Sidat Kita |
Sidat tidak hanya dikonsumsi oleh masyarakat lokal saja, tetapi ikan sejenis belut ini telah dikenal di asia timur dengan munculnya berbagai macam makanan yang nikmat dan bergizi tinggi dan harganya pun relatif mahal.
Direktorat Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan, untuk pertama kalinya mengekspor 30 ton ikan sidat atau anguilla sp, menuju negara-negara di Asia Timur, yakni Taiwan, Korea Selatan, dan Jepang.
Ekspor perdana tersebut dilepas dari Tambak Pandu di Desa Pusakajaya Utara, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi dan Wakil Gubernur Jawa Barat Wagub Jabar Nu’man A.Hakim.
Ekspor perdana tersebut dilepas dari Tambak Pandu di Desa Pusakajaya Utara, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi dan Wakil Gubernur Jawa Barat Wagub Jabar Nu’man A.Hakim.
”Kami membutuhkan waktu dua tahun, untuk menemukan formula tepat bagi pembesaran ikan sidat. Ternyata, ikan ini tumbuh baik pada suhu 29-31 derajat Celsius, dengan tingkat salinitas lima per mil,” kata Direktur Jenderal Perikanan Budidaya DKP, Made L Nurjana.
Made mengatakan karena teknologi pembesaran ikan sidat telah dikuasai, maka secepatnya DKP akan mengembangkan ikan sidat di beberapa daerah. ”Telah ada dia kawasan yang dibidik investor Jepang, untuk membudidayakan ikan sidat, yakni di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, dan Likupang, Sulawesi Selatan,” ujar Made.
Ditemui di Karawang, Presiden Presiden Asama Industry, Yoshinori Ito, optimistis membudidayakan ikan sidat di Indonesia, untuk memenuhi kebutuhan Jepang atas ikan sidat sebagai bahan baku makanan seharga per kilogram antara 4.000-6.000 yen, setara Rp 350.000 – Rp 450.000.
Dalam setahun, Jepang membutuhkan ikan sidat sebanyak 100.000 ton, dengan hanya sekitar 20.000 ton yang diproduksi dari dalam negeri Jepang. ”Tiap tahunnya, kami mengimpor 80.000 ton ikan sidat, dengan 60.000 ton diantaranya diimpor dari China,” kata Ito.
Made mengatakan karena teknologi pembesaran ikan sidat telah dikuasai, maka secepatnya DKP akan mengembangkan ikan sidat di beberapa daerah. ”Telah ada dia kawasan yang dibidik investor Jepang, untuk membudidayakan ikan sidat, yakni di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, dan Likupang, Sulawesi Selatan,” ujar Made.
Ditemui di Karawang, Presiden Presiden Asama Industry, Yoshinori Ito, optimistis membudidayakan ikan sidat di Indonesia, untuk memenuhi kebutuhan Jepang atas ikan sidat sebagai bahan baku makanan seharga per kilogram antara 4.000-6.000 yen, setara Rp 350.000 – Rp 450.000.
Dalam setahun, Jepang membutuhkan ikan sidat sebanyak 100.000 ton, dengan hanya sekitar 20.000 ton yang diproduksi dari dalam negeri Jepang. ”Tiap tahunnya, kami mengimpor 80.000 ton ikan sidat, dengan 60.000 ton diantaranya diimpor dari China,” kata Ito.
Ito berhadap Indonesia dapat menyubtitusi China sebagai eksportir ikan sidat, karena ikan sidat produksi China seringkali ada bercak-bercak akibat jamur. Padahal, konsumen Jepang menginginkan produk yang sempurna.
Di Indonesia, penyebaran ikan sidat banyak terdapat di perairan barat Sumatera, selatan Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, pantai timur Kalimantan, Maluku, dan Papua.
Ikan sidat, vertebrata dengan genus Anguilla ini, makan dan tumbuh di perairan tawar, namun untuk memijah atau bertelur, mereka kembali ke laut. Bahkan proses pemijahan berlangsung di laut berkedalaman 400-500 meter.
By. Sidat Kita