Meski sedikit, angka produksi udang nasional mengalami peningkatan. Data yang dikeluarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebut kinerja udang tanah air naik 2,6 % dari 338.060 ton pada 2009 menjadi 352.600 ton pada 2010. Kenaikan ini diklaim sebagai prestasi, pasalnya angka ini jauh lebih baik ketimbang kinerja 2009 yang produksinya negatif 30 % dari produksi 2008.
Setelah hampir 3 tahun terakhir produksi udang nasional tertatih-tatih akibat terbelenggu penyakit, memasuki 2011 titik terang mulai tampak. Rilis laporan NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) Fisheries juga menunjukkan rapor biru ekspor udang Indonesia ke Amerika Serikat. Pada Januari 2011 volume ekspor mencapai 6.042 MT (Metrik Ton) 18,4 % lebih banyak ketimbang Januari 2010 yang 5.091 MT. Meski belum setinggi angka ekspor pada Januari 2009 yang mencapai 6.608 MT, setidaknya peningkatan ini bisa jadi awal tren positif produksi udang sepanjang 2011.
Menurut Ketua Umum Shrimp Club Indonesia (SCI), Iwan Sutanto, geliat produksi ini salah satunya dipicu harga udang yang membaik sejak akhir 2010. Harga udang vannamei di tingkat petambak naik antara Rp 10.000 sampai Rp 12.000 per kg-nya. Kenaikan harga yang terjadi sejak akhir September sampai Desember 2010 tersebut berlaku untuk semua ukuran.
Iwan menggambarkan, untuk udang vannamei size atau ukuran 40 (1 kg isi 40 udang) misalnya, harganya naik dari Rp 55.000 per kg menjadi Rp 68.000 per kg. Tidak heran jika saat ini para petambak anggota SCI mengejar pada size 40 (pemeliharaan sekitar 145 hari) yang tadinya size 50 (pemeliharaan sekitar 125 hari), dengan harapan harga jual lebih tinggi.
“Petambak kian bergairah untuk meningkatkan produksi melihat harga udang yang tinggi itu,” kata Iwan kepada TROBOS belum lama ini melalui sambungan telpon. Gambarannya, lanjut Iwan, produksi udang grup SCI pada 2010 mencapai 130 ribu ton atau naik sekitar 20 % dari 2009. Jumlah produksi itu berasal dari 500 anggota SCI yang mengelola lahan tambak total sekitar 11 ribu hektar tersebar di wilayah Lampung, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumbawa, dan Sulawesi Selatan.
Genjot Semi Intensif
Udang vannamei yang digadang punya produktivitas tinggi nyatanya sepanjang 2009 sampai 2010 tidak bisa berkutik dihajar virus myo. Sampai hari ini, petambak belum sepenuhnya lepas dari jeratan penyakit yang mematikan udang secara perlahan itu.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP, Ketut Sugama mengatakan, penggunaan indukan vannamei produksi dalam negeri adalah modal awal mengendalikan penyakit-penyakit asal negara lain. Saat ini baik KKP maupun swasta sudah mampu menghasilkan indukan vannamei domestikasi jadi tidak tergantung indukan impor lagi. Indukan produksi dalam negeri ini kualitasnya tidak kalah dengan indukan impor. “Daya adaptasinya lebih baik terhadap lingkungan tambak Indonesia,” Ketut menunjuk keunggulan. Sementara untuk menggenjot produksi, Ketut mengaku, tengah mengarahkan pergeseran skala dan pola usaha budidaya yang masih tradisional menjadi semi-intensif.
Direktur Global Gen, Leonardo Bong Tiro Jr sepakat dengan menjadikan petambak tradisonal sebagai faktor penyumbang angka produksi udang nasional melalui peningkatan skala usaha. Menurut Bong, target produksi udang 699 ribu ton pada 2014 tidak bisa sepenuhnya mengandalkan tambak intensif apalagi tradisional. “Meski bisa digenjot dari sisi angka produksi namun tambak intensif ini berisiko tinggi dan padat modal. Pemain udang nasional jarang yang bisa bertahan lama dengan pola ini,” ungkap pimpinan perusahaan pembenihan udang ini. Baca artikel selengkapnya di majalah Trobos Edisi edisi April 2011