Sidat Kita |
Unagi. Hmmm tentunya tidak semua orang pernah dengar kata ini, Unagi adalah Sidat Kita dalam bahasa jepang. Merupakan makanan khas jepang yang sungguh nikmat karena diaolah dengan baik sehingga nilai gizi yang terkandung didalam sidat tidak hilang. Tak hanya berprotein tinggi, unagi konon bagus untuk pembangkit stamina. Dagingnya yang lembut dan gurih bisa diolah menjadi beraneka menu.
Pesta sidat telah dimulai! Ya, selama pertengahan musim panas, yaitu bulan Juli sampai Agustus, unagi atau dalam bahasa Indonesia berarti ikan sidat banyak dipanen di Jepang. Konon, hidangan berprotein tinggi ini sudah menjadi makanan tradisional penduduk Negeri Matahari Terbit itu sejak abad ke-17.
Ada kisah menarik di balik tradisi menghidangkan unagi di Jepang. Pada periode Edo (tahun 1603-1867), seorang pengusaha restoran unagi meminta saran seorang ilmuwan bernama Hiragi Gennai supaya usaha restorannya laris. Hiragi Gennai menyarankan agar di depan restoran dipasang iklan besar yang sebagian isinya bertuliskan "doyou-no ushi-no hi", yang artinya "pertengahan musim panas pada tahun kerbau".
Entah karena alasan apa, masyarakat Jepang pada waktu itu percaya bahwa agar dapat bertahan pada musim panas, mereka harus makan makanan yang berawalan huruf "U". Hasilnya, restoran si pengusaha jadi ramai dan mulai saat itulah orang Jepang senang makan unagi pada musim panas.
Kendati sama licin dengan belut, unagi unggul dalam hal ukurannya yang hampir dua kali lipat belut biasa. Dagingnya yang tebal dan lembut juga kaya protein, kalsium, dan vitamin. Juga, mengandung asam lemak DHA dan EPA yang membantu menurunkan kolesterol, tekanan darah, dan menstimulasi saraf otak. Hal ini sejalan dengan konsep masakan Jepang yang cenderung memakai bahan segar dan sehat. Jika merasa loyo, mengonsumsi unagi juga dipercaya meningkatkan stamina.
Nah, Anda yang tinggal di Jakarta, tak perlu jauh-jauh ke Jepang karena unagi tersedia dalam bentuk potongan segar di supermarket-supermarket Jepang.
Namun, bila ingin mencicipi ragam hidangan unagi matang nan lezat, datang saja ke Miyama Japanese Restaurant yang berlokasi di Hotel Borobudur Jakarta. Selama Juli ini pengunjung dapat menikmati tradisi makan unagi hasil racikan Chef Takaishi.
Beberapa menu unagi yang ditawarkan, di antaranya tamago toji (unagi panggang ala rice bowl dengan campuran jamur shitake), unagi kabayaki yang diolah dengan saus teriyaki, dan unagi battera yang disajikan dengan nasi sushi, wijen putih, dan telur kocok. Ada pula unagi berbalut tepung renyah yang disantap bersama mi soba, mi putih tebal khas Jepang.
Secara umum, unagi dimasak dengan cara dipanggang. Lemak yang dikandung unagiakan meleleh dan terbakar saat dipanggang. Asap yang keluar pun menambah aroma sedap pada hidangan unagi. Selain dipanggang, daging unagi yang lezat, gurih, dan lembut di lidah itu juga bisa diolah dengan cara digoreng, ditim, bahkan dimasak cara teppanyaki.
Menurut Asisten Executive Chef Restoran Miyama, Sunarto, memasak unagi tidak merepotkan karena tak memerlukan banyak bumbu. Sebagai pembeda rasa, digunakan ragam saus dengan karakter rasa yang berbeda pula. Misalnya saus soba, saus teriyaki, dan saus donburi.
"Saus inilah yang sekaligus memberi rasa pada tiap varian hidangan. Saus tersebut umumnya dicampur dengan kaldu dasar yang terbuat dari rebusan tulangtulang sidat," tuturnya.
Pesta sidat telah dimulai! Ya, selama pertengahan musim panas, yaitu bulan Juli sampai Agustus, unagi atau dalam bahasa Indonesia berarti ikan sidat banyak dipanen di Jepang. Konon, hidangan berprotein tinggi ini sudah menjadi makanan tradisional penduduk Negeri Matahari Terbit itu sejak abad ke-17.
Ada kisah menarik di balik tradisi menghidangkan unagi di Jepang. Pada periode Edo (tahun 1603-1867), seorang pengusaha restoran unagi meminta saran seorang ilmuwan bernama Hiragi Gennai supaya usaha restorannya laris. Hiragi Gennai menyarankan agar di depan restoran dipasang iklan besar yang sebagian isinya bertuliskan "doyou-no ushi-no hi", yang artinya "pertengahan musim panas pada tahun kerbau".
Entah karena alasan apa, masyarakat Jepang pada waktu itu percaya bahwa agar dapat bertahan pada musim panas, mereka harus makan makanan yang berawalan huruf "U". Hasilnya, restoran si pengusaha jadi ramai dan mulai saat itulah orang Jepang senang makan unagi pada musim panas.
Kendati sama licin dengan belut, unagi unggul dalam hal ukurannya yang hampir dua kali lipat belut biasa. Dagingnya yang tebal dan lembut juga kaya protein, kalsium, dan vitamin. Juga, mengandung asam lemak DHA dan EPA yang membantu menurunkan kolesterol, tekanan darah, dan menstimulasi saraf otak. Hal ini sejalan dengan konsep masakan Jepang yang cenderung memakai bahan segar dan sehat. Jika merasa loyo, mengonsumsi unagi juga dipercaya meningkatkan stamina.
Nah, Anda yang tinggal di Jakarta, tak perlu jauh-jauh ke Jepang karena unagi tersedia dalam bentuk potongan segar di supermarket-supermarket Jepang.
Namun, bila ingin mencicipi ragam hidangan unagi matang nan lezat, datang saja ke Miyama Japanese Restaurant yang berlokasi di Hotel Borobudur Jakarta. Selama Juli ini pengunjung dapat menikmati tradisi makan unagi hasil racikan Chef Takaishi.
Beberapa menu unagi yang ditawarkan, di antaranya tamago toji (unagi panggang ala rice bowl dengan campuran jamur shitake), unagi kabayaki yang diolah dengan saus teriyaki, dan unagi battera yang disajikan dengan nasi sushi, wijen putih, dan telur kocok. Ada pula unagi berbalut tepung renyah yang disantap bersama mi soba, mi putih tebal khas Jepang.
Secara umum, unagi dimasak dengan cara dipanggang. Lemak yang dikandung unagiakan meleleh dan terbakar saat dipanggang. Asap yang keluar pun menambah aroma sedap pada hidangan unagi. Selain dipanggang, daging unagi yang lezat, gurih, dan lembut di lidah itu juga bisa diolah dengan cara digoreng, ditim, bahkan dimasak cara teppanyaki.
Menurut Asisten Executive Chef Restoran Miyama, Sunarto, memasak unagi tidak merepotkan karena tak memerlukan banyak bumbu. Sebagai pembeda rasa, digunakan ragam saus dengan karakter rasa yang berbeda pula. Misalnya saus soba, saus teriyaki, dan saus donburi.
"Saus inilah yang sekaligus memberi rasa pada tiap varian hidangan. Saus tersebut umumnya dicampur dengan kaldu dasar yang terbuat dari rebusan tulangtulang sidat," tuturnya.
By. Sidat Kita