Kamis, 14 April 2011

Makalah Lalat dan Pengendaliannnya




BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG


Sistem Kesehatan Nasional dan Rencana Pokok Program Reformasi di Bidang Kesehatan telah menggariskan bahwa tujuan Reformasi Kesehatan adalah tercapainya kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur kesepakatan umum dari tujuan nasional. Masalah umum yang dihadapi dalam bidang kesehatan adalah jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cukup besar, dan distribusi yang belum merata, serta masalah pendidikan dalam tingkatan sosial ekonomi masyarakat yang masih rendah. Selain itu, keadaan lingkungan fisik dan biologis yang belum memadai, dimana baru sebagian kecil saja penduduk/orang yang dapat menikmati air bersih dan penggunaan pembuangan air kotor, pengelolaan sampah basah/kering yang sampai saat ini masih belum memenuhi syarat kesehatan, serta penyakit menular masih banyak diderita oleh masyarakat merupakan masalah kesehatan masyarakat yang masih terus terjadi sampai saat ini di Indonesia (Depkes, 1992).

Lalat merupakan species yang berperan dalam masalah kesehatan masyarakat. Ancaman lalat mulai diperhitungkan terutama setelah timbulnya masalah sampah yangmerupakan dampak negatif dari pertambahan penduduk. Sampah yang tidak dikelola dengan baik akan mengundang lalat untuk datang dan berkontak dengan manusia. Dengan didorong oleh rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat akan higiene dan sanitasi, pada akhirnya lalat akan menimbulkan masalah kesehatan masyarakat secara luas baik dari segi estetika sampai penularan penyakit. (Sitanggang, 2001).

Penularan penyakit oleh lalat dapat terjadi melalui semua bagian dari tubuh lalat seperti : bulu badan, bulu pada anggota gerak, muntahan serta faecesnya. Upaya pengendalian penyakit menular tidak terlepas dari usaha peningkatan kesehatan lingkungan dengan salah satu kegiatannya adalah pengendalian vektor penyakit termasuk lalat. Saat ini terdapat sekitar ± 60.000 – 100.000 spesies lalat, tetapi tidak semua species perlu diawasi karena beberapa diantaranya tidak berbahaya terhadap kesehatan masyarakat (Santi, 2001).

B. TUJUAN

1. Mengetahui klasifikasi lalat.

2. Mengetahui morfologi lalat.

3. Mengetahui biologi lalat.

4. Mengetahui pola penyebaran lalat.

5. Mengetahui peran lalat dalam kesehatan masyarakat dan penyakit yang ditimbulkan oleh lalat.

6. Mengetahui teknik-teknik pengendalian dan pemeberantasan lalat.

BAB II

PEMBAHASAN


A. KLASIFIKASI LALAT

Lalat merupakan salah satu insekta (serangga) termasuk dalam ordo diphtera yang mempunyai sepasang sayap berbentuk membran dan saat ini diseluruh dunia dapat dijumpai sekitar ± 60.000 – 100.000 spesies lalat (Santi, 2001). Lalat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Arthropoda

Class : Hexapoda

Ordo : Diptera

Family : Muscidae, Sarchopagidae, Challiporidae, dll.

Genus : Musca, Stomoxys, Phenisia, Sarchopaga, Fannia, dll.

Spesies : Musca domestica, Stomoxy calcitrans, Phenesia sp, Sarchopaga sp, Fannia sp,dll

Jenis Species dari Tiap-tiap Kelas Flies (Lalat) adalah Houseflies (lalat rumah, Musca domestica), Sandflies (lalat pasir, genus Phlebotomus), Tsetse flies (lalat tsetse, genus Glossina), Blackflies (lalat hitam, genus Simulium).

1. Genus Musca

Genus musca adalah spesies yang sering terdapat di sekitar rumah dan di dalam rumah, adapun tanda-tanda dari lalat rumah (Musca domestica) tubuh berwarna coklat dan kehitam-hitaman, pada thorax terdapat 4 garis hitam dan 1 garis hitam medial pada abdomen punggung, vein ke empat dari sayap berbentuk sudut, antena mempunyai 3 segmen, mata terpisah, methamorphosenya sempurna serta tubuh lalat jantan lebih kecil dari tubuh lalat betina. Lalat rumah, Musca domestica, hidup disekitar tempat kediaman manusia di seluruh dunia. Jenis lalat ini yang paling banyak diantara jenis-jenis lalat rumah. Karena fungsinya sebagai vektor tranmisi mekanis dari berbagai bibit penyakit disertai jumlahnya yang banyak dan hubungannya yang erat dengan lingkungan hidup manusia, maka jenis lalat Musca domestica ini merupakan jenis lalat yang terpenting ditinjau dari sudut kesehatan manusia.

2. Sandfly (Lalat Pasir)

Lalat pasir ialah vektor penyakit leishmaniasis, demam papataci dan bartonellosisi. Leishmania donovani, penyebab Kala azar; L. tropica, penyebab oriental sore; dan L. braziliensis, penyebab leishmaniasis Amerika, ditularkan oleh Phlebotomus. Demam papataci atau demam phlebotomus, penyakit yang disebabkan oleh virus banyak terdapat di daerah Mediterania dan Asia Selatan, terutama ditularkan oleh P. papatsii, yang menjadi infektif setelah masa perkembangan virus selama 7-10 hari. Bartonellosis juga terdapat di Amerika Selatan bagian Barat Laut sebagai demam akut penyakit Carrion dan sebagai keadaan kronis berupa granulema verrucosa. Basil penyebab adalah Bartonella bacilliformis, ditularkan oleh lalat pasir yang hidup di daerah pegunungan Andes.

3. Tsetse Flies (Lalat Tsetse)

Lalat tsetse adalah vektor penting penyakit trypanosomiasis pada manusia dan hewan peliharaan. Paling sedikit ada tujuh species sebagai vektor infeksi trypanosoma pada hewan peliharaan, species Trypanosoma rhodesiense yang menjadi penyebab trypanosomiasis, adalah Glossina morsitans, G. swynnertoni, dan G. Pallidipes. Vektor utama .pada Penyakit Tidur (Sleeping Sickness) di Gambia adalah species G. palpalis fuscipes dan pada daerah - daerah tertentu adalah species G. tachhinoides.

Klasifikasi ilmiah lalat Tsetse yaitu :

Kingdom : Animalia

Phylum : Arthropoda

Upafilum : Hexapoda

Kelas : Insecta

Upakelas : Pterygota

Infrakelas : Neoptera

Superordo : Endopterygota

Ordo : Diptera

Upaordo : Brachycera

Upaseksi : Caliptratae

Superfamili : Hippoboccoidea

Famili : Glossinidae

Genus : Glossina

Spesies : Glossina morsitans, G.fusca, G.palpalis.

4. Blackflies (Lalat Hitam)

Adalah vektor penyakit Oncheocerciasis Di Afrika adalah species Simulium damnosum dan S. neavei dan di Amerika adalah S. metallicum, S. ochraceum dan S. callidum. Species lain mungkin adalah vektor yang tidak penting dan menularkan onchocerciasis pada ternak dan penyakit protozoa pada burung.

5. Lalat rumah kecil (jenis Fannia)

Lalat rumah kecil ini menyerupai lalat rumah biasa, tetapi ukuran mereka jauh lebih kecil. Mereka membiak di kotoran manusia dan hewan dan juga dibagian-bagian tumbuhan yang membusuk, misalnya di tumpukan rumput yang membusuk.

6. Lalat kandang yang menggigit (= biting stable fly) = stomaxys caleitrans

Mereka menyerupai lalat rumah biasa, tetapi meraka mempunyai kebiasaan untuk menggigit. Tempat pembiakan hanya di tumbuhan-tumbuhan yang membusuk. Siklus hidupnya 21-25 hari.

Jenis lalat ini tidak penting untuk tranmisi penyakit manusia tetapi mereka bisa memindahkan penyakit-penyakit pada binatang.

Lalat ini berkembang biak di tempat kotoran basah hewan piaraan, orangutan, unggas atau buah-buahan yang sedang membusuk. Lalat ini lebih menyukai keadaan lebih sejuk dan lebih lembab. Lalat ini menghabiskan waktunya lebih banyak di dalam hunian manusia. Lalat ini tidak pernah melimpah populasinya di daerah tropika.

7. Bottle flies dan Blow flies

Jenis-jenis ini meletakkan telur-telur mereka pada daging. (Dalam hubungan ini mereka dikatakan mem ”bottle” atau ”blow” daging itu).

Jenis-jenis ini mencakupi :

- Black blowfly (jenis Phormia)

- Green dan bonze bottle flies (jenis phaenicia dsb)

- Blue bottle flies (jenis Cynomyopsis dan Calliphora)

Jenis-jenis lalat ini lebih jarang masuk dalam rumah-rumah dan restoran-restoran daripada lalat rumah biasa, karena itu mereka dianggap tidak terlalu penting sebagai vektor penyakit manusia. Mereka biasanya membiak di bahan binatang yang membusuk, tetapi mereka juga bisa bertelur ditumbuhan-tumbuhan segar dan membusuk kalau tidak ada daging binatang.

Siklus hidup jenis-jenis lalat ini sangat menyerupai siklus hidup lalat rumah biasa. Mereka juga dapat terbang jauh. Larva dari banyak jenis-jenis lalat ini menyebabkan myasis pada binatang dan manusia.

8. Lalat daging (Genus Sarcophaga)

Jenis-jenis lalat ini termasuk dalam genus Sarcophaga, artinya pemakan daging. Ukuran mereka besar dan terdapat bintik merah pada ujung badan mereka. Larva dari banyak jenis-jenis lalat ini hidup dalam daging, tetapi pembiakan bisa juga terjadi dalam kotoran binatang.

Beberapa jenis tidak bertelur tetapi mengeluarkan larva. Mereka jarang masuk dalam rumah-rumah dan restoran-restoran dan karena itu mereka tidak penting sebagai vektor mekanis penyakit manusia. Tetapi mereka bisa menyebabkan myiasis pada manusia. Lalat ini berwarna abu-abu tua, berukuran sedang sampai besar, kira-kira 6-14 mm, lalat ini bersifat viviparus dan mengeluarkan larva hidup pada tempat perkembangbiakannya seperti daging, bangkai, kotoran dan sayur-sayuran yang sedang membusuk. Siklus hidup lalat ini berlangsung 2-4 hari,umumnya ditemukan di pasar dan warung terbuka, pada daging, sampah dan kotoran tetapi jarang memasuki rumah (Nurmaini, 2001).

B. MORFOLOGI LALAT

Pada umumnya berukuran kecil,sedangs sampai berukuran besar, mempunyai sepasang sayap di bagian depan dan sepasang halter sebagai alat keseimbangan di bagian belakang,bermata majemuk dan sepasang antena yang seringkali pendek terdiri atas tiga ruas. Mata lalat jantan lebih besar dan sangat berdekatan satu sama lain sedang yang betina tampak terpisah oleh suatu celah dan berbentuk lebih besar daripada lalat jantan (Santi, 2001).

C. BIOLOGI LALAT

1. Siklus Hidup Lalat

Dalam kehidupan lalat dikenal ada 4 (empat) tahapan yaitu mulai dari telur, larva, pupa dan dewasa. Lalat berkembang biak dengan bertelur, berwarna putih dengan ukuran lebih kurang 1 mm panjangnya. Setiap kali bertelur akan menghasilkan 120–130 telur dan menetas dalam waktu 8–16 jam .Pada suhu rendah telur ini tidak akan menetas (dibawah 12 –13 º C). Telur yang menetas akan menjadi larva berwarna putih kekuningan, panjang 12-13 mm. Akhir dari phase larva ini berpindah tempat dari yang banyak makan ke tempat yang dingin guna mengeringkan tubuhnya, Setelah itu berubah menjadi kepompong yang berwarna coklat tua, panjangnya sama dengan larva dan tidak bergerak. Phase ini berlangsung pada musim panas 3-7 hari pada temperatur 30–35 º C, Kemudian akan keluar lalat muda dan sudah dapat terbang antara 450–900 meter, Siklus hidup dari telur hingga menjadi lalat dewasa 6-20 hari Lalat dewasa panjangnya lebih kurang ¼ inci, dan mempunyai 4 garis yang agak gelap hitam dipunggungnya. Beberapa hari kemudian sudah siap untuk berproduksi, pada kondisi normal lalat dewasa betina dapat bertelur sampai 5 (lima) kali. Umur lalat pada umumnya sekitar 2-3 minggu, tetapi pada kondisi yang lebih sejuk biasa sampai 3 (tiga) bulan Lalat tidak kuat terbang menantang arah angin, tetapi sebaliknya lalat akan terbang jauh mencapai 1 kilometer.

2. Makanan

Lalat dewasa sangat aktif sepanjang hari terutama pada pagi hingga sore hari. Serangga ini sangat tertarik pada makanan manusia sehari-hari seperti gula, susu, makanan olahan, kotoran manusia dan hewan ,darah serta bangkai binatang Sehubungan dengan bentuk mulutnya, lalat hanya makan dalam bentuk cairan, makanan yang kering dibasahi oleh lidahnya terlebih dahulu baru dihisap air merupakan hal yang penting dalam hidupnya, tanpa air lalat hanya hidup 48 jam saja. Lalat makan paling sedikit 2-3 kali sehari.

3. Tempat Perindukan

Tempat yang disenangi adalah tempat yang basah seperti sampah basah, kotoran binatang, tumbuh-tumbuhan busuk, kotoran yang menumpuk secara kumulatif (dikandang).

a. Kotoran Hewan

Tempat perindukan lalat rumah yang paling utama adalah pada kotoran hewan yang lembab dan masih baru (normal nya lebih kurang satu minggu).

b. Sampah dan sisa makanan dari hasil olahan

Disamping lalat suka hinggap juga berkembang baik pada sampah, sisa makanan, buahbuahan yang ada didalam rumah maupun dipasar.

c. Kotoran Organik

Kotoran organik seperti kotoran hewan, kotoran manusia. Sampah dan makanan ikan adalah merupakan tempat yang cocok untuk berkembang biaknya lalat.

d. Air Kotor

Lalat Rumah berkembang biak pada pemukaan air kotor yang terbuka.

4. Ekologi Lalat Dewasa

Dengan memahami ekologi lalat kita dapat menjelaskan peranan lalat sebagai karier penyakit dan dapat pula membantu kita dalam perencanaan pengawasan. Lalat dewasa aktif pada siang hari dan selalu berkelompok. Pada malam hari biasanya istirahat walaupun mereka dapat beradaptasi dengan cahaya lampu yang lebih terang.

a. Tempat peristirahatan

Pada Waktu hinggap lalat mengeluarkan ludah dan tinja yang membentuk titik hitam. Tanda-tanda ini merupakan hal yang penting untuk mengenal tempat lalat istirahat. Pada siang hari lalat tidak makan tetapi beristirahat di lantai dinding, langit-langit, rumputrumput dan tempat yang sejuk. Juga menyukai tempat yang berdekatan dengan makanan dan tempat berbiaknya, serta terlindung dari angin dan matahari yang terik. Didalam rumah, lalat istirahat pada pinggiran tempat makanan, kawat listik dan tidak aktif pada malam hari. Tempat hinggap lalat biasanya pada ketinggian tidak lebih dari 5 (lima) meter.

b. Fluktuasi Jumlah lalat

Lalat merupakan serangga yang bersifat fototropik yaitu menyukai cahaya. Pada malam hari tidak aktif, namun dapat aktif dengan adanya sinar buatan. Efek sinar pada lalat tergantung sepenuhnya pada temperatur dan kelembaban jumlah lalat akan meningkat jumlahnya pada temperatur 20 º C – 25 º C dan akan berkurang jumlahnya pada temperatur < 10 º C atau > 49 º C serta kelembaban yang optimum 90 %.

c. Perilaku dan perkembangbiakan

Pada siang hari lalat bergerombol atau berkumpul dan berkembang biak di sekitar sumber makanannya. Penyebaran lalat sangat dipengaruhi oleh cahaya, temperatur, kelembaban. Untuk istirahat lalat memerlukan suhu sekitar 35º- 40ºC, kelembaban 90%. Aktifitas terhenti pada temperatur < 15ºC.

D. POLA PENYEBARAN LALAT

1. Pola Distribusi

Musca domestica dan Chrysomya megachepala adalah lalat yang tersebar secara kosmopolitan dan bersifat sinantropik yang artinya lalat ini mempunyai hubungan ketergantungan yang tinggi dengan manusia karena zat-zat makanan yang dibutuhkan lalat sebagian besar ada pada makanan manusia. Lalat lebih aktif pada tempat yang terlindung dari cahaya daripada tempat yang langsung terkena cahaya matahari. Penyebaran yang luas dari kedua jenis lalat ini dimungkinkan karena daya adaptasinya yang tinggi. Kepadatan lalat di suatu daerah, sangat dipengaruhi oleh: tempat perindukan, cahaya matahari, temperatur dan kelembaban. Kepadatan lalat akan tinggi jika temperatur antara 20-25 C. Populasi menurun apabila temperatur > 450C dan < 100C. Pada temperatur yang sangat rendah, lalat tetap hidup dalam kondisi dorman pada stadium dewasa atau pupa. Kebiasaan & distribusi lalat pada Siang hari akan berada di sekitar tempat makan & tempat perindukan di mana juga terjadi perkawinan & istirahat. Penyebaran dipengaruhi oleh reaksinya terhadap cahaya, temperatur, kelembaban, textur dan warna permukaan yang disenangi untuk istirahat. Aktivitas lalat: bertelur, berkawin, makan dan terbang, terhenti pada temperature di bawah 15oC. Lalat umumnya aktif pada kelembaban udara yang rendah. Pada temperatur di atas 20oC lalat akan berada di luar rumah, di tempat yang ternaung dekat dengan udara bebas. Pada waktu tidak makan lalat akan istirahat pada permukaan horisontal atau pada kabel yang membentang atau tempat-tempat yang vertikal dan pada atap di dalam rumah khususnya malam hari.

2. Ketahanan Hidup

Tergantung pada musim dan temperatur: Lalat dewasa hidup 2-4 minggu pada musim panas dan lebih lama pada musim dingin yaitu bisa mencapai 3 bulan, mereka paling aktif pada suhu 32,50C dan akan mati pada suhu 450C. Lalat melampaui musim dingin (over wintering) sebagai lalat dewasa, dan berkembang biak di tempat-tempat yang relatif terlindung seperti kandang ternak dan gudang-gudang. Pada stadium telur biasanya tidak tahan terhadap suhu yang ekstrim dan akan mati bila berada dibawah 50C dan di atas 400C. Lamanya tahap instar larva sangat tergantung pada suhu dan kelembaban lingkungan.Pada suhu -20C larva dapat bertahan beberapa hari , di bawah suhu 100C larva tidak dapat berkembang menjadi pupa.

E. PERAN LALAT DALAM KESEHATAN MASYARAKAT DAN PENYAKIT YANG DISEBABKAN OLEH LALAT

Peranan lalat dalam kesehatan masyarakat maupun hewan telah banyak diketahui. Sehubungan dengan perilaku hidupnya yang suka di tempat-tempat yang kotor yaitu tumpukan sampah, makanan, dan pada tinja, dari situlah lalat membawa berbagai mikroorganisme penyebab penyakit. Lalat selain sangat mengganggu juga ada yang berperan sebagai vector mekanik beberapa penyakit (Kartikasari, 2008).

Lalat merupakan vector penting dalam penyebaran penyakit pada manusia dan juga kehidupan lalat yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Di samping lalat sebagai vector penyakit, lalat merupakan binatang yang menjijikkan bagi kebanyakan orang. Karena penularan penyakitnya dapat secara mekanik, yaitu penularan dari penderita ke orang lain atau dari suatu bahan tercemar (makanan, minuman, dan air) ke orang sehat dengan perantara menempelnya bagian tubuh lalat misalnya lewat prombosis, tungkai, kaki dan badan lalat (Kartikasari, 2008).

Berbagai penyakit yang ditularkan oleh lalat antara lain virus, bakteri, protozoa dan telur cacing yang menempelpada tubuh lalat dan ini tergantung dari spesiesnya. Lalat Musca domestica dapat membawa telur cacing (Oxyrus vermicularis, Tricuris trichiura, Cacing tambang, dan Ascaris lumbricoides), protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamlia, dan Balantidium coli), bakteri usus (Salmonella, Shigella dan Eschericia coli), Virus polio, Treponema pertenue (penyebab frambusia), dan Mycobacterium tuberculosis. Lalat domestica dapat bertindak sebagai vector penyakit typus, disentri, kolera, dan penyakit kulit. Lalat Fannia dewasa dapat menularkan berbagai jenis penyakit myasis (Gastric, Intestinal, Genitaurinary). Lalat Stomoxys merupakan penyakit surra (disebabkan oleh Trypanosima evansi), anthraks, tetanus, yellow fever, traumatic miasis dan enteric pseudomiasis (walaupun jarang). Lalat hijau (paenicia dan chrysomya) dapat menularkan penyakit myasis mata, tulang dan organ lain melalui luka. Lalat Sarcophaga dapat menularkan penyakit myasis kulit, hidung, sinus, jaringan vagina dan usus (Kartikasari, 2008).

F. TEKNIK PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN LALAT

1. Perbaikan Hygiene dan sanitasi lingkungan

Perbaikan Hygiene dan sanitasi lingkungan merupakan langkah awal yang sangat penting dalam usaha menganggulangi berkembangnya populasi lalat baik dalam lingkungan peternakan maupun pemukiman. Selain murah dan sederhana juga efektif serta tidak menimbulkan efek-efek samping yang membahayakan lingkungan (Sitanggang, 2001).

a. Mengurangi atau menghilangkan tempat perndukan lalat.

1) Kandang ternak

a) Kandang harus dapat dibersihkan

b) Lantai kandang harus kedap air, dan dapat disiram setiap hari

c) Terdapat saluran air limbah yang baik (HAKLI, 2009).

2) Kandang ayam dan burung

a) Bila burung/ternak berada dalam kandang dan kotorannya terkumpul disangkar, kadang perlu dilengkapi dengan ventilasi yang cukup agar kandang tetap kering.

b) Kotoran burung/ternak dapat dikeluarkan dari sangkar dan secara interval (disarankan setiap hari) dibersihkan (DEPKES, 1992).

3) Timbunan kotoran ternak

Timbunan pupuk kandang yang dibuang ke permukaan tanah pada temperatur tertentu dapat menjadi tempat perindukan lalat. Sebagai upaya pengendalian, kotoran sebaiknya diletakkan pada permukaan yang keras/semen yang dikelilingi selokan agar lalat dan pupa tidak bermigrasi ke tanah sekelilingnya. Pola penumpukan kotoran sacara menggunung dapat dilakukan untuk mengurangi luas permukaan. Tumpukan kotoran sebaiknya ditutupi plastik untuk mencegah lalat meletakkan telurnya dan dapat membunuh larva karena panas yang diproduksi oleh tumpukan kotoranakibat proses fermentasi (HAKLI, 2009).

4) Kotoran Manusia

Jamban yang memenuhi syarat kesehatan sangat diperlukan guna mencegah perkembangbiakan lalat pada tempat-tempat pembuangan faces. Jamban setidaknya menggunakan model leher angsa dan berseptic tank. Selain itu, pada pipa ventilasi perlu dipasang kawat kasa guna mencegah lalat masuk dan berkembang biak di dalam septic tank (HAKLI, 2009).

Daerah-daerah pengungsian merupakan daerah yang sangat potensial untuk tempat perindukan lalat. Hal ini dikarenakan secara umum pada daerah tersebut jarang sekali ditemukan jamban-jamban yang memenuhi syarat kesehatan, bahkan banyak diantaranya yang hanya menggunakan lahan terbuka sebagai jamban. Sebaiknya, bila fasilitas jamban tidak ada/tidak sesuai, masyarakat pengungsi dapat melakukan buang air besar pada jarak ± 500 meter dengan arah angin yang tidak mengarah ke dekat tempat perindukan atau timbunan makanan dan 30 meter dari sumber air bersih dengan membuat lubang dan menutupnya secara berlapis agar tidak menimbulkan bau yang dapat merangsang lalat unutk datang dan berkembang biak (DEPKES, 1992).

5) Sampah basah dan sampah organik

Pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan sampah yang dikelola dengan baik dapat menghilangkan media perindukan lalat. Bila sistem pengumpulan dan pengangkutan sampah dari rumah tidak ada, sampah dapat dibakar atau dibuang ke lubang sampah, dengan catatan bahwa setiap minggu sampah yang dibuang ke lubang sampah harus ditutup dengan tanah. Dalam cuaca panas, larva lalat ditempat sampah dapat menjadi pupa hanya dalam waktu 3 –4 hari (DEPKES, 1992).

Membersihkan sisa-sisa sampah yang ada di dasar tong sampah merupakan hal yang penting karena lalat masih dapat berkembang biak pada tempat tersebut. Pembuangan sampah akhir pada TPA yang terbuka perlu dilakukan dengan pemadatan sampah terlebih dahulu dan ditutup setiap hari dengan tanah setebal 15 - 30 cm. Hal ini bertujuan untuk penghilangan tempat perkembang biakan lalat. Lokasi tempat pembuangan akhir sampah adalah harus berjarak beberapa kilometer dari rumah penduduk(DEPKES, 1992).

6) Tanah yang mengandung bahan organik.

Lumpur dan lumpur organik dari air buangan disaluran terbuka, septic tank dan rembesan dari lubang penampungan harus di hilangkan. Saluran air dapat digelontor. Tempat berkembang biak lalat dapat dihilangkan dengan menutup saluran, tetapi perlu dipelihara dengan baik, Air kotor yang keluar melalui outlet ke saluran dapat dikurangi. Tindakan pencegahan ditempat pemotongan hewan, tempat pengolahan dan pengasinan ikan, lantainya terbuat dari bahan yang kuat dan mudah digelontor untuk dibersihkan (DEPKES, 1992).

b. Mengurangi Sumber yang menarik lalat

mengurangi sumber yang menarik lalat dapat dilakukan dengan:

1) Menjaga kebersihan lingkungan

2) Membuat saluran air limbah (SPAL)

3) Menutup tempat sampah

4) Industri yang menggunakan produk yang dapat menarik lalat dapat dipasang alat pembuang bau (Exhaust) (DEPKES, 1992).

c. Mencegah kontak antara lalat dengan kotoran yang mengandung kuman penyakit

Sumber kuman penyakit dapat berasal dari kotoran manusia, bangkai binatang, sampah basah, lumpur organik dan orang yang sakit mata. Cara untuk mencegah kontak antara lalat dan kotoran yang mengandung kuman, dapat dilakukan dengan:

1) Membuat konstruksi jamban yang memenuhi syarat, sehingga lalat tidak bisa kontak dengan kotoran.

2) Mencegah lalat kontak dengan orang yang sakit, tinja, kotoran bayi, dan penderita sakit mata.

3) Mencegah agar lalat tidak masuk ke tempat sampah pemotongan hewan dan bangkai binatang.

4) Melindungi makanan, peralatan makan, dan orang yang kontak dengan lalat dengan :

a) Makanan dan peralatan makan yang digunakan harus anti lalat

b) Makanan disimpan di lemari makan

c) Membungkus makanan

d) Jendela dan tempat-tempat terbuka dipasang kawat kasa.

e) Pintu dipasang dengan sistem yang dapat menutup sendiri

f) Pintu masuk dilengkapi dengan gor anti lalat

g) Penggunaan kelambu atau tudung saji

h) Kipas angin elektrik dapat dipasang untuk menghalangi lalat masuk

i) Memasang stik berperekat anti lalat sebagai perangkap (DEPKES, 1992).

2. Pemberantasan secara langsung

Metode membunuh telur, larva, maupun lalat dewasa secara langsung dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Metode fisik

Metode fisik merupakan metode yang murah, mudah dan aman tetapi kurang efektif apabila digunakan pada tempat dengan kepadatan lalat yang tinggi. Cara ini hanya cocok digunakan pada skala kecil seperti dirumah sakit, kantor, hotel, supermarket dan pertokoan lainnya yang menjual daging, sayuran, atau buah-buahan (DEPKES, 1992).

1) Fly traps

Metode ini terdiri dari dua bagian, yang pertama merupakan kontainer/kaleng tempat umpan (bait) dengan volume 18 liter. Bagian kedua terdiri dari sangkar tempat lalat terperangkap berbentuk kotak dengan ukuran : 30 cm x 30 cm x 45 cm. Dua bagian tersebut disusun dengan sangkar berada diatas, jarak antara dua bagian tersebut diberi sekat berlubang 0,5 cm sebagai jalan masuk lalat ke dalam perangkap (HAKLI, 2009). Kontainer/kaleng harus terisi setengah dengan umpan yang akan membusuk di dalam kontainer/kaleng tersebut. Perlu diperhatikan bahwa jangan sampai ada air tergenang dibagian bawah kotainer tersebut. Dekomposisasi sampah basah dari dapur seperti sayuran hijau, sereal, dan buah-buahan merupakan umpan yang paling baik (DEPKES, 1992).

Model ini bisa digunakan selama 7 hari setelah itu umpan dibuang dan diganti. Fly traps dapat menangkap lalat dalam jumlah besar dan cocok untuk penggunaan diluar rumah, diletakkan pada udara terbuka, tempat yang terang dan terhindar dari bayang-bayang pohon (HAKLI, 2009).

2) Sticky tapes

Alat ini berupa tali/pita yang dilumuri larutan gula sehingga lalat akan lengket dan terperangkap. Bila tidak tertutup debu alat sticky tapes bisa bertahan selama beberapa minggu. Cara pemasangannya adalah dengan menggantungkannya dekat atap rumah (HAKLI, 2009).

Insektisida juga bisa ditambahkan untuk mematikan lalat yang telah menempel pada perangkap tersebut. Insektisida yang biasa dipakai antara lain adalah diazinon, malathion, ronnel, DDVP, dibrom, dan bayer L 13/59 (Santi, 2001).

3) Light trap with electrocutor

Prinsip alat ini adalah membunuh lalat dengan listrik. Lalat yang hinggap pada lampu akan kontak dengan electrocuting grid yang membingkai lampu dengan cahaya blue atau ultraviolet. Dalam penggunaannya perlu diujicoba terlebih dahulu karena tidak semua lalat tertarik dengan alat ini. Alat ini banyak dipakai di dapur rumah sakit, restoran, lokasi penjualan buah supermarket (HAKLI, 2009).

4) Pemasangan kawat/plastik kasa pada pintu dan jendela serta lubang angin/ventilasi

5) Membuat pintu dua lapis, daun pintu pertama kearah luar dan lapisan kedua merupakan pintu kasa yang dapat membuka dan menutup sendiri (DEPKES, 1992).

b. Metode kimia

Pengendalian lalat dengan bahan kimia (insektisida) direkomendasikan hanya jika benar-benar diperlukan misalnya pada kondisi KLB kolera, disentri, atau trachoma. Hal ini dilakukan guna menghindari kemungkinan terjadinya resistensi. Beberapa metode kimia yang dapat dilakukan adalah Vaporizing (slow release), toxic bait, space spraying (quickly knocked down, short lasting) di dalam rumah maupun di luar rumah, dan residual spraying (slow lasting) pada tempat peristarahatan lalat.

1) Umpan (bait)
Insektisida Tipe umpan
Kering tersebar Cairan tetes Cairan curah Merekat
ORGANO PHOSPHORUS
Dichiorvos + ++ ++
Dimethoate + ++
Trichiorfon ++ ++ ++ ++
Azametiphos + ++
Diazinon ++ + +
Fenchiorvos + + +
Malathion + + +
Naled + + ++
Propetamphos
CARMABATE
Bendiocarb ++ +
Dimetilan ++ +
Methomyl ++
Propoxur ++ +
formaldehyde +
Keterangan : + atau ++ menunjukkan insektisida yang paling cocok atau sudah cukup luas digunakan untuk tipe aplikasi tertentu (DEPKES, 1992).

2) Indoor residual spraying (IRS)
insektisida Dosis bahan aktif (g/mm2) Keterangan
ORAGANO PHOSPORUS
azamethipos 1,0-2,0 Dijual sebagai umpan bergula (kekebalan teingkat rendah telah terjadi di sebagian besar tempat).
bromophos 1,0-2,0
diazinon 0,4-1,0
dimethoate 0,25-1,0
chlorfenvinphos 0,4 Masalah kekebalan terjadi di sebagian besar daerah/negara.
fenchiorvos 1,0-2,0
Fenitrothion 1,0-2,0
jodfenphos 1,0-2,0
malathion 1,0-2,0
Primiphos methyl 1,0-2,0
propetamphos 0,25-1,0 Kekebalan tingkat rendah telah terjadi di sebagian besar tempat.
Trichlorfon 1,0-2,0 Umumnya digunakan dalam formulasi bentuk umpan bergula.
PIRETROID
alphacypermethrin 0,02
cyfluthrin 0,03
cypemethrin 0,025-0,1
deltamethrin 0,01-0,015 Di canada dan sebagian besar eropa telah dengan cepat terjadi kekebalan.
fenvalerate 1,0
permethrin 0,025-0,1
Keterangan: Untuk sebagian besar golongan organoposporus terdapat larangan diberbagai negara untuk digunakan di pabrik susu, pabrik pengolahan makanan atau tempat lain dimana makanan terpapar dan beberapa dari golongan ini juga dilarang digunakan dimana terdapat ayam, kerbau dan binatang lainnya (DEPKES, 1992).

3) Indoor & outdoor space spraying
Insektisida Dosis bahan aktif (g/ha)
ORAGANO PHOSPHORUS
50-200
Azamethiphos 340
Diazinon 340
Dichiorvos 220
Fenchiorvos 450
Jodfenphos 350
Malathion 670
Baled 220
Primiphos methyl 250
PIRTROID
Boresmethrin 5-10
Cyfluthrin 2
Deltamethrin 0,5-1,0
Phenothrin 5-10
Permethrin 5-10
Pyrethrins 20
Resmethrin 20
Keterangan :

a) Di daerah dimana lalat belum kebal terhadap Insektisida

b) Dikombinasikan dengan piretroid lain akan memberikan efek knockdown yang cepat atau dengan sinergis seperti piperonyl butoxide (5–10g/ha) (DEPKES, 1992).

c) Timbunan kotoran hewan bisa disemprot dengan diazinon dan malathion (sebagai emulsi) atau insektisida lain (Ronnel, DDVP) guna mematikan larva lalat.

4) Insect repellents

Formula pembuatan insect repellents
Bahan Berat (g) Bagian Cara Pembuatan
White petroleum jelly 57 8 Campurkan baha-bahan tersebut sehingga menjadi cream dan oleskan pada kulit.
Oil of citronella 14 2
Spirit of camphor 7 1
Cedar wood oil 7 1
Oil of citronella 28 2 Campurkan bahan-bahan tersebut sehingga menjadi lotion dan oleskan pada kulit.
Spirit of camphor 28 2
Cedar wood oil 14 1
Oil of citronella 28 1 Campurkan bahan-bahan tersebut sehingga menjadi lotion dan oleskan pada kulit.
Liquid petroleum 113 4
Oil of citronella 85 12 Campurkan bahan-bahan tersebut sehingga menjadi lotion dan oleskan unutkkulit yang sensitive, castrol oil ditingkatkan menjadi 170g
Spirit of champor 28 4
Oil of tar 28 4
Oil of pennyroyal 2 7 1
Castor oil or tallow 113 16
Keterangan: akan mengusir nyamuk dan lalat untuk repellent dengan bahan kimia dengan kadar yang tinggi (DEPKES, 1992).

5) Fly paper
bahan Berat (g) bagian Cara pembuatan
rosin 907 1 Panaskan kedua bahan tersebut sampai berwarna seperti molasses, sementara masih panas, kuas/sapukan pada bagian dari semua jenis kertas, letakkan bebrap fly paper tersebut dalam ruangan
Castrol oil 4732 5
Sumber: (DEPKES, 1992)

c. Metode biologi

Metode pengendalian biologis adalah metode pengendalian dengan menggunakan makhluk hidup baik berupa predator, parasitoid maupun kompetitor (Sitanggang, 2001). Misalnya adalah menggunakan pemangsa yang menguntungkan dengan cara merangsang pertumbuhan musuh alami lalat dengan menjaga kotoran dari kandang dalam keadaan kering. Kotoran kering akan membantu mendukung berkembangnya pemangsa dan benalu dari perkembangbiakan lalat seperti kumbang, kutu dan lebah. Namun perlu diketahui bahwa pertumbuhan musuh lalat ini umumnya lebih lambat dibanding lalat itu sendiri (Buletin CP, 2004).

Di Denmark telah ditemukan penemuan baru berupa pemangsa lalat dari lalat itu sendiri. Prinsip yang dipakai adalah jika kepadatan lalat makin tinggi, maka lalat ini dapat menjadi pemangsa bagi lalat lain. Asal pemangsa yang digunakan ini ditemukan di Kenya, termasuk genus Ophyra Aeenses yang dapat memangsa lalat yang tidak diinginkan. Serangga Kenya ini bertelur di kotoran dan dapat berhenti bereproduksi ketika temperatur dibawah 15 – 17◦ C (Buletin CP, 2004).

Legner et al dalam Sitanggang (2001), dijelaskan bahwa ia telah berhasil mempelajari kebiasaan parasitoid dari diptera yang berkembang biak pada pupa lalat, diantaranya adalah tungau dari genus macrocheles. Disamping itu, juga diakui predator yang efisien yaitu histerid platylister chinensis yang memakan larva lalat sehingga sangat membantu dalam menanggulangi infestasi lalat pada peternakan ayam di negara Fiji dan Samoa.

Murphy dalam Sitanggang (2001) meneliti di laboraturium tingkah laku bebrapa spesies parasitoid yang menjadi musuh alami M. Domestica, yaitu musdifurax raftor gir dan sanders, musdifurax zaraptor kogan dan legner, spalangia cameroni perkins dan S. Endius wilk. Keempat parasitoid dari ordo hymenoptera tersebut meletakkan telur dan pupa lalat sebagai media perkembangbiakannya.

BAB III

SIMPULAN

SIMPULAN


1. Lalat merupakan serangga yang memiliki beberapa genus yaitu diantaranya Musca, Stomoxys, Phenisia, Sarchopaga, Fannia dan memiliki beberapa spesies diantaranya Musca domestica, Stomoxy calcitrans, Phenesia sp, Sarchopaga sp, dan Fannia sp.

2. Pada umumnya lalat merupakan serangga berukuran kecil, sedang sampai berukuran besar, mempunyai sepasang sayap di bagian depan dan sepasang halter sebagai alat keseimbangan di bagian belakang,bermata majemuk dan sepasang antena yang seringkali pendek terdiri atas tiga ruas. Mata lalat jantan lebih besar dan sangat berdekatan satu sama lain sedang yang betina tampak terpisah oleh suatu celah dan berbentuk lebih besar daripada lalat jantan. Lalat memiliki siklus metamorfosis yang sempurna dengan masa hidup sekitar 2-3 minggu atau bahkan 3 bulan. Serangga ini sangat tertarik pada makanan manusia sehari-hari seperti gula, susu, makanan olahan, kotoran manusia dan hewan, darah serta bangkai binatang yang berair. Tempat yang disenangi adalah tempat yang basah seperti sampah basah, kotoran binatang, tumbuh-tumbuhan busuk, kotoran yang menumpuk secara kumulatif. Lalat beristirahat di lantai dinding, langit-langit, rumputrumput dan tempat yang sejuk. Juga menyukai tempat yang berdekatan dengan makanan dan tempat berbiaknya, serta terlindung dari angin dan matahari yang terik.

3. Jumlah lalat akan meningkat jumlahnya pada temperatur 20 º C – 25 º C dan akan berkurang jumlahnya pada temperatur < 10 º C atau > 49 º C serta kelembaban yang optimum 90 %. Untuk istirahat lalat memerlukan suhu sekitar 35º- 40ºC, kelembaban 90%. Aktifitas terhenti pada temperatur < 15ºC.

4. Lalat merupakan binatang pengganggu dan juga merupakan vektor mekanis penyebaran penyakit seperti diare.

5. Upaya pengendalian lalat dibedakan menjadi pencegahan dan pemberantasan. Pencegahan dilakukan dengan upaya menjaga kebersihan dan sanitasi. Sementara upaya pemberantasan bisa dengan metode fisik, kimia, dan biologi.

DAFTAR PUSTAKA

Darjono. 2006. CP-bulletin Service: Kontrol Lalat dalam Mencegah Penyebaran Penyakit. Edisi Februari 2006 nomor 74/tahunVII. POKPHAND

Departemen Kesehatan RI. 1992. Pedoman Tehnis Pengendalian Lalat. Dit. Jen. PPM dan PLP, Depkes RI. Jakarta

HAKLI. 2009. Pengendalian Lalat. http://www.hakli.org. Diakses tanggal 30 Maret 2011

Kartikasari. 2008. Dampak Vektor Lalat Terhadap Kesehatan. Universitas Sumatera Utara. jtptunimus-gdl-s1-2008-kartikasar-521-2-bab1 Diakses tanggal 1 April 2011

Sitanggang, Totianto. 2001. Skripsi: Studi Potensi Lalat Sebagai Vektor Mekanik Cacing Parasit Melalui Pemeriksaan Eksternal. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. 42 Halaman (Dipublikasikan)

Santi, Devi Nuraini. 2001. Manajemen Pengendalian Lalat. Fakultas Kedokteran. Universitas Sumatera Utara. 5 Halaman (Dipublikasikan)

Nurmaini. 2001. Identifikasi Vektor dan Binatang Pengganggu serta Pengendalian Anopheles Aconitus secara Sederhana. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara. http://www.solex-un.net. diakses pada tanggal 30 Maret 2011.
◄ Newer Post Older Post ►