Kamis, 31 Maret 2011

Pemanfaatan Pakan Fermentasi Dalam Usaha Penggemukan Domba

Indonesia sebagai Negara agraris mempunyai potensi berupa adanya beberapa jenis ternak lokal asli Indonesia. Ternak lokal asli Indonesia merupakan kekayaan plasma nutfah Negara kita yang seharusnya mendapat perhatian khusus dari berbagai pihak yang berkepentingan. Jika dilihat dari berbagai sudut pandang ternak lokal Indonesia memeiliki berbagai kelebihan dibandingkan ternak import, misalkan ternak asli Indonesia relatif lebih cepat beradaptasi dengan iklim Indonesia, ternak lokal Indonesia juga dapat menjadi salah satu penyedia kebutuhan protein yang murah dan dapat menjadi sumber tenaga kerja yang ramah lingkungan. Namun pada saat ini ada kekhawatiran akan punahnya beberapa ternak lokal asli Indonesia dan ada kecenderungan menurunnya kualitas, karena kurangnya perhatian dari pihak yang terkait.
salah satu plasma nutfah Indonesia adalah domba, domba secara umum dapat dipergunakan sebagai penghasil daging susu dan sumber bahan baku kain wol. Pada awalnya domba di Indonesia hidup liar dipegunungan dan di hutan, namun setelah adanya domestikasi domba mulai diternakan atau dipelihara oleh manusia. Tidak diketahui secara pasti, kapan domba mulai dipelihara di Indonesia, akan tetapi dengan adanya relief domba di Candi Borobudur (circa 800 SM), menandakan bahwa domba sudah dikenal masyarakat sekitarnya pada saat itu (Ryder, 1983). Domba yang sekarang menyebar di seluruh dunia ini sesungguhnya berasal dari daerah pegunungan Asia Tengah, dimana sebagian menyebar ke arah Barat dan Selatan sehingga dikenal sebagai kelompok urial dan yang lainnya menyebar ke Timur dan Utara yang dikenal sebagai kelompok argali. Terdapat tiga macam domba berdasarkan asalnya (bagian Barat dan Selatan Asia), yaitu Ovis musimon, Ovis ammon, dan Ovis orientalis. Sebelum terjadinya pemisahan daratan antara kepulauan Indonesia dan jazirah Melayu, maka domba yang ada di kawasan tersebut boleh jadi menyebar dari kawasan Asia Tengah (sekarang daerah Tibet, Mongolia), kemudian ke daerah Kamboja, Thailand, Malaysia dan kawasan Barat Indonesia seperti Sumatera yang pada saat itu masih bersatu dengan Malaysia. Hal tersebut terbukti dari jenis domba yang dijumpai di kawasan tersebut adalah dari jenis ekor tipis dengan penutup tubuh berupa rambut.
Pada masa kolonial Belanda, berbagai importasi ternak dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda, diantaranya adalah kambing dan domba, terutama ke pulau Jawa sebagai pusat pemerintahan pada saat itu dan Sumatera Barat dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas domba lokal yang ada (Merkens dan Soemirat, 1926). Selain itu, kedatangan pedagang Arab ke Wilayah Nusantara memberikan kontribusi pada keragaman jenis ternak domba yang ada, yaitu dengan membawa domba ekor gemuk ke propinsi Sulawesi Selatan dan Pulau Madura. Demikian pula setelah masa kemerdekaan, dapat dilihat dari banyaknya importasi jenis domba pada masa Orde Baru dengan tujuan utama meningkatkan produktivitas ternak domba lokal. Bisa disebut antara lain domba yang berasal dari daerah bermusim empat seperti Merino, Suffolk, Dorset, Texel (Natasasmita dkk., 1979), maupun domba dari daerah tropis dengan penutup tubuh berupa rambut, seperti domba St. Croix dan Barbados Blackbelly (Subandryo dkk., 1998).
Dengan semakin majunya zaman ternak domba menjadi salah satu komoditas ekonomi yang menguntungkan bagi sebagian orang. Pada saat ini muncul jenis usaha berupa penggemukan ternak domba dengan tujuan akhir menghasilkan domba pedaging yang siap potong. Pada beberapa tempat usaha penggemukan domba selalu terbentur pada ketersediaan pakan dan kualitasnya yang rendah, sehingga ternak domba menjadi sulit untuk dikembangkan, karena total biaya produksi dalam bidang usaha lebih dari 60% nya adalah untuk penyediaan pakan. Akan tetapi dibeberapa tempat kesulitan pakan dapat ditanggulangi dengan pemanfaatan limbah bidang usaha pertanian dan agroindustri. Hanya saja apakah gizi dari bahan-bahan tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi domba?
Penggemukan Domba dengan Pakan Fermentasi
Usaha penggemukan domba dengan metode pakan ternak Fermentasi merupakan salah satu cara yang jitu dalam meningkatkan dan mempercepat pertumbuhan hewan ternak ini. Limbah Pertanian dan Argoindustri Pertanian memiliki potensi yang cukup besar sebagai sumber pakan ternak Ruminasia. Limbah yang memiliki nilai nutrisi yang relatif tinggi digunakan sebagai sumber pakan energi atau protein, sedangkan limbah pertanian yang memiliki nilai nutrisi relatif rendah digunakan sebagai sumber serat. Dedak Padi, Kulit Kopi, Kulit Coklat, Ketela pohon dan hasil ikutannya, Kulit Kacang Tanah, Tumpi Jagung, bungkil Biji Kapuk, Kedelai dan ikutanya serta Hijauan merupakan macam bahan pakan limbah pertanian diolah dengan metode fermentasi yang mengubah unsur kayu menjadi karbohidrat/protein, ditambah suplemaen protein sebagai sumber penguat, ataupun pencampuran komponen sesuai permintaan. Dengan melakukan kontrol terhadap kandungan Gizi pakan, menjadikan Kotoran relatif tidak berbau, karena semua komponen Gizi telah terserap pada proses pencernaan ternak.
Banyak alternatif metode fermentasi pakan yang dapat dilakukan misalkan dengan metode silase, pembuatan hay, atau bahkan fermentasi yang mengadopsi pembuatan tempe. Selain bahan-bahan tersebut diatas ternyata bahan lain seperti limbah isi rumen, bahkan beberapa kotoran ternak ternyata dapat diproses menjadi sumber pakan. Dengan sistem pakan fermentasi selain tercukupinya kebutuhan pakan juga dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan untuk penyediaan pakan berkualitas serta dapat mengurangi limbah yang dihasilkan dari usaha pertanian dan agroindustri. Bahkan apabila kita kembangkan konsep integrated farming yaitu dengan adanya usaha pengolahan limbah yang dihasilkan dari sisa proses produksi dapat juga menambah penghasilan.
Untuk informasi bagaimana caranya membuat silase isi rumen atau pemanfaatan kotoran ternak menjadi pakan dapat kirim e mail ke abu.nurul07@gmail.com atau comment  di blog ini kami menyediakan paket pelatihannya.

◄ Newer Post Older Post ►