Pagi itu masih terasa dingin di Sukabumi Jawa Barat. Namun Nasir sudah memulai kesibukannya, memijahkan ikan bawal air tawar. Lelaki 39 tahun itu memijahkan 1 betina dengan 2 jantan setiap satu kali proses penyuntikan, pada bak berukuran 4 x 2 m dengan ketinggian 1 m. Jumlah total indukan yang dimilikinya sebanyak 250 ekor yang terdiri atas 200 ekor betina dan 50 jantan. Indukan tersebut didapatkan dari Cianjur, Sukabumi, dan Tasikmalaya.
Jumlah larva yang dihasilkan dari pemijahan tersebut tergantung berat indukannya. Misalnya, indukan tersebut mempunyai bobot 4 kg maka larva yang dihasilkan sekitar 400.000 ekor. Kalau berat indukan mencapai 6 kg, bisa menghasilkan sekitar 600.000 larva. “Jadi bisa diestimasikan 1 kg bobot induk menghasilkan kurang lebih 100.000 ekor larva,” ucap lelaki asal Tasikmalaya ini kepada TROBOS belum lama ini.
Dari hasil pemijahan indukan yang ada, Nasir bisa menghasilkan 1.000.000 ekor larva per bulannya. Penjualan terbagi dalam 4 tahap sebanyak 800.000 ekor. Tujuannya ke Pekan Baru, Pontianak, Batam, Jambi dan Banjarmasin. “Sisanya dijual ke petani setempat saja,” katanya sambil tersenyum.
Ia menambahkan, jika masih ada sisa, maka dipelihara di kolam sampai ukuran ¾ cm. Setelah itu baru dijual dengan harga Rp 80 per ekornya. Bukan tanpa alasan, pria yang mengelola 25 kolam ini lebih banyak menjual larva ke luar pulau dibandingkan daerah sekitarnya. Karena selisih harga yang cukup menggiurkan pada kisaran Rp 10 – 15 per ekor. Harga lokal hanya Rp 10 – Rp 13 per ekor, jika dikirim ke luar pulau bisa Rp 20 – Rp 25 per ekor. “Sekarang saya baru bisa memenuhi 65 % permintaan pasar,” ungkapnya.
Menyoal kendala usaha pembenihan ikan yang mirip predator Sungai Amazon ini menurut Nasir dipengaruhi faktor cuaca yang akhirnya berpengaruh pada kualitas air. Pada musim hujan kualitas air jelek karena tingkat pH (keasaman) cukup tinggi. “Dalam pembenihan ini pH-nya harus normal,” tegasnya.
Untuk menyiasatinya, dengan memberikan air dari daun ketapang yang telah diekstrak ke kolam dan diberikan selama seminggu sekali jika pH-nya turun. Tetapi Nasir buru-buru menambahkan jika musim hujan justru merupakan saat yang baik dalam proses penyuntikan dibandingkan musim kemarau. Kondisi ini disebabkan pada musim kemarau proses pematangan sel telur berjalan tidak optimal. “Mungkin sel telur tersebut diserap lagi oleh ikan ke dalam tubuhnya,” ujar ayah tiga anak ini.
Peneliti dari Balai Pengembangan Produksi Budidaya Air Tawar Singaparna Tasikmalaya, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat, Nandang Muslim memberikan keterangan yang sama bahwa saat musim kemarau telur induk bawal berkurang bahkan tidak ada sama sekali. “Solusinya mengkondisikan telur dengan pengkayaan pakan bergizi tinggi . Dan teknik memanipulasi hujan buatan pada air kolam yang diberi pupuk urea,” ujarnya.
Selengkapnya baca di majalah Trobos edisi Maret 2011