Minggu, 20 Maret 2011

Budidaya Serai

Pendahuluan
Tanaman Atsiri untuk Konservasi dan Sumber Pendapatan Petani
Bencana banjir dan tanah longsor kini sedang melanda tanah air. Bencana itu bisa dicegah dengan melakukan konservasi. Tanaman atsiri bisa digunakan untuk konservasi, karena memiliki nilai tambah yang tinggi. Yang temasuk komoditas tanaman atsiri adalah tanaman serai wangi, ylang-ylang atau klausena. Pemanfaatan tanaman atsiri sebagai vegetasi konservasi sudah dikembangkan modelnya skala komersial di kota Sawahlunto, Sumatera Barat, sebagai hasil kerjasama antara pemerintah kota Sawahlunto dengan Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Jenis tanamannya adalah Ylang-ylang dan serai wangi. Tanaman ylang-ylang (Canaga odoratum Baili, Forma genuine) merupakan tanaman tahunan yang memiliki perakaran yang dalam, tumbuh cepat dan produksi biomasnya relatif tinggi, sehingga tanaman ini potensial untuk menjaga erosi dan merehabilitasi lahan kritis. Nilai tambah lebihnya adalah bunganya sebagai sumber minyak atsiri yang nilai ekonominya tinggi. Selain itu, kayu ylang-ylang juga dapat digunakan sebagai bahan bangunan.
Tanaman ylang-ylang dapat tumbuh baik dari dataran rendah sampai ketinggian 1.200 m
dpl, dan optimum pada ketinggian 500 m dpl., dengan curah hujan 2000-3000 mm/tahun
dengan bulan kering paling banyak tiga bulan dalam setahun.
Serai wangi (Cymbopogon nardus Rendle) merupakan salah satu tanaman penghasil
minyak atsiri. Tanaman ini mengandung 80-97 % total geraniol dan 30-45 % sitronella.
Budidaya serai wangi tidak banyak memerlikan persyaratan dan dapat ditanam pada
tanah yang kurang subur. Selain itu tanaman ini memiliki akar serabut yang banyak,
sehingga tanaman ini juga potensial untuk menjaga erosi dan merehabilitasi lahan-lahan
kritis.
Model Pengembangan
Pengembangan tanaman ylang-ylang dan serai wangi sebagai vegetasi konservasi dapat
diterapkan dengan teknologi budidaya lorong bermodel Slop Cropping menurut arah
kontour. Proposi tanaman ylang-ylang dan serai wangi diatur berdaasarkan tingkat
kemiringan lahan dengan memperhitungkan kanopi tanaman pada saat pertumbuhan
optimal. Lorong serai wangi sesuai kontour berselang seling dengan lorong ylang-ylang.
Lebar lorong serai wangi kira-kira 7 meter dan ylang-ylang 8 meter, sehingga
komposisinya adalah 40 % lahan untuk serai wangi dan 60 % lahan untuk ylang-ylang.
Jarak tanam serai wangi adalah 1 x 1 meter dan ylang-ylang adalah 3 x 3 meter segitiga
sama sisi searah garis kontour (Lihat Gambar).
Pemeliharaan tanaman untuk konservasi ini meliputi pembersihan dan penggemburan
ring dan pemupukan yang biasa dilakukan setiap selesai panen. Tanaman ylang-ylang
dapat menghasilkan biomas yang sangat tinggi, dan untuk menjaga agar tanaman ini tidak
terlalu tinggi perlu dilakukan pemangkasan. Hasil pemangkasan ini dapat dijadikan
sebagai mulsa atau pupuk organik bagi tanaman lainnya. Tanaman ylang-ylang sangat
rentan terhadap serangan hama ulat pemakan daun (Maenas maculifascia) sehingga perlu
monitoring tentang keberadaan hama tersebut untuk dapat dilakukan pengendalian sedini
mungkin. Bila pertumbuhan normal, tanaman ylang-ylang dapat berbunga pada umur 2,5
– 4 tahun.
Bunga yang telah matang (berwarna kuning) dipanen malai demi malai setiap 2 minggu.
Hasil panen (dalam keadaan segar) bunga dapat langsung disuling dengan steam
distilation (uap) dengan fraksinasi. Minyak yang keluar pada jam-jam pertama
penyulingan mutunya paling baik dan pada jam-jam selanjutnya mutunya menurun.
Peluang pasar minyak ylang-ylang di dunia masih cukup besar dengan harga berkisar
US$ 100-200/kg.
Tanaman serai wangi pada umur kira-kira enam bulan setelah tanam sudah dapat
dipanen, dan selanjutnya dapat dipanen setiap 3 bulan. Hasil penyulingan minyak serai
wangi sebagai vegetasi konservasi di Sawahlunto menunjukkan kandungan/mutu minyak
yang baik (Lihat Tabel).
Usah pengembangan serai wangi untuk vegetasi konservasi dapat dilakukan dengan
sistem kluster atau plasma petani yang khususnya akan sangat bermanfaat untuk
penanganan pasc panennya (penyulingan). Skala usaha optimum untuk seorang petani
adalah satu hektar, sedangkan kelayakan usaha penyulingan adalah dengan menggunakan
alat suling yang mampu menampung satu ton bahan baku untuk sekali penyu.ingan.
Untuk menghindari biaya transport bahan baku yang tinggi maka sebaiknya tempat
penyulingan tidak terlalu jauh dengan kawasan konservasi. Produksi serai wangi rata-rata
3 kg setiap rumpun, kemudian setiap panen hanya 100 rumpun maka setiap panen 300 kg
daun serai wangi, dengan harga jual daun serai wangi sebesar Rp125,-/kg maka petani
mendapatkan tambahan penghasilan Rp 37.500,-.sekali panen. Untuk mendapatkan
penghasilan tersebut, petani hanya membutuhkan waktu untuk panen serai wangi sekitar
3 jam. Artinya pekerjaan rutin lainnya seperti ke sawah, ladang dan pemeliharaan ternak
masih dapat dilakukan. Pengembangan serai wangi dan ylang-ylang yang dilikukan pada
lahan dengan kemiringan 20-30 % di Sawahlunto ternyata juga dapat mengurangi tingkat
erosi 15-20 % dari pengukuran berdasarkan banyaknya lapisan top soil yang hilang
dibandingkan dengan tanaman lain (pisang, jagung) yang diusahakan petani. Menurunnya
tingkat erosi semakin nyata pada tahun-tahun berikutnya, hal ini disebabkan makin
tingginya tingkat kerapatan tanaman dalam suatu areal.
Melihat keunggulan komparatif tanaman serai wangi dan ylang-ylang, maka kedua jenis
tanaman tersebut memungkinkan untuk dikembangkan sebagai vegetasi konservasi yang
sekaligus dapat menjadi sumber pendapatan petani.
Penulis dari Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik
Dimuat pada tabloid Sinar Tani, 14 Pebruari 2007
◄ Newer Post Older Post ►