Tim peneliti cabai dari Departemen Agronomi dan Holtikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor tengah mempebanyak benih cabai hibrida jenis IPB CH3, salah satu cabai ungulan temuan mereka yang sudah diizinkan pemerintah untuk dirilis ke publik s
Tim peneliti cabai dari Departemen Agronomi dan Holtikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor tengah mempebanyak benih cabai hibrida jenis IPB CH3, salah satu cabai ungulan temuan mereka yang sudah diizinkan pemerintah untuk dirilis ke publik sejak Oktober 2010. Mereka juga tengah meneliti untuk menemukan jenis cabai ungulan baru non-hibrida.
"Kebutuhan cabai dari tahun ke tahun akan bertambah terus, seiring pertumbuhan penduduk dan pola masyarakat Indonesia yang mengkonsumsi cabai dalam bentuk segar, serta menjadikan nasi dan sambal sebagai benteng terakhir ketahanan pangannya. Sehingga dibutuhkan cabai-cabai unggulan untuk memenuhi kebutuhan akan cabai," kata Dr M Syukur, dosen dari Departemen Agronomi dan Holtikutura IPB, di Bogor, Senin (10/1/2011).
Ia dan empat koleganya, Prof Dr Sriani Sujiprihati, Dr Rahmi, Dr Widodo, dan Dr Hendrastuti, melakukan penelitian tumbuhan cabai sejak tahun 2003. Ada 11 jenis cabai ungulan temuan tim tersebut, dimana empat jenis dalam proses izin rilis ke publik dari pemerintah dan satu jenis, yakni IPB CH 3, sudah mendapat izin resmi dirilis.
"Sampai saat ini kami terus memperbanyak benih cabai-cabai ungulan temuan kami ini. Sebab, tugas kami sebagai peneliti adalah memperbanyak benih untuk keperluan akademik. Kami juga sebagai peneliti siap melatih untuk mereka yang berminat membuat benih IPB CH 3 sendiri. Apakah untuk itu masyarakat harus membeli atau membayar, bukan urusan kami. Itu pihak perguruan yang menentukan," kata Sriani.
Syukur menjelaskan, IPB CH 3 adalah jenis cabai hibrida. Keunggulannya, buah cabainya besar dengan panjang 14 cm sampai 17 cm dan rasa pedasnya dua kali lipat dari cabai besar merah biasa. Dengan masa berbunga untuk berbuah kurang dari tiga bulan. Satu pohonnya menghasilkan satu kilogram buah, atau sekitar 15 ton per hektar.
Karena IPB CH 3 adalah jenis cabai hibrida, biji cabai yang dihasilkannya dari jenis ini, tidak dapat atau kurang bagus untuk dijadikan benih lagi. Untuk mendapat biji untuk benih, harus dilakukan pengawinan dari dua jenis cabai yang menghasilkan cabai dengan jenis IPB CH 3.
Itu sebabnya, lanjut Sriani, IPB tengah mengembangkan penelitian cabai non hibrida juga. Ia berharap tahun ini juga, dapat ditemukan cabai unggulan non-hibrida. Sehingga, ketika petani cukup sekali membeli bibit atau benih cabai itu, untuk seterusnya petani yang bersangkutan dapat membuat sendiri bibit dari buah cabai dari pohon miliknya.
"Kalau cabai hibrida, memang harus ada perusahaan khusus yang memproduksi bibitnya. Dan, kemungkinan harganya dapat mahal, bergantung pada produsernya. Petani dalam hal ini mungkin menjadi plasma dari perusahaan yang membutuhkan komoditi cabai dalam jumlah besar," kata Sriani.