Jumat, 23 Januari 2009

Bapak Dipenjara Karena Menikam, Anak Menyusul Karena Curi Sepeda

BALIKPAPAN ↔ “Ibuuuuu… aku mau pulang bu, aku kapok bu, nggak mau nyuri lagi, mau masuk sekolah lagi.” Itulah jeritan SR sambil berlari ketika melihat sang ibunda, Damia (34) memasuki ruang pintu Penjara kelas II B Balikpapan, Kalimantan Timur.


Jeritan bocah berusia sembilan tahun itu menjadi perhatian para tahanan dan tamu lainnya. Bahkan suasana haru ketika tangan mungilnya memeluk tubuh dan mencium pipi ibunya. Mengenakan kaos oblong warna hitam merah dipadu celana pendek hitam, bocah kelahiran Manado, 27 September 1999 itu terlihat rapi.

Rambutnya lurus masih basah klimis mengkilap. Tak henti-hentinya mulut SR mencurahkan isi hatinya kepada Damia. SR tampak menyesal karena ingin memiliki sepeda dengan cara mengambil milik orang lain.

“Tolong bu, aku mau pulang, kangen sama ibu, pokoknya ibu jangan pulang lagi. AKu gak mau di sini (rutan) terus,” rintihnya sembari menangis dalam pelukan ibunya. Untuk menghentikan tangisnya, Damia memberikan nasi bungkus yang dibeli di dalam rutan. Kemudian Damia memberikan handphone miliknya agar SR terhibur memainkan game.

Damia mengatakan, anaknya baru saja dipindah satu minggu dari sel Polsek Balikpapan Utara ke rutan terkait kasus pencurian. Sambil memegang HP, bocah lugu itu membenarkan perkataan ibunya yang ingin memiliki sepeda.

Karena kemauannya belum dituruti orang tuanya yang tidak mampu membelikan sepeda. SR lalu bermain di sekitar wilayah Perumahan Wika menaiki angkutan kota dari rumahnya di Jl Patimura RT 74 Km 4 Batu Ampar (depan hotel Beriman).

Saat itulah dua melihat sebuah sepeda sedang ditaruh di halaman depan rumah. Tanpa pikir panjang, SR mengendarai sepeda tersebut bersama temannya bernama Riki. “Aku cuma ambil sepeda di Wika dengan temanku untuk main-main, aku yang setir temanku yang bonceng di belakang, setelah itu aku ditangkap Pak Satpam,” tutur anak sulung dari pasangan Elly Rotty dan Damia ini.

Kejadian yang dialami SR itu terjadi sekitar satu bulan lalu. Tetapi derita bocah lugu itu harus menanggung beban seperti layaknya orang dewasa. SR dikumpulkan dengan ratusan pelaku kriminal orang dewasa di dalam rutan. Sehingga beberapa penghuni rutan begitu akrab dengan SR.

“Kalau hukum mau menghukum dia silakan tapi tolong jangan dibawa kesini,” kata Damia dengan mata memerah. Tidak lama berbincang dengan Damia dan SR, datanglah suami Damia, Elly Rotty. Elly ternyata juga mendekam di penjara yang sama sejak beberapa bulan lalu terkait kasus penikaman.

Elly menyesalkan pula kasus anaknya diperpanjang hingga masuk rutan. “Tolonglah, anak saya itu tidak mengerti apa-apa, dia memang ingin sepeda tapi kami tidak punya uang dan dia berbuat itu sampai masuk ke sini,” ujarnya.

Elly berharap anaknya tidak ditempatkan di rutan walau terbukti salah. Ia berharap anaknya dibebarkan dari hukum dan berjanji akan membina anaknya lebih baik. “Walau saya di rutan tapi saya tetap mengontrol anak-anak saya melalui ibunya,” ujarnya.

Di dalam rutan, Elly tidur bersama SR dalam ruangan berukuran 10×4 meter. Ruang tersebut berisi sekitar 20 sampai 25 tahanan. Ketika tidur, mereka hanya beralaskan karpet dari rumah. “Tidurnya pakai karpet saja, tidak pakai selimut,” kata pria kelahiran Mahembo-Hembo 25 Januari 1975 itu.

Saat dibawa ke rutan, Elly sengaja meminta anaknya ditempatkan satu sel dengannya. Sebelumnya, SR hendak ditempatkan di kamar 10 C khusus anak-anak berusia belasan tahun. “Kamar 10 C itu sebutannya kamar ABG, karena untuk anak belasan tahun sedangkan anak saya belum menginjak 10 tahun ke atas,” kata Elly.

Dalam perbincangan itu, lagi-lagi SR merengek kepada ibunya agar dibawa pulang. “Bu tolong, bu aku ingin pulang, mau sekolah lagi,” ujarnya sembari meneteskan air mata. Tetapi Damia hanya bisa menangis dan memeluk SR karena merasa tidak bisa melindungi anaknya dari jeratan hukum. “Bagaimana ini mas, saya tidak bisa apa-apa, sampai kapan anak saya menderita seperti ini,” ujar Damia sembari meneteskan air matanya dan memeluk tubuh mungil SR.
◄ Newer Post Older Post ►