Dalam beberapa hari ini kita melihat nilai tukar Rupiah menguat secara signifikan terhadap dollar AS. Bahkan kemarin, Rupiah sempat menyentuh Rp.9.400 per dollar AS. Derasnya arus dana asing yang masuk ke Indonesia memang menjadi salah satu faktor yang menjadi “obat kuat” bagi Rupiah. Pertanyaannya adalah, mengapa dana asing masih terus masuk ke Indonesia? Dan apa saja faktor yang membuat Rupiah terus menguat.
Dengan sistem nilai tukar mengambang bebas (free float) yang kita anut, besaran nilai tukar ditentukan oleh permintaan dan penawaran di pasar. Keseimbangan supply-demand valuta asing di pasar inilah yang menentukan tingkat nilai tukar. Bank Indonesia tentu berkepentingan untuk menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah. Namun tujuan utamanya bukan mengarahkan Rupiah pada level tertentu, melainkan menjaga volatilitas dan kestabilan agar Rupiah tetap mendukung daya saing ekspor dan stabilitas makroekonomi.
Dengan demikian perlu dicermati berbagai faktor yang menyebabkan penguatan ataupun pelemahan pada nilai tukar rupiah. Faktor tersebut berasal dari dua sumber, yaitu dari perkembangan internasional dan perkembangan domestik.
Di sisi internasional, kita melihat bahwa indikasi pemulihan ekonomi global semakin dirasakan oleh berbagai negara. Indikator perekonomian menunjukkan bahwa sinyal perbaikan telah memasuki fase stabilisasi. Di Amerika Serikat, sektor konsumsi dan perumahan AS terus menunjukkan indikasi perbaikan. Di Eropa, perekonomian Jerman yang menjadi motor utama pulihnya ekonomi Eropa, telah menunjukkan sinyal positif sejak triwulan II-2009. Di Asia, motor ekonomi China terus menunjukkan tanda positif dengan pertumbuhan mencapai 7,9% di triwulan II-2009.
Selain itu, indeks kepercayaan pada ekonomi dunia terus menunjukkan peningkatan. Pada September 2008, indeks ini menunjukkan angka 58,5 yang merupakan indeks tertinggi sejak ambruknya Lehman Brothers pada Oktober 2008. Di pasar saham global, kita melihat para investor global mulai masuk ke pasar saham seiring dengan meningkatnya ekspektasi akan membaiknya pendapatan perusahaan. Secara regional, mata uang regional juga mencatat penguatan dalam kisarannya masing-masing (Grafik Penguatan Mata Uang Regional)
Berbagai perkembangan positif tersebut, telah menyebabkan dana asing mulai bergerak secara “rileks” dan tidak ditahan lagi oleh para pemiliknya. Mereka mulai secara “tenang” mengalir ke berbagai negara untuk mencari keuntungan, maupun untuk ditanamkan pada investasi. Negara mana yang dipilih, tergantung pada kondisi domestik masing-masing negara.
Di sisi domestik, Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang mencatat prospek dan pertumbuhan “menggiurkan”. Indonesia menjadi negara yang “sexy” setelah China dan India. Fundamental perekonomian Indonesia dapat dilihat cukup solid. Pertumbuhan ekonomi tercatat tinggi dalam tiga kuartal terakhir, dengan rata-rata mencapai 4% (yoy). Ini adalah pertumbuhan ekonomi tertinggi ke-3 di Asia, setelah China dan India. Selain itu, proyeksi ekonomi yang dikeluarkan Bank Indonesia pada pekan lalu juga semakin meningkatkan kepercayaan di pasar. Ekonomi Indonesia diperkirakan akan meningkat menjadi 5,0%-5,5% pada tahun 2010, dari 4,0%-4,5% di tahun 2009.
Di sisi Neraca Pembayaran, Indonesia mencatat surplus transaksi berjalan sejak triwulan I-2009 hingga diperkirakan pada triwulan III-2009. Ini artinya pendapatan ekspor kita lebih besar dari impor, sehingga pasokan dollar dari pendapatan ekspor bertambah di pasar domestik. Kedua hal di atas, pertumbuhan yang membaik dan surplus transaksi berjalan, telah menumbuh kepercayaan investor terhadap Rupiah.
Kalau kita melihat pada cadangan devisa, jumlahnya mencatat peningkatan yang signifikan. Saat ini cadangan devisa mencapai 62,3 miliar dollar AS. Tingginya cadangan devisa ini memberikan sentimen positif terhadap kemampuan pembiayaan eksternal Indonesia.
Faktor lain yang dapat dilihat adalah indikator risiko Indonesia yang semakin bergerak turun. Indikator ini dicerminkan pada tingkat Currency Default Swap (CDS) yang terus menurun. Saat krisis global, angka CDS Indonesia sempat melejit di atas 1000 bps (risiko tinggi investasi). Namun kini, CDS Indonesia telah berada pada level 183 bps, bahkan lebih baik dari CDS Vietnam yang mencapai 187 bps.
Di sisi sosio politik, kondisi negara kita saat ini relatif aman dan terjaga. Pelaksanaan pemilu yang tertib dan lancar serta terpilihnya pasangan SBY-Boediono ditanggapi positif oleh pasar. Kondisi sosial politik juga relatif terjaga sehingga investor asing relatif nyaman untuk melakukan investasi di Indonesia.
Berbagai faktor di atas, baik secara internasional maupun domestik, menjadi pemicu rupiah untuk terus menguat. Pertanyaan selanjutnya adalah sampai kapan? Dan apa risiko yang muncul? Hal terpenting yang perlu kita jaga saat ini adalah mempertahankan berbagai sentimen positif dan kondisi fundamental ekonomi yang ada. Berbagai hal tersebut akan terus meningkatkan kepercayaan para investor dan pemilik modal untuk terus berinvestasi di Indonesia. Kita tentu berharap agar dana yang masuk bukan hanya dana jangka pendek, yang sewaktu-waktu dapat berbalik, dan justru merugikan kita. Kita berharap setelah dana jangka pendek masuk, akan terus diikuti oleh dana-dana yang bermanfaat bagi pembangunan.
Krisis ekonomi 1997, krisis minyak 2005, krisis mini 2007, dan krisis global 2008, terjadi berulangkali di negeri ini. Pengalaman larinya dana asing dari negeri kita perlu kita waspadai. “Kesetiaan” adalah kata yang tidak dikenal oleh uang. Saat keuntungan berkurang atau risiko meningkat, uang akan pergi meninggalkan kita.