Kamis, 17 Februari 2011

Diminta Tegas Tegakkan Aturan

Pemerintah lokal di Lamongan, termasuk penegak hukum diminta untuk tegas dengan aturan yang berlaku. Ketegasan itu diperlukan agar kasus kekerasan terhadap warga Ahmadiyah di Desa Umbulan Kabupaten Pandeglang/Jawa Barat tidak terjadi di tempat lain, terutama di Lamongan.
Permintaan itu mengemuka dari pendapat sejumlah tokoh agama yang hadir saat hadir di Pendopo Lokatantra setempat dalam silaturrohim antara muspida setempat dengan tokoh agama dan masyarakat se Lamongan. Kegiatan itu tidak hanya dihadiri tokoh perwakilan dari organisasi agama Islam seperti dari MUI, NU, Muhammadiyah atau LDII, tapi juga dihadiri tokoh lintas agama. Seperti dari Kristen Protestan dan Katolik.
“Alhamdulillah sampai saat ini di Lamongan belum ada masjid Ahmadiyah, “ tegas Khusnan Sumber, dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah. Dalam sesi tanya jawab itu, Khusnan Sumber juga meminta agar keberadaan kafe dan karaoke di Lamongan jangan sampai menjadi tempat mesum dan maksiat. Karena bisa berakibat reaksi dari masyarakat. Padahal, kata dia, Lamongan dikenal sebagai kota santri. Bahkan bupati pertama Lamongan dilantik langsung oleh Sunan Giri. “Hendaknya karaoke dan kafe yang digunakan untuk hal lain yang tidak baik harus ada tindakan. Yang mendesak adalah karaoke Rasa Sayang. Apakah sudah ada ijin berdirinya, “ ujarnya menegaskan.
Himbauan untuk bertindak tegas juga disampaikan Ketua MUI Lamongan KH Abdul Aziz Choiri. “Alhamdulillah sampai saat ini di Lamongan tidak ada Ahmadiyah. Sejak 1980 MUI telah menyatakan Ahmadiyah sebagai aliran yang sesat dan menyesatkan. Karena itu lewat forum yang bagus ini saya meminta agar pemerintah tegas dengan aturan jika muncul di Lamongan, “ ujarnya.
Sesat dan meyesatkannya Ahmadiyah, kata dia sudah jelas dan tidak bisa ditawar lagi. Karena menyangkut aqidah. Dijelaskan olehnya, dalam Ahmadiyah, mereka telah mencampur isi Al Qur’an dengan pendapat dari ulama mereka, Mirza Ghulam Ahmad. Mereka juga meyakini bahwa ada nabi lagi setelah Nabi Muhammad SAW. “Ini sudah tidak bisa ditawar lagi. Karena itu, jika sampai muncul di Lamongan, pemerintah harus bertindak tegas sesuai dengan aturan. Jika ketegasan ini dilakukan, pasti tidak akan memancing reaksi dari masyarakat seperti yang terjadi di (kabupaten) Pandeglang, “ kata dia.
Sebelumnya, dalam kegiatan itu disampaikan paparan oleh Dandim 0812 Lamongan Letkol Inf M Syaeful Aziz dan Kapolres AKBP Gagas Nugraha. Dandim dalam paparannya meminta masyarakat untuk tidak melupakan Sumpah Pemuda, mengingkari Pancasila dan alergi dengan Bhinneka Tunggal Ika. “Ideologi Pancasila bukanlah agama, tapi dasar untuk meyatukan keberagaman bangsa ini. Kerusuhan sering terjadi karena mulai memudarnya Pancasila sebagai ideologi bangsa. Indonesia berdiri bukan atas satu golongan, suku atau satu agama saja. Tapi dalam kebergaman yang diikat dalam satu ideologi, “ papar dia.
Sementara Kapolres menyampaikan, perbedaan adalah sesuatu yang nyata dan ada. “Jika semua bisa menempatkan diri sesuai dengan jalannya masing-masing. Pasti tidak akan terjadi benturan. Saya meminta semua komponen untuk kompak membangun Lamongan. Demikian pula untuk membenahi masyarakat yang melakukan kesalahan, harus dilakukan bersama-sama seluruh komponen. Agar peristiwa kekerasan yang terjadi di Temanggung dan Pandeglang tidak terjadi di Lamongan, semuanya harus dilakukan sesuai ketentuan dan prosedur yang berlaku. Biarlah yang sudah terjadi disana dijadikan sebagai pelajaran untuk tidak diikuti, “ tegasnya.
Bupati Fadeli sendiri yang dalam kesempatan itu juga menjadi moderator, menyebut silaturrohim diadakan terkait situasi nasional. Terutama terkait kekerasan oleh sejumlah kelompok yang mengatasnamakan agama. “Alhamdulillah sampai saat ini Lamongan masih kondusif. Kehadiran bersama kita hari ini adalah untuk menangkal dan mencegah agar kekerasan serupa tidak terjadi di Lamongan. Sehingga program-program pembangunan bisa berjalan, “ ujarnya.
◄ Newer Post Older Post ►