing-masing spesies berbeda. Sepasang palpus terletak diantara antena dan proboscis. Palpus merupakan organ sensorik yang digunakan untuk mendeteksi karbon dioksida dan mendeteksi tingkat kelembaban. Proboscis merupakan bentuk mulut modifikasi untuk menusuk. Nyamuk betina mempunyai proboscis yang lebih panjang dan tajam, tubuh membungkuk serta memiliki bagian tepi sayap yang bersisik (Lestari, 2009).

Menurut Thielman dan Hunter (2007) dalam Lestari (2009), dada terdiri atas protoraks, mesotoraks dan metatoraks. Mesotoraks merupakan bagian dada yang terbesar dan pada bagian atas disebut scutum yang digunakan untuk menyesuaikan saat terbang. Sepasang sayap terletak pada mesotoraks. Nyamuk memiliki sayap yang panjang, transparan dan terdiri atas percabangan-percabangan (vena) dan dilengkapi dengan sisik. Kaki terdapat pada setiap segmen dan dilengkapi dengan sisik.

Perut nyamuk tediri atas sepuluh segmen, biasanya yang terlihat segmen pertama hingga segmen ke delapan, segmen-segmen terakhir biasanya termodifikasi menjadi alat reproduksi. Nyamuk betina memiliki 8 segmen yang lengkap, akan tetapi segmen 9 dan 10 biasanya tidak terlihat dan memiliki cerci yang melekat pada segmen ke 10. Beberapa jenis nyamuk, seperti Culex dan Mansonia memiliki ujung perut yang tumpul (Lestari, 2009).

Nyamuk jantan dan betina dewasa perbandingan 1:1, nyamuk jantan keluar terlebih dahulu dari kepompong, baru disusul nyarnuk betina, dan nyamuk jantan tersebut akan tetap tinggal di dekat sarang, sampai nyamuk betina keluar dari kepompong, setelah jenis betina keluar, maka nyamuk jantan akan langsung mengawini betina sebelum mencari darah. Selama hidupnya nyamuk betina hanya sekali kawin. Dalam perkembangan telur tergantung kepada beberapa faktor antara lain temperatur dan kelembaban serta species dari nyamuk (Lestari, 2009).

Bagian mulut pada nyamuk betina, membentuk probosis panjang untuk menembus kulit mamalia (atau dalam sebagian kasus, burung atau juga reptilia dan amfibi untuk menghisap darah. Nyamuk betina memerlukan protein untuk pembentukan telur dan kebanyakan nyamuk betina perlu menghisap darah untuk mendapatkan protein yang diperlukan. Nyamuk jantan berbeda dengan nyamuk betina, dengan bagian mulut yang tidak sesuai untuk menghisap darah (Lestari, 2009).

2.2 Ciri Dan Kebiasaan Menggigit

Ukuran dan warna nyamuk jenis ini kerap berbeda antar populasi, tergantung dari kondisi lingkungan dan nutrisi yang diperoleh nyamuk selama perkembangan. Nyamuk jantan dan betina tidak memiliki perbedaan dalam hal ukuran, nyamuk jantan yang umumnya lebih kecil dari betina dan terdapatnya rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini dapat diamati dengan mata telanjang (Gandahusada, 1998).

Waktu keaktifan mencari darah dari masing - masing nyamuk berbeda –beda, nyamuk yang aktif pada malam hari menggigit, adalah anopheles dan culex sedangkan nyamuk yang aktif pada siang hari menggigit yaitu Aedes. Khusus untuk anopheles, nyamuk ini bila menggigit mempunyai perilaku bila siap menggigit langsung keluar rumah. Pada umumnya nyamuk yang menghisap darah adalah nyamuk betina. (Nurmaini. 2003)

Sesuai dengan buku Pedoman Ekologi dan Aspek Perilaku Vektor dari Depkes RI (2001) bahwa nyamuk yang aktif menghisap darah pada malam hari umumnya mempunyai dua puncak akitivitas, yaitu puncak pertama terjadi sebelum tengah malam dan yang kedua menjelang pagi hari, namun keadaan ini dapat berubah oleh pengaruh suhu dan kelembaban udara (Rosa, 2009).

2.2.1 Nyamuk Aedes aegypti



Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki ukuran sedang dengan tubuh berwarna hitam kecoklatan. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan gari-garis putih keperakan. Di bagian punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari spesies ini. Sisik-sisik pada tubuh nyamuk pada umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua (Nursakinah, 2008).

Nyamuk ini hidup di dalam dan di sekitar rumah. Nyamuk betina lebih menyukai darah manusia (anthropophilic) daripada darah binatang. Nyamuk ini memiliki kebiasaan menghisap darah pada jam 08.00-12.00 WIB dan sore hari antara 15.00-17.00 WIB. Kebiasaan menghisap darah ini dilakukan berpindah-pindah dari individu satu ke individu lain (Gandahusada, 1998).

2.1.1 Nyamuk Aedes albopictus

Nyamuk A. albopictus memiliki kesamaan morfologi dengan A.aegypti. Perbedaan keduanya terletak pada garis putih yang terdapat pada bagian scutumnya. Scutum A.albopictus berwarna hitam hanya berisi satu garis putih tebal di bagian dorsalnya (Gandahusada, 1998).

Nyamuk betina aktif di luar ruangan yang teduh dan terhindar dari angin. Nyamuk ini aktif menggigit pada siang hari. Puncak aktivitas menggigit ini bervariasi tergantung habitat nyamuk meskipun diketahui pada pagi hari dan petang hari (Lestari, 2009).

2.1.2 Nyamuk Anopheles



Sering orang mengenalnya sebagai salah satu jenis nyamuk yang menyebabkan penyakit malaria. Ciri nyamuk ini adalah hinggap dengan posisi menukik atau membentuk sudut Warnanya bermacam-macam, ada yang hitam, ada pula yang kakinya berbercak-bercak putih. Waktu menggigit biasanya dilakukan malam hari (Gandahusada, 1998).

Aktivitas menggigit nyamuk Anopheles di dalam rumah terjadi peningkatan pada pukul 23.00 WIB kemudian turun dan meningkat lagi pada pukul 02.00 dan 03.00 dini hari, sedangkan aktivitas menggigit di luar rumah terjadi peningkatan pada pukul 24.00 WIB dan kemudian turun dan meningkat lagi pada pukul 05.00 dini hari.(Rosa, 2009)

2.1.1 Nyamuk Culex quinquefasciatus



Nyamuk C. quinquefasciatus memiliki tubuh berwarna kecokelatan, proboscis berwarna gelap tetapi kebanyakan dilengkapi dengan sisik berwarna lebih pucat pada bagian bawah, scutum berwarna kecoklatan dan terdapat warna emas dan keperakan di sekitar sisiknya. Sayap berwarna gelap, kaki belakang memiliki femur yang berwarna lebih pucat, seluruh kaki berwarna gelap kecuali pada bagian persendian. (Lestari, 2009).

Nyamuk C. quinquefasciatus bisa hidup baik di dalam maupun luar ruangan (Russel, 1996). Spesies ini sering ditemukan di dalam rumah dan nyamuk betina merupakan nyamukyang aktif pada malam hari. Nyamuk ini lebih menyukai menggigit manusia setelah matahari terbenam (Lestari, 2009).

2.1 Siklus Hidup Nyamuk

Nyamuk termasuk serangga yang mengalami metamorfosis sempurna (holometabola) karena mengalami empat tahap dalam masa pertumbuhan dan perkembangan. Tahapan yang dialami oleh nyamuk yaitu tahap telur, larva, pupa dan dewasa. Telur nyamuk akan menetas menjadi larva dalam waktu 1-2 hari pada suhu 20-40°C. Kecepatan pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi oleh suhu, tempat, keadaan air dan kandungan zat makanan yang ada di tempat perindukan. Pada kondisi optimum, larva berkembang menjadi pupa dalam waktu 4-9 hari, kemudian pupa menjadi nyamuk dewasa dalam waktu 2-3 hari sehingga waktu yang dibutuhkan dari telur hingga dewasa yaitu 7-14 hari (Gandahusada, 1998).



Nyamuk biasanya meletakkan telur di tempat yang berair, pada tempat yang keberadaannya kering telur akan rusak dan mati. Kebiasaan meletakkan telur dari nyamuk berbeda – beda tergantung dari jenisnya.

2.1.1 Nyamuk Aedes meletakkan telur dan menempel pada yang terapung diatas air atau menempel pada permukaan benda yang merupakan tempat air pada batas permukaan air dan tempatnya

2.1.2 Nyamuk anopeles akan meletakkan telurnya dipermukaan air satu persatu atau bergerombolan tetapi saling lepas, telur anopeles mempunyai alat pengapung.

2.1.3 Nyamuk culex akan meletakkan telur diatas permukaan air secara bergerombolan dan bersatu berbentuk rakit sehingga mampu untuk mengapung, sedangkan jentiknya menggantung di air (Nurmaini, 2001).

2.2 Perkembangbiakkan Nyamuk

Perkembangbiakan nyamuk selalu memerlukan tiga macam tempat yaitu tempat berkembang biak (breeding places), tempat untuk mendapatkan unpan/darah (feeding places) dan tempat untuk beristirahat (reesting palces). Nyamuk mempunyai tipe breeding palces yang berlainan seperti culex dapat berkembang di sembarangan tempat air, sedangkan Aedes hanya dapat berkembang biak di air yang cukup bersih dan tidak beralaskan tanah langsung, mansonia senang berkembang biak di kolam-kolam, rawa-rawa danau yang banyak tanaman airya dan Anopeheles bermacam breeding places, sesuai dengan jenis anophelesnya sebagai berikut :

1. Anopheles Sundaicus, Anopheles subpictus clan anopheles vagus senang berkembang biak di air payau.

2. Tempat yang langsung mendapat sinar matahari disenangi nyamuk anopheles sundaicus, anopheles mucaltus dalam berkembang biak.

3. Breeding palces yang terlindung dari sinar matahari disenangi anopheles vagus, anopheles barbumrosis untuk berkembang biak.

4. Air yang tidak mengalir sangat disenangi oleh nyamuk anopheles vagus, indefinitus, leucosphirus untuk tempat berkembang biak.

5. Air yang tenang atau sedikit mengalir seperti sawah sangat disenangi anopheles acunitus, vagus, barbirotus, anullaris untuk berkembang biak (Nurmaini, 2003).

Tempat beristirahat (resting places) biasanya setelah nyamuk betina menggigit orang/hewan, nyamuk tersebut akan beristirahat selama 2 – 3 hari, misalnya pada bagian dalam rumah sedangkan diluar rumah seperti gua, lubang lembab, tempat yang berwarna gelap dan lain – lain merupakan tempat yang disenangi nyamuk untuk berisitirahat (Nurmaini, 2003).

2.3 Habitat Nyamuk

Habitat nyamuk Menurut Gandahusada (1998), nyamuk lebih menyukai tempat perindukan yang berwarna gelap, terlindung dari sinar matahari, permukaan terbuka lebar, berisi air tawar jernih dan tenang. Tempat perindukan nyamuk (tempat nyamuk meletakkan telur) terletak di dalam maupun di luar rumah. Tempat perindukan di dalam rumah yaitu tempat-tempat penampungan air antara lain bak air mandi, bak air WC, tandon air minum, tempayan, gentong air, ember, dan lain - lain.

Tempat perindukan di luar rumah antara lain dapat ditemukan di drum, kaleng bekas, botol bekas, pot bekas, pot tanaman hias yang terisi air hujan dan lain-lain. Tempat perindukan nyamuk juga dapat ditemukan pada tempat penampungan air alami misalnya pada lubang pohon dan pelepah-pelepah daun (Gandahusada, 1998)

2.4 Pemilihan Hospes

Menurut Supartha (2008) dalam Lestari (2009), nyamuk betina membutuhkan darah untuk perkembangan telurnya. Darah dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan protein dalam proses pematangan telurnya). Perilaku mengkonsumsi darah inilah yang meningkatkan potensi nyamuk sebagai vektor penyakit

Nyamuk ini tertarik oleh karbon dioksida, bau tubuh dan panas tubuh hewan ataupun manusia. Kesukaan memilih inang mempengaruhi perilaku menghisap darah. Beberapa nyamuk lebih menyukai darah manusia (anthropophilic) dan lainnya lebih menyukai darah hewan (zoophilic) atau bahkan menyukai keduanya. C. quinquefasciatus, A. aegypti dan A.albopictus merupakan beberapa spesies yang tergolong anthropophilic sedangkan C. tritaeniorhynchus merupakan salah satu nyamuk yang tergolong zoophilic (Lestari, 2009).

2.5 Distribusi Penyebaran Nyamuk

Menurut Gandahusada (1998), nyamuk tribus culini (culex, Aedes, Mansonia) mempunyai jarak terbang pendek, biasanya hanya dalam puluhan meter saja, walaupun ada yang jarak terbang jauh kira-kira 30km (aedes vexans). Berbeda dengan tribus culini, tribus anophelini ( anopheles), mempunyai jarak terbang 0,5-3 km, dan dapat dipengaruhi oleh transportasi seperti (kendaran, kereta api, kapal laut dan kapal terbang) dan kencangnya angin.

2.6 Penyakit yang ditularkan oleh Nyamuk

Beberapa penyakit yang ditularkan oleh nyamuk menurut Gandahusada (1998), antara lain demam berdarah yang ditularkan oleh nyamuk A. aegypti atau A. albopictus, malaria yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles yaitu An. sundaicus, An. subpictus, An. aconitus dan An. maculatus), filariasis (penyakit kaki gajah) yang ditularkan oleh nyamuk Culex, Anopheles, Aedes dan Mansonia, chikungunya yang ditularkan oleh A. Aegypti, A. albopictus, Culex fatigans dan Mansonia sp.

BAB I

SIMPULAN

1.

2.

3.

4.

5.



DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 2008. Perkembangan Kasus Demam Berdarah di Indonesia. http://www.depkes.go.id. Diakses tanggal 13 Maret 2011.

Gandahusada, s; D. Henry; Pribadi W. 1998. Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.

Lestari, Bekti D; Gama Z.P; Rahardi Brian. 2009. Identifikasi Nyamuk Di Kelurahan Sawojajar Kota Malang. http://biologi.ub.ac.id/files/2010/12/BSS2010ZPGBR.pdf. Diakses Tanggal 8 Maret 2011.

Nasrin. 2008. Faktor-Faktor Lingkungan dan Perilaku yang Berhubungan dengan Kejadian Filariasis di Kabupaten Bangka Barat. http://eprints.undip.ac.id/18335/1/N_A_S_R_I_N.pdf. Diakses tanggal 10 Maret 2011.

Noor, Nasry. 2006. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular, PT. Rineka Cipta: Jakarta.

Nurmaini. 2001. Identifikasi ,Vektor dan Binatang Pengganggu serta Pengendalian Anopheles Aconitus secara Sederhana. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21913/4/Chapter%20II.pdf. Diakses tanggal 8 Maret 2011.

Nurmaini. 2003. Mentifikasi Vektor dan Pengendalian Nyamuk Anopheles. Aconitus Secara sederhana. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3705/1/fkm-nurmaini1.pdf. Diakses tanggal 10 Maret 2011.

Nursakinah. 2008.Efficacy Bioinsectiside Extract Mulwo Leaf (Annona feticula L.) As Larvacide to Aedes Aegepty In Laboratory. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/10/jtptunimus-gdl-s1-2008-nursakinah-495-3-bab2.pdf. Diakses tanggal 10 Maret 2011.

Rosa Emantis; Endah Setyaningrum; Sri Murwani; Irwan Halim. 2009. Identifikasi dan Aktivitas Menggigit Nyamuk Vektor Malaria Di Daerah Pantai Puri Gading Kelurahan Sukamaju Kecamatan Teluk Betung Barat Bandar Lampung. http://lemlit.unila.ac.id/file/arsip%202010./Prosiding%20Dies%20Natalis/KELOMPOK%20A/05%20Emantis%20-%20FMIPA.pdf. Diakses Tanggal 8 Maret 2011.


◄ Newer Post Older Post ►