Rabu, 30 Maret 2011

Berbagi Cerita Pengalaman Beternak Burung Puyuh

DSCN0158



Usaha beternak burung puyuh yang akan saya ceritakan merupakan usaha skala kecil. Boleh dikatakan sebagai usaha sampingan, namun bisa juga sebagai usaha sekedar bertahan hidup atau mungkin hidup yang lebih dari sekedar, di atas bumi manusia Indonesia tercinta ini.
Saya mempunyai keinginan beternak burung puyuh sebenarnya sudah lama, sudah sejak sebelum gempa, sekitar lebih dari tiga tahun yang lalu. Namun, waktu itu kalau saya tanya ke peternak lama, selalu dijawab bahwa PT sudah tidak menerima peternak baru.

Kemudian baru saat-saat ini saya mendapat kesempatan ikut bergabung menjadi peternak burung puyuh.
Sebelum positip menjadi peternak, terlebih dulu saya muter-muter ke beberapa peternak lama. Dengan tujuan melihat-lihat dan tanya-tanya seputar hal beternak burung puyuh, tentang bagaimana proses pertama kali beternak, apa saja yang perlu disiapkan, bagaimana pemeliharaannya, dan tentu saja bagaimana hasil secara ekonomis apakah menguntungkan atau tidak.


Selain itu, saya juga tanya-tanya ke beberapa mantan peternak (yang berhenti beternak), mengapa sampai berhenti beternak burung puyuh.
Sedikit sebagai gambaran, bahwa rata-rata peternak burung puyuh adalah petani-petani yang boleh dikatakan sebagai petani kecil, tapi tentu saja tidak semua peternak berawal dari petani, ada yang pedagang, sopir, dll namun tetap dalam kategori kecil… Lain dengan ayam potong, selama yang saya tahu, kalau peternak ayam potong biasanya mereka memang sudah “juragan” dari awalnya.

Hal itu karena untuk beternak burung puyuh ini kita bisa memelihara dengan jumlah populasi minimal yaitu 1000 ekor, tentu dengan modal yang relatif terjangkau.

Kemudian bagaimana dengan saya? Saya bukan petani kecil, juga bukan juragan besar.. hehe… saya beternak burung puyuh berawal dari status saya sebagai pengangguran.
Beternak burung puyuh yang saya jalani ini berbentuk semi kemitraan / plasma dengan mengambil hasil produksi telurnya. Ada peternak dan ada perusahaan yang yang kedua pihak saling bekerjasama timbal balik. Kemitraan dalam beternak burung puyuh ini pihak peternak masih ada unsur “membeli”, baik itu bibit / DOQ, pakan pembesarannya (stater), maupun pakan teluran (layer) selama produksi telur burung puyuh belum bisa menutup pakan layer yang dibutuhkan.
Semi kemitraan beternak burung puyuh ini dikelola dari hulu sampai hilir oleh PT Peksi Gunaraharja. (Hehe, cukup sebut nama saja, sebab bisa jadi hanya menyebut nama saja ternyata tidak diijinkan oleh PT karena memang saya tidak ijin untuk sekedar ditulis di blog ini).
Setelah informasi saya anggap cukup, dengan mantap saya segera mewujudkan keinginan untuk beternak.
Waktu itu pertama kali saya pesan 2000 bibit. Kemudian saya pesan lagi 2000 bibit, jadi totalnya 4000 bibit yang saya pesan ke PT.

Namun karena beberapa hal yang tidak perlu saya ceritakan di sini, bahwa bibit yang saya pesan tidak datang sekaligus, pesanan saya ada yang datangnya per-1000 bibit, juga per-2000 bibit.


Waktu antara pemesanan dan hari H tiba datangnya bibit termasuk relatif lama, yaitu 3 bulan baru bibit yang kita pesan itu datang.
Sambil menunggu bibit, saya pergunakan waktu yang tiga bulan itu untuk mempersiapkan apa saja yang diperlukan.

Ada beberapa fasilitas yang perlu dipersiapkan untuk memelihara burung puyuh dalam skala kecil ini, yaitu fasilitas dari mulai datang sampai pemeliharaannya.

Saya bagi menjadi tiga jenis fasilitas, yaitu fasilitas pokok, fasilitas pendukung, dan fasilitas tambahan.
Fasilitas-fasilitas pokok yang dibutuhkan antara lain :

1. rumah induk

2. kandang pembesaran

3. kandang teluran
Fasilitas-fasilitas pendukungnya antara lain :


1. tempat minum pembesaran

2. nampan untuk pakan pembesaran

3. sambungan listrik untuk rumah induk dan kandang pembesaran

4. lampu-lampu

5. pralon-pralon untuk makan dan minum di kandang teluran

6. ember minum, ember pakan, ciduk, dll

7. tampungan air kalo perlu

(untuk fasilitas pendukung ini perlulebih diperinci lagi)
Fasilitas tambahannya, yaitu septik tank untuk pembuangan kotoran. Saya sebut tambahan, karena hanya dibuat kalo dirasa perlu saja. Kalo ada cara lain untuk pembuangan, tentu tidak perlu membuat septik tank. Apalagi kalo belakang kandang burung puyuh berupa hutan, wah enak sekali, kotorannya tinggal buang saja di belakang kandang tidak khawatir baunya mengganggu lingkungan.


Namun lebih enak lagi kalo PT Peksi Gunaraharja juga menampung kotoran burung puyuh ini, bisa saja membuat salah satu divisi lagi, yaitu divisi penampungan dan pengolahan limbah, mungkin untuk membuat pupuk organik…. siapa tau !
Selanjutnya perlu juga menjelaskan masing-masing fasilitas, terutama fasilitas pokok, yaitu rumah induk, kandang pembesaran, dan kandang teluran.

Namun intinya, fasilitas dan cara-cara yang saya pilih ini dalam rangka mempraktekkan prinsip se-irit2nya bahan / modal. Sebab kalo baru pertama kali ternak kok fasilitasnya sudah mewah dan makan modal besar, wah bisa memperpanjang BEP kan ?! demikian penjelasan dari peternak lama….
Saya tidak akan menganalisa fasilitas yang dibutuhkan dalam beternak burung puyuh termasuk alternatif2-nya. Saya hanya akan menceritakan bagaimana dan apa fasilitas yang saya pilih dan saya pakai dalam beternak ini.
RUMAH INDUK.

Rumah induk merupakan rumah pokok yang dipakai untuk apasaja keperluan memelihara burung puyuh.

Nah, untuk rumah induk, saya membeli kampung bekas seharga 2,5 juta. Kampung bekas ini berukuran 7×6 meter. Rata-rata bahannya dari kayu akasia. Komplet, sudah termasuk reng, usuk, dan gentingnya, bahkan gebyok samping juga ada, walaupun tidak komplet empat sisi.

Tapi namanya juga bekas, ada beberapa usuk dan reng yang sudah lapuk dan tidak layak pakai. Jadi ya tetap mengganti beberapa reng dan usuk, termasuk beberapa genting juga cari lagi, karena pecah waktu bongkar pasang.

Kampung berukuran 6×7 meter ini diperkirakan muat 4000 populasi dengan 8 kandang teluran.


Terasnya saya bangun lagi selebar 2,5 meter dengan panjang 7 meter untuk nantinya bisa dipergunakan sebagai tampungan pakan, keperluan air, menyimpan telur sebelum disetor ke PT, mungkin juga untuk menyimpan kandang pembesaran jika sudah tidak dipakai lagi.
KANDANG PEMBESARAN.

Kandang pembesaran ialah kandang yang dipakai untuk membesarkan DOQ, sejak datang sampai umur 20-25 hari atau diperkirakan sudah layak untuk naik ke kandang teluran.

Kandang pembesaran ini berukuran 75×200 cm. Untuk 1000 bibit membutuhkan total 4 kandang pembesaran.

Kandang pembesaran ini berbahan pokok reng dan strimin. Sisi yang tertutup nantinya memakai triplek, namun kalau mau lebih ngirit ya ditutup pakai kardus saja (sekali pakai).
KANDANG TELURAN.

Kandang teluran ini merupakan kandang pokok dimana nantinya si burung puyuh akan tinggal dan berproduksi sampai saatnya di-apkir.

Berbahan usuk, reng, dan strimin.

Kandang teluran ini saya memerlukan 8 kandang untuk 4000 populasi. Yang 3 kandang saya pakai bambu sebagai pengganti strimin (untuk ujicoba saja, dengan pertimbangan kalo bambu lebih awet dan lebih mudah diperbaiki kalo nantinya rusak…).


Kandang teluran ini tingginya 180cm terbagi menjadi 5 tingkat, dimana masing-masing tingkat memuat 100 populasi (teorinya).

Masing-masing tingkat di kandang teluran ini depannya dipasang pralon yang dilubang, pralon satu untuk wadah pakan, satunya lagi untuk tempat minum. Lebih jelasnya lihat gambar saja ya…….
Nah, setelah 3 bulan menunggu, akhirnya bibit datang juga. Untuk bibit pertama yang datang ternyata tidak 1000 ekor, tetapi 950 ekor, dari pihak PT tidak memberi alasan, namun jelas saya terima karena yang harus saya bayar juga sejumlah 950 ekor saja.

Harga bibit per-ekor-nya Rp 1.250,-

Sehingga saya bayar Rp 1.250,- x 950 : Rp Rp 1.187.500,-

Bibit ini kemudian langsung masuk ke kandang pembesaran yang fasilitasnya sudah dipersiapkan. Landasan kandangnya memakai kertas sak semen dengan lapisan 3 lembar. Sebelum ditaburi benih, terlebih dahulu ditaburi pakan pembesaran (BR) yang sudah diantar PT beberapa hari sebelum bibit datang.

Untuk pertama kali pakan belum ditaruh di nampan, tetapi disebar di atas landasan. Setelah sekitar 3-5 hari atau diperkirakan DOQ sudah mampu makan dari nampan, baru pakan ditaruh di nampan. Namun nampannya perlu diberi potongan strimin untuk menjaga puyuh biar tidak kepleset.

Wadah air minumnya juga diberi batu-batu, ini menjaga agar DOQ tidak mati tenggelam. Air minum untuk DOQ ini dicampur dengan vitamin DOQ yang kita beli dari PT.

Hari-hari pertama untuk 1000 DOQ membutuhkan 2 kandang pembesaran. Masing-masing kandang diisi 500 bibit.


Untuk penghangatan, saya menggunakan lampu listrik. Tiap kandang pembesaran membutuhkan 100 watt x 3 lampu, jadi total untuk 1000 DOQ membutuhkan 600 watt. Kebutuhan ini kira-kira sampai sekitar 5 hari atau seminggu atau bahkan 10 hari, tergantung bagaimana kondisi bibit dan cuaca.

Tahap ini istilahnya nge-box. Seperti biasanya kita nge-box, kalo DOQ sebagian besar berada mepet dinding, berarti suhunya terlalu panas, untuk ini perlu salah satu lampu dimatikan. Demikian juga sebaliknya kalau bibit2 ini berkumpul di sekitar lampu, berarti suhunya kurang panas sehingga perlu ditambah lampu. Namun untuk 300 watt x 3 ini sepertinya belum pernah menambah lampu.
Setelah 7 hari atau 10 hari diamati DOQ sudah mulai besar dan kandang sudah cukup sesak, DOQ yang menghuni 2 kandang ini dipecah menjadi 4 kandang.

Setelah menjadi 4 kandang, dimana tiap-tiap kandang berisi 250 populasi bibit, lampu juga sudah dikurangi dayanya. Jumlahnya tetap 3 lampu, namun yang dipasang ganti 45 watt, 60 watt, 45 watt.

Untuk pembersihan kotoran, penggantian kertas semen landasan, penggantian air minum, pemberian makan, pemberian vaksinasi, dll dll Kok susah mau memberi penjelasan terperinci ya …….!!! Pokoknya begitu lah……. Kalo ada kendala, hubungi saja dokternya PT Peksi Gunaraharja. Kalo kita bingung, Pak Dokter ini siap untuk memberi penjelasan apa saja sampai kita paham dan bisa. Mudah kan !!??

Yang penting perlu diperhatikan pada masa pembesaran ialah sekitar waktu antara 1-5 hari. Pada 5 hari pertama ini merupakan masa yang paling kritis, karena bisa jadi si bibit membawa penyakit bawaan. Nah….
Sekitar 1 atau 2 minggu saya nge-box 950 bibit pertama, datang lagi 1000 bibit yang kedua.

Angkatan kedua ini ternyata kurang begitu lancar. Bibit datang dalam kondisi lesu dan lemes (hehe, saya sudah mulai sok ahli mengamati bibit ya… padahal baru sekali udah sok tau…..).
Bibit yang kedua ini aneh, setelah ditabur di kandang pembesaran baru mulai kelihatan belangnya. Tingkah lakunya juga aneh-aneh. Ada yang seneng berjalan mundur sambil nunduk, ada yang sukanya megap-megap, ada juga yang hobinya geleng-geleng terus. Wah wah wah…. Agak runyam juga.


Waktu itu saya belum kepikiran untuk ngundang Pak Dokter PT Peksi Gunaraharja, maklum saja peternak baru belum hapal medan.

Atas jasa dokter lain, maksudnya peternak lama, bibit yang kedua ini diberi obat Trimisin.

Akhir kata, kedua angkatan itu lancar juga sampai naik ke kandang teluran.

Jumlah kematian selama pembesaran untuk 950 angkatan pertama sekitar 14 ekor. Jadi jumlahnya masih ada 936 ekor.

Untuk yang 1000 angkatan kedua, kematian cukup tinggi, lebih dari 80 ekor, jadi masih tersisa sekitar 900 ekor saja.

Setelah kedua angkatan itu masuk kandang teluran (20-25 hari), pakan masih menggunakan BR (pakan stater) sampai nanti umur 40 hari.

Penjelasan untuk pakan, bahwa selama masa pembesaran (6 minggu), tiap 1000 populasi membutuhkan 6 sak BR (pakan stater).

Per-sak beratnya 50kg.

Harga per-sak-nya waktu itu sekitar RP 214.000 (hehehe… agak lupa, males buka dokumen).


Jadi total kebutuhan pakan stater (BR) ialah 6 sak x Rp 250.000,- : Rp dijumlah sendiri ya…..!!!

Pakan BR ini untuk 1000 populasi diantar oleh PT tiap minggunya 1 sak selama 6 minggu, dibayarnya tiap kalo datang per-minggu-nya dan harus dibayar cash / kontan alias tidak boleh ngutang.

Setelah kedua angkatan bibit itu naik kandang, pas ke-30 hari, 2000 bibit angkatan ketiga datang juga. Untuk yang angkatan ini, nge-box-nya sekaligus 2000 DOQ.

Tapi perasaan kok rame banget ya mau nerusin cerita. Bisa-bisa halaman blog ini dipenuhi cerita beternak burung puyuh… jadi cerita yang pokok-pokok saja.Singkat cerita………….
Untuk kemitraan ini, PT Peksi Gunaraharja menyediakan 2 macam merk pakan, yang satu merk SINTA, satunya lagi pakan buatan PT yang merknya “UNTUK KALANGAN SENDIRI”.
Untuk 1000 populasi membutuhkan 3 sak pakan teluran (LAYER). Pakan boleh memilih semuanya merk “UNTUK KALANGAN SENDIRI”, namun boleh juga ditambah pakan yang merk SINTA, toh katanya setelah tes laborat, baik yang SP 22 SINTA maupun yang merk “UNTUK KALANGAN SENDIRI” kualitasnya sama, maksudnya kandungan bahan pakannya sama…
Setelah umur 40 hari, si burung puyuh ini sudah mulai bertelur, namun belum maksimal, artinya hasil telur belum mencukupi untuk membeli pakan. Karena kondisi seperti ini, berarti peternak masih harus membayar pakan yang datang selama hasil telurnya belum bisa menutup harga pakan.
Setelah umur 2 bulan, barulah si burung puyuh ini sudah bisa cari sendiri pakannya…… malah sudah ada sisa buat masuk dompet dan disisihkan untuk mengembalikan modal !!!
Tentang cerita sampai apkir, berhubung saya belum mengalami, jadi belum bisa cerita….. namun konon katanya yang sudah pengalaman, bahwa burung puyuh ini diapkir setelah berumur kurang lebih 1 tahun, atau kalo kira-kira produksi telurnya sudah tidak bisa untuk membeli pakan.


Untuk apkiran, PT Peksi Gunaraharja sebagai mitra juga siap membeli dengan harga saat ini Rp… ????
Oiya, sebelum saya akhiri cerita yang sama sekali tidak lengkap dari pengalaman saya beternak burung puyuh ini, untuk saat ini produksi kalo pas kondisinya baik bisa mencapai 23 ikat per-minggunya. Tapi kadang juga 21 ikat. (1 ikat berisi 900 butir).

Maklum, untuk yang angkatan pertama dan kedua kondisinya memprihatinkan, paling sekarang cuma tinggal 1500 ekor. Soalnya ada yang tadi belum saya ceritakan, bagaimana setelah naik kandang teluran, rumah induknya kurang rapat, jadi banyak burung puyuh yang menjadi santapan pesta malam kucing-kucing liar……

Meoooooooong………………!!!!!!!!!!!! (duh nasibnya jadi peternak baru… memberi sodakoh sama kucing…..)
Sekalian di sini saya lampirkan analisa usaha beternak burung puyuh, dimana analisa usaha ini saya bikin sebelum saya memulai beternak, jadi analisa usaha ini hanya merupakan gambaran setelah saya muter-muter dan nanya-nanya ke peternak-peternak lama….

Jadi maklum kalo analisa usaha yang saya bikin agak semrawut, karena saya sendiri memang bukan ahli di bidang ternak burung puyuh dan memang saya bikin sewaktu saya belum mengalaminya….
Analisa Usaha Beternak Burung Puyuh
(perhitungan dan perencanaan)
Beternak burung puyuh merupakan kerjasama bermitra dengan PT Peksi Gunaraharja. Usaha beternak burung puyuh adalah mengambil hasil produksi telurnya.

Teknis kerjasama
1. Pemesanan terlebih dahulu ke PT untuk menjadi peternak.
2. Setelah pemesanan, kemudian bibit dan obat-obatan diantar oleh PT dan dibayar cash oleh peternak sesuai jumlah pemesanan.
3. Untuk prosedur itu, peternak harus sudah menyiapkan kandang terlebih dahulu, terutama kandang untuk pembesaran bibit.
4. Prosedur teknis selanjutnya dalam masa awal; PT mengantar pakan awal dan pakan teluran. Pakan awal adalah pakan yang digunakan untuk pembesaran bibit (berkisar 40 hari). Sedangkan pakan teluran adalah pakan yang diberikan setelah selesai masa pembesaran untuk merangsang agar burung puyuh siap berproduksi sebagai petelur (berkisar 40 hari setelah habis pakan awal).
5. Setelah nanti berproduksi, pakan dikirim tiap minggu oleh PT, sekaligus mengambil/membeli telur. Masa ini adalah masa produktif, dimana peternak membayar/membeli pakan dari PT dan sekaligus menjual telur ke PT tiap seminggu sekali. Dalam masa produktif, lebih baiknya peternak tetap mengutamakan penjualannya ke PT dan berarti mengikuti standar harga PT.
6. Setelah nanti burung puyuh masuk masa apkir (tidak berproduksi lagi / atau produksinya sudah tidak dapat menutup pembayaran pakan), maka PT juga siap membeli burung puyuh apkiran.
7. Sebaiknya para peternak juga membentuk kelompok. Sebab PT akan memberi fee untuk kelompok. Untuk fee ini ada ketentuannya sendiri yang diberikan tiap tahun.
Permodalan dan Perhitungan Hasil 4000 populasi.

A. Modal Tetap. 1. kandang besar : Rp 7.000.000,- 2. kandang kecil (8 unit) : Rp 4.000.000,- 3. kandang pembesaran : Rp 1.600.000,- 4. alat-alat : Rp 2.000.000,- 5. bibit paket 4000 ekor : Rp 5.000.000,- ( @ Rp 1.250,- ) 6. obat : Rp 200.000,- B. Modal Berjalan Awal. 1. pakan awal : Rp 6.000.000,- (24xRp 250.000) 2. pakan teluran : Rp 7.740.000,- (36xRp 215.000) D. Tak Terduga : Rp 1.000.000,-
◄ Newer Post Older Post ►