Jumat, 11 Maret 2011

MENGOLAH NIRA MENJADI GULA CAIR BERMUTU TINGGI DENGAN VACUUM EVAPORATOR


MENGOLAH NIRA MENJADI GULA CAIR BERMUTU TINGGI DENGAN VACUUM EVAPORATOR

Oleh : Dian Kusumanto


Setelah beberapa kali saling kenal lewat blog dan telpon, akhirnya saya mengenal dari dekat sosok Bapak Slamet Sulaiman. Dari logat bicara dan uraian kata-kata yang terucap dari Beliau, saya merasa energy yang besar untuk obsesinya membangun industry gula yang berbasis rakyat. Maka saya lontarkan beberapa angan-angan saya tentang membangun industry Gula Aren Rakyat kepada beliau. Beliau banyak memberi gambaran kepada penulis tentang pabrik gula mini yang sudah di bangun di daerah asalnya yaitu di Jombang.

Dari beliau saya mendapat gambaran dan optimisme yang sangat berharga dan patut saya tularkan kepad a para pembaca atau para calon pelaku bahkan investor industry Gula Aren Rakyat. Mudah-mudahan uraian di bawah ini dapat menginspirasi kita untuk pengembangan Gula Aren di masa kini dan yang akan datang.

Beliau memang tidak mengelola Gula dari Aren, tetapi Bapak Slamet ini mendapatkan Nira Kelapa dari Blitar yang disuplai oleh kelompok perajin melalui seorang penghubung. Setiap hari rata-rata ada sekitar 2000 liter nira Kelapa yang diangkut dari Blitar dibawa ke Pabrik Gula Mini Pak Slamet di Kedungmlati Kesamben Jombang. Jarak tempuh dari sumber nira kelapa dan pabrik kurang lebih 3 jam perjalanan. Ya lumayan jauh juga. Tapi begitulah, karena sumber Nira yang cukup banyak itu ada di Blitar, disana banyak sekali penderes nira kelapa yang sekaligus pengrajin gula merah.

Nira dari tanaman palma

Di dalam Pabrik Gula Mini Pak Slamet ada alat yang berperan menghasilkan Gula Cair dengan kualitas yang sangat tinggi. Nama alat itu adalah Vacuum Evaporator Double Effect (VEDE). Alat ini dapat mendidihkan nira pada suhu hanya sekitar 60 derajat Celcius. Pada saat mendidih uap air akan naik memisahkan diri dengan nira, sehingga Nira yang ditinggalkan oleh masa air sedikit-demi sedikit itu menjadi semakin kental. Nira yang semula berkadar gula sekitar 10-15 % itu setelah dimasukkan alat VEDE ini akan menjadi sirup (Gula Cair) yang kental dengan kadar gula 75 %.


Sirup hasil pengolahan Nira dengan kadar gula 75 %

Bagaimana jika Nira kelapa ini diganti dengan gula Aren? Apakah karakteristik dan hasilnya bisa sama? Menurut beberapa ahli, nira kelapa dan nira Aren memiliki ciri khas yang hampir sama. Pada kadar kandungan gula, protein, air hampir sama, sedikit perbedaannya adalah pada kadar lemak dan kadar abunya bahwa nira Aren lebih sedikit dibanding nira kelapa. . Tabel di bawah ini menunjukkan hal itu.

Alat yang didesign sendiri oleh Bapak Slamet ini memiliki kapasitas mengolah nira secara kontinyu sebesar sekitar 500 liter per jam. Bahan bakar utamanya adalah dari biomassa yaitu berupa aneka limbah seperti sekam padi, limbah batang jagung, kayu-kayu ranting pohon, sabut dan bathok kelapa, ampas tebu, dll. Sistem pasokan energinya ke VEDE adalah panas dari pembakaran biomassa dalam reactor yang disebut dengan teknologi Gassifier Biomass, atau Gas yang dihasilkan dari biomasa. Sistem ini sangat hemat energy dibandingkan dengan pola tungku tradisional. Bahan bakarnya pun sembarang biomasa atau limbah organic yang ada di sekitar kita.

Dari 2000 liter nira kelapa yang kadar gulanya antara 10 – 12 % itu, setiap harinya diproses menjadi sekitar 350 liter sirup atau gula cair yang kental dengan kadar gula sekitar 75 %. Gula cair yang dihasilkan dengan proses suhu yang relative rendah (sekitar 60 derajat Celcius), maka hasil gulanya juga sangat jernih dan menarik. Maka tidak heran kalau Bapak Slamet bisa membandrol dengan harga US$ 1.50, atau kalau di kurs uang kita menjadi Rp 13.500 per liter sirup. Artinya dari 350 liter Gula Cair ini akan dijual dengan harga US$ 525 atau Rp 4.725.000,- dalam setiap harinya.

Ternyata Bapak Slamet ini juga melakukan kerjasama dengan beberapa pihak, yaitu beberapa perajin atau penderes Gula kelapa, kemudian dengan pihak transportasi serta distributor gula cair yang ada di Bali. Bisa dikatakan peran pemrosesan nira menjadi Gula cair ini adalah bagian Pak Slamet yang dibantu pabrik gula mininya dengan alat utamanya yang disebut sebagai Vacuum Evaporator Double Effect (VEDE). Nilai jasa pengolahan Nira menjadi Gula cair ini dipatok Rp 4.500 per liter. Maka kalau setiap harinya menghasilkan 350 liter, berarti nilai jasanya adalah sebesar Rp 1.575.000.

Harga jasa pengolahan itu sudah pantas karena mutu Gula Cair yang dihasilkan juga sangat jernih dan sangat pantas untuk diekspor. Lalu berapa nilai pembelian Nira dari petani? Petani penderes Nira kelapa ini setidaknya bisa mendapatkan harga jual Nira sekitar Rp 800 sampai dengan Rp 1.000 per liter. Jadi dari 2000 liter nira setiap harinya harus dibayarkan sebesar antara Rp 1.600.000 sampai dengan Rp 2.000.000 per hari.

Lalu berapa harga Sirup Gula Kelapa yang dibandrol untuk harga konsumennya? Ini yang belum jelas. Soalnya bisa jadi gula cair ini diolah lagi menjadi gula serbuk alias gula semut dengan alat pembuat gula semut. Dengan demikian sudah tidak perlu berlama-lama lagi memasaknya, karena memasak menjadi Gula semut yang kering dengan kadar air di bawah 5 % dari Sirup yang kental (kadar gula 75%). Atau kalau gula cair sebanyak 350 liter akan dihasilkan Gula Semut dengan berat sebanyak sekitar 400 kg. Harga penerimaan pedagang besar gula semut dengan mutu yang super sekitar Rp 17.000 per kilogram dan eceran dibandrol sangat variatif minimal Rp 20.000 per kilogram.

Gambar syrup gula tebu dan Syrup gula kelapa dari negara lain diprediksi juga dengan menerapkan closed pan tecknology. Teknologi kita rupanya tidak kalah.

◄ Newer Post Older Post ►