BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Perjuangan manusia melawan gangguan hama (Artropoda pengganggu) sudah dimulai semenjak ia tercipta di muka bumi ini. Sebagian hama menyerang manusia dan hewan ternak baik secara langsung dengan menghisap darahnya, maupun tidak langsung sebagai penular berbagai jenis penyakit atau sebagai pengganggu dengan caranya “nimbrung”/ menempel pada inangnya sehingga menimbulkan gangguan fisik maupun psikis pada inangnya. Beberapa jenis hama diantaranya yaitu lalat, nyamuk, kutu, pinjal, caplak, tungau dan lain-lain (Kusumawati, 2011).
Kutu adalah serangga yang sangat mengganggu manusia karena menghisap darah. Kutu juga bisa menjadi vektor penyakit. Di Indonesia, sampai akhir tahun 1970an, permasalahan kutu banyak ditemukan di rumah, gedung pertunjukan, hotel atau tempat lainnya dimana manusia tidur atau duduk. Tetapi karena keberhasilan pengendalian dengan insektisida berbasis organoklorin (al. DDT), kutu busuk hampir dapat dikendalikan secara penuh, dan hampir tidak ada informasi tentang serangan kutu busuk dalam kurun waktu 1980-2000. Tetapi akhir-akhir ini, terutama dalam 3-5 tahun terakhir, kutu busuk mulai menjadi masalah, banyak ditemukan di hotel berbintang, losmen asrama, dan sedikit di rumah tinggal. Sebenarnya permasalahan yang (mulai) terjadi di Indonesia tidak separah permasalahan yang sudah terjadi di banyak negara di Eropa, Amerika Serikat, Canada, dan Australia; bahkan Malaysia dan Singapura mulai melaporkan adanya permasalahan dengan kutu busuk. Di AS, misalnya pada tahun 2007 dilaporkan telah terjadi peledakan populasi (out breaks) kutu busuk di 50 negara bagian.
Munculnya kembali kutu busuk, merupakan salah satu misteri dalam Entomologi, mengingat serangga penghisap darah ini hampir tidak muncul untuk jangka waktu puluhan tahun. Walaupun demikian, adalah fakta bahwa dengan adanya globalisasi, orang dan barang dapat dengan mudah berpindah dari satu tempat/negara ke tempat/negara lainnya. Mobilitas ini turut memberikan kontribusi terhadap penyebaran kutu busuk ini ke seluruh dunia. Indikasi ini dapat dilihat antara lain bahwa kutu busuk banyak ditemukan di tempat orang datang dan pergi seperti hotel, losmen, apartemen dan asrama. Kutu busuk (termasuk telurnya) dapat terbawa secara tidak sengaja beserta pakaian, dalam koper/ransel, suitcase dan sebagainya.
2. Tujuan
a. Mengetahui jenis spesies kutu beserta ciri dan dampaknya bagi kesehatan manusia.
b. Mengetahui cara pengendalian kutu.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Kutu
a. Jenis kutu
Kutu termasuk dari ordo phithiraptera, yang ditandai dengan tubuh yang pipih dorsoventral, tidak bersayap dan bagian tubuh terdiri dari kepala, toraks dan abdomen. Ordo Phithiraptera mempunyai empat sub ordo yaitu subordo Amblycera dan subordo ischnocera yang merupakan kelompok kutu penggigit (tidak menghisap darah) dan umumnya ditemui pada hewan. Selain itu subordo Rhynchophthirina dan subordo Anoplura merupakan kutu penggigit sekaligus penghisap darah. Dari keempat subordo itu Anoplura merupakan subordo yang mempunyai peranan yang penting dan berpengaruh bagi kesehatan dengan spesiesnya antara lain Pediculus humanus capitis (kutu kepala), pediculus humanus humanus (kutu badan), phthirus pubis (kutu kemaluan).
b. Biologi dan Perilaku Kutu
Ketiga jenis spesies dari subordo Anoplura bersifat kosmopolitan, artinya ditemui diseluruh dunia. Ketiganya hanya menjadi parasit pada manusia dan tidak pada hewan, karena memang pada umumnya kutu mempunyai kekhasan inang (host spesificity) yang tinggi dibandingkan dengan ektoparasit yang lainnya. Sehingga penularan kutu dari manusia ke hewan tidak terjadi, bahkan juga antara hewan yang berbeda spesies. Pada inangnya, penyebaran P. humanus capitis hanya terbatas pada daerah kulit atau rambut kepala terutama dibelakang kepala dan dekat telinga pada anak-anak. Telurnya dilekatkan pada pangkal rambut yang sangat dekat kulit kepala. Karena pertumbuhan rambut diperkirakan satu cm perbulan, maka jarak antara letak telur terjauh dengan kulit kepala dapat menunjukan sudah berapa lama infestasi kutu terjadi. Infestasi bisa mencapai 10-20 kutu dewasa per orang.penularan kutu rambut terutama terjadi akibatkontak antar inang seperti anak-anak yang tidur bersama pada satu ranjangatau bergantian sisir yang mengandung rambut berkutu.
Berbeda dengan kutu rambut yang memiliki penyebaran terbatas, kutu kemaluan dapat ditemui bukan hanya pada kulit atau rambut kemaluan tetapi juga daerah bermbut lainnya seperti rambut dada dan ketiak. Bahkan pada bulu mata dan jenggot jika infestasinya sudah cukup tinggi. Penularan kutu ini terutama terjadi akibat kontak seksualataupun hubungan intim yang lainnya. Adapun kutu badan yang memiliki morfologi yang mirip dengan kutu kepala tetapi lebih besar, umumnya ditemui pada pakaian terutama bagian pakaian yang melekat pada badan, seperti pakaian dalam, sellangkang celana panjang, lengan bagian ketiak, kerah ataupun bagian pundak. Hal ini terjadi karena kontak dengan inangnya hanya terjadi sewaktu menghisap darah dan setelah itu kembali ke pakaian. Kutu badan lebih banyak menghabiskan waktunya pada pakaian termasuk termasuk untuk bertelur.
Peranan kutu dalam kesehatan manusia terutama adalah akibat gigitan yang ditimbulkannya, apalagi pada infestasi yang tinggi. Gigitan kutu menimbulkan kegatalan dan iritasi yang berakhir dengan perlukaan kulit akibat garukan. Luka dapat diperparah dengan adanya infeksi sekunder baik dari mikroba maupun jamur dan akhirnya membentuk kerak berwarna gelap (hiperkeratinasi) dan penebalan dipermukaan kulit kepala terutama pada tempat-tempat predileksi kutu. Tanda khas permukaan kulit kepala ini dikenal sebagai Vagabond’s disease.
Kutu bisa menjadi vektor tranmisi dari beberapa penyakit. Namun hal ini belum pernah dilaporkan terjadi di Indonesia. penyakit-penyakit louse-borne epidemic typhus, relapsing fever, dan trench fever merupakan penyakit yang ditransmisikan oleh kutu. Louse born epidemica typhus dan relapsing fever termasuk dalam kategori penyakit-penyakit karantina. Penyakit-penyakit ini biasanya terdapat di mana banyak manusia hidup padat bersama tanpa banyak memperhatikan kebersihan perorangan, misalnya tidak atau jarang mandi, pakaian lama tidak dicuci, terutama pakaian-pakaian tebal. Penyakit-penyakit ini banyak terdapat dalam kazorne tentra, penjara, kamp konsentrasi dan sebagainya. Louse borne epidemic typhus dulu pernah dikenal sebagai "demam penjara" ( "jail fever " ). Dimasa perang penyakit ini banyak terdapat diantara prajurit-prajurit di front depan. Beberapa penyakit yang diperantarai oleh kutu diantaranya yaitu :
1) Louse borne thypus fever
Penyakit ini disebabkan oleh mikroorganisme Rickettsia prowazekii dan merupakan penyakit akut dan infeksius yang ditandai dengan sakit kepala, demam, dan gejala sakit pada umumnya. Penyakit ini terutama dikenal didaerah dingin dan dimasa perang akibat tingkat sanitasi yang rendah termasuk higiene pribadi yang memprihatinkan. Transmisi penyakit ini masih ditemui di wilayah pegunungan di Amerika tengah dan selatan, Afrika timur dan Himalaya. Transmisi Rickettsia penyebab penyakit ini terjadi melalui luka pada kulit manusia yang terkontaminasi dengan tinja kutu badan. Kutu badan yang menghisap darah penderita akan mengeluarkan tinja yang mengandung ricketsia dan apabila tinja ini mengering akan mudah sekali menyebarkan bahkan ricketsia dapat bertahan hidup dalam tinja kering kutu selama dua bulan.
2) Relapsing fever
Penyakit ini disebabkan oleh Borelia recurrentis. Sesuai dengan namanya penderita mengalami demam turun naik. Demam terjadi selama 2-9 hari, selanjutnya suhu tubuh turun selama 2-4 hari, dan kembali terjadi demam. Tingkat kematian akibat penyakit ini cukup tinggi bahkan mencapai 50% pada kejadian wabah. Seperti halnya demam tifus, tranmisi penyakit ini terjadi melalui kontaminasi luka oleh tinja kutu. Adapun penyakit ini dikenal di wilayah terbatas di Afrika, Asia, dan Amerika selatan.
3) Trench fever
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Rochalimaea quintana, dan menimbulkan gejala yang mirip dengan Relapsing fever yang diikuti dengan kesakitan disekujur tubuh. Akan tetapi penyakit jarang menimbulkan kematian. Negara-negara yang pernah terjangkit adalah Bolivia, Burundi, Etiopia, dan beberapa negara di Rusia, terutama pada para tahanan dimasa perang dunia pertama dan kedua. Hal ini terjadi akibat sanitasi yang rendah dan penuh sesaknya tahanan, sehingga transmisi penyakit yang melalui tinja kering kutu sangat mudah terjadi.
c. Siklus Hidup
Dalam hidupnya kutu mengalami metamorfosis yang tidak sempurna yang diawali dengan telur, nimfa, dan dewasa. Kutu betina meletakkan 9-10 telur sehari dan total 270-300 telur selama hidupnya. Telur kutu dilekatkan pada pada rambut inangnya dengan zat perkat khusus (disebut cement). Telur-telur tidak bisa menetas pada suhu dibawah 24oC dan diatas 37.5oC. Pada suhu diantara 24oC-37.5oC telur-telur kutu menetas dalam waktu kurang dari 2 minggu. Telur-telur menetas menjadi nimfa, nimfa sendiri merupakan bentuk miniatur dari kutu dewasa tapi belim mempunyai organ reproduksi yang belum senpurna. Pada stadium nimfa tumbuh dan bertukar kulit (molting) 3 x dalam wlaktu 3-9 hari menjadi nimfa instar satu, dua, tiga dan berubah menjadi kutu dewasa dengan ukuran maksimal 4,5 mm. Kutu jantan maupun betina menghisap darah inang setiap saat sejak stadium nimfa hingga dewasa.
2. Pengendalian Kutu
Penanganan kutu sangat tergantung dari kebersihan pribadi dan menghindari pemakaian alat-alat yang memungkinkan terjadi penularan kutu secara bersama, seperti sisir, topi, pakaian, dll. Tindakan monitoring terhadapkutu kepala dapat dilakukan terutama apabila terjadi kegatalan kulit kepala dan ditemui keberadaan telur kutu pada rambut. Untuk itu dapat digunakan sisir khusus yang memiliki jari-jari yang rapat (serit). Penggunaan serit efektif menghilangkan nimfa dan kutu dewasa namun tidak dengan telurnya, sehingga pemakaian serit harus dilakukan berulang dan bersamaan dengan itu hindari kontak dengan orang atau barangyang dapat menjadi sumber penularan. Yang penting diperhatikan kebersihan serit itu sendirisetelah dipakai, hal ini untuk menghindari penularan berulang. Secara sederhana penggunaan sabun untuk pencuci rambut dan air hangat secara teratur dapat menurunkan populasi nimfa dan kutu dewasa.
Aplikasi insektisida pada kulit kepala merupakan tindakan kontrol yang paling efekif. Saat ini telah tersedia dalam bentuk shampo, lotion, powder, dan emulsi. Dibandingkan yang lainnya bentuk powder atau bubukmerupakan formulasi yang kurang disukai dan kurang efektif. Emulsi merupakan bahan yang paling sering dijumpai bahkan di indonesia, hingga saat ini hanya dikenal satu jenis insektisida emulsi untuk kutu yang mengandung 1% lindan.
Berbagai perawatan yang bisa dilakukan agar menjaga kepala atau tubuh dari kutu antara lain :
a. Perawatan kimia (Chemical treatments)
Dalam perawatan kutu secara kimia harus memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1) Pastikan agar kepala yang dirawat benar-benar mempunyai kutu dan jangan dirawat jika tidak. Tidak ada perawatan pencegahan, jadi merawat anggota keluarga yang tidak mempunyai kutu tidak bermanfaat tetapi dapat menyumbang pada masalah bertambahnya kekebalan kutu terhadap perawatan kimia.
2) Bayi di bawah usia dua belas bulan, wanita yang hamil atau menyusui, atau orang yang mempunyai kulit kepala yang terganggu atau mengalami peradangan tidak harus dirawat. Konsultasikanlah dengan ahli kesehatan untuk meminta nasihat.
3) Jangan biarkan bahan kimia masuk ke dalam mata.
4) Banyak produk berbau kuat. Bahan berbau kuat yang dibiarkan pada rambut untuk waktu yang lama mungkin mengganggu anak.
5) Sewaktu melakukan perawatan kutu, pastikan agar membaca label terlebih dahulu dan menggunakannya sebagaimana yang diarahkan saja.
6) Jangan gunakan insektisida, alkohol atau minyak tanah pada kepala anak.
7) Jangan keringkan rambut dengan alat pengering setelah perawatan.
8) Jangan cuci rambut lagi selama 1-2 hari setelah perawatan.
9) Bubuh produk pada setiap helai rambut dan urut, biarkan selama 20 menit, dan sisir dengan sisir kutu yang berkualitas tinggi, dan bersihkan produk pada serbet kertas.
10) Jika ada kutu mati yang ditemui, maka produk telah berhasil. Namun, penting diingat bahwa karena tidak ada produk yang terbukti dapat membunuh telur, segala perawatan kimia harus dibubuh kembali tujuh hari kemudian untuk membunuh segala kutu yang mungkin menetas sejak perawatan pertama.
11) Jika Anda menemui kutu hidup, mungkin sekali perawatan tidak berhasil. Gunakan produk lain dengan bahan aktif yang berlainan (baca label) atau cobalah metode sisir dan kondisioner.
b. Metode sisir dan kondisioner (Comb and conditioner method)
Kutu bernapas melalui lubang kecil sepanjang perutnya. Dengan menyaluti rambut dan makanya menyaluti kutu dengan bahan yang pekat dan berminyak, lubang ini tutup,dan kutu tidak dapat bernapas selama kira-kira 20 menit. Walaupun sayangnya kutu tidak mati dengan metode ini, akibatnya kutu lebih lamban dan lebih mudah ditangkap. Nitbusting merupakan metode yang menggunakan sisir dan kondisioner (atau bahan lain yang berminyak) untuk merawat kutu. Penggunaan metode ini tidak akan membunuh kutu atau telur tetapi siri kutu yang berkualitas tinggi akan mengangkat kutu.
Jika Anda melalukan Nitbusting dengan anak Anda di rumah, gunakan petunjuk berikut:
1) Coba minta anak duduk antara kaki anda dengan bangku rendah atau memainkan video selama satu jam sewaktu anda melakukan perawatan.
2) Balutkan handuk atau serbet pada bahu anak untuk menyerap kondisioner yang tertumpah.
3) Angkat segala benda dari rambut dan buka tocang.
4) Bubuhkan banyak kondisioner pada kepala dan urut pada semua rambut. Akan menggunakan banyak kondisioner. Setiap helai rambut harus disaluti untuk memastikan sampai ke kutu.
5) Kutu hidup dekat dengan kulit kepala, jadi pastikan agar menyaluti rambut dekat dengan kepala. Tidak harus membubuh kondisioner sepanjang rambut. Menyisir rambut akan mencukupi. Pembubuhan kondisioner adalah untuk membatasi bergeraknya kutu cukup lama supaya dapat ditangkap dengan sisir.
6) Setelah membubuh kondisioner, gunakan sisir besar untuk membagikan sedikit rambut mulai dari leher dan secara berangsur ke bagian atas kepala. Telur sering ditemui di belakang telinga dan di bagian belakang kepala. Dengan menggunakan metode ini, lebih mungkin menemui kutu di bagian atas dan depan kepala.
7) Sewaktu rambut tidak terikat dan mudah diurus, gunakan sisir kutu yang halus untuk menyisir tiap bagian rambut beberapa kali.
8) Setiap kali selesai menyisir, bersihkan kondisioner dari sisir pada serbet kertas. Jika anak mempunyai kutu, akan kelihatan kutu pada serbet.
9) Tetap menyisir setiap bagian rambut sampai tidak ada kutu, anak kutu atau telur yang kelihatan pada serbet kerta. Sering akan melihat banyak kulit telur lama yang mungkin memakan waktu yang lama untuk dibersihkan.
10) Setelah selesai menyisir dan menyisir kembali setiap bagian rambut, ikat tocang kembali atau ikat ke belakang. Jika pendek sekali, usulkan kepada anak untuk mendandan rambut. Anak laki-laki sering senang jika rambut ditajamkan ke atas.
Hal-hal lain yang harus Anda ketahui mengenai metode sisir dan kondisioner (Other things you should know about the comb and conditioner method)
Bergantung pada panjang dan jenis rambut, sering lebih mudah untuk membagikan rambut yang panjang dan tebal sebelum membubuh kondisioner supaya rambut tidak terikat-ikat nanti. Kutu sering berkumpul pada bagian atas kepala, jadi Anda mungkin tidak menemui kutu dewasa sebelum Anda sampai ke bagian rambut yang terakhir ini. Namun, pada kepala yang mempunyai banyak kutu akan ada kutu pada seluruh kepala.Sisir kutu yang baik juga dapat menangkap anak kutu. Anak kutu mungkin sulit dilihat, tetapi kelihatan seperti serangga kecil pada serbet kertas.
Beberapa pengendalian kutu yang bisa dilakukan di sekolah antara lain :
1) Perawat sekolah memeriksa kutu rambut para siswa sekolah dasar secara teratur dan pemeriksaan tambahan dilakukan ketika ada informasi dari orang tua bahwa anaknya tidak pergi ke sekolah karena terinfeksi kutu rambut.
2) Ruang kelas dibersihkan setiap hari.
3) Lantai dan karpet dibersihkan setiap hari.
4) Anak‐anak diingatkan untuk tidak meminjamkan topi, sisir dan hiasan rambut kepada temannya.
5) Guru dan asisten guru memeriksa label pada topi untuk memastikan anak-anak memakai topinya masing‐masing.
6) Anak‐anak yang tidak menggunakan topi mereka sendiri akan duduk diluar selama jam istirahat (Peraturan sekolah: Tanpa topi tidak boleh bermain).
7) Mereka tidak akan diberikan topi siswa lain ataupun topi kelas.
BAB III
KESIMPULAN
1. Ada tiga spesies kutu dalam subordo Anoplura yang berpengaruh pada kesehatan manusia, yaitu P.humanus capitis (kutu kepala), Pediculus humanus humanus (kutu badan), Phthirus pubis (kutu kemaluan). Kutu mengalami metamorfosis yang tidak sempurna yang diawali dengan telur, nimfa, dan dewasa. Stadium nimfa tumbuh dan bertukar kulit (molting) 3 x dalam waktu 3-9 hari menjadi nimfa instar satu, dua, tiga dan berubah menjadi kutu dewasa dengan ukuran maksimal 4,5 mm. Kutu bisa menjadi vektor transmisi dari -penyakit louse-borne epidemic typhus, relapsing fever, dan trench fever.
2. Pengendalian kutu sangat tergantung dari kebersihan pribadi dan menghindari pemakaian aat-alat yang memungkinkan terjadi penularan kutu secara bersama, seperti sisir, topi, pakaian, dll. Pengendalian lain yang bisa dilakukan yaitu penggunaan serit, pencucian rambut, dan juga insektisida. Berbagai perawatan yang bisa dilakukan agar menjaga kepala atau tubuh dari kutu anatara lain perawatan secara kimia dan metode sisir dan kondisioner (Comb and conditioner method)
DAFTAR PUSTAKA
Kusumawati, U,H. 2011. Bioekologi Berbagai Jenis Serangga Pengganggu Pada Hewan Ternak Di Indonesia Dan Pengendaliannya. http://upikke.staff.ipb.ac.id/files/2011/03/Bioekologi-Berbagai-Jenis-Serangga Pengganggu-Peternakan-di-Indonesia-dan-Pengendaliannya.pdf. Diakses tanggal 1 April 2011.
Nuraini, S.D.2004.Pemberantasan Arthopoda yang penting dalam hubungan dengan kesehatan masyarakat.USU digital library. Sumatera Utara.
Soviana,susi.2006.Hama Pemukiman Indonesia Pengenalan, Biologi, dan Pengendalian.IPB.Bandung.