Sri Mulyani Dikorbankan SBY ? - Pernyataan Sri Mulyani " Pemimpin tidak mengorbankan anak buahnya" sungguh menjadi sebuah kalimat yang sangat menarik untuk dikaji. Hal ini terkait dengan posisi dirinya, yang akhir-akhir ini menjadi target politisi Senayan. Inikah curahan hati Sri Mulyani yang sering disapa Mbak Ani ini? Bagaimana sebenarnya relasi Mbak Ani dengan Presiden SBY?
Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani memang cukup mengejutkan. Meski tidak jelas siapa yang dimaksud. Namun, publik dengan mudah mengaitkan pernyataan calon Manajer Pelaksana Bank Dunia ini terkait posisi dirinya saat ini yang menghadapi lilitan kasus Bank Century.
Ia menegaskan ke depan tidak boleh lagi ada pemimpin yang mengorbankan anak buahnya. “Ke depan, tak boleh ada lagi pemimpin yang mengorbankan anak buahnya,” ujar Sri Mulyani saat menghadiri peluncuran layanan unggulan di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Jakarta, Kamis (6/5).
Pernyataan yang sifatnya reflektif ini dengan mudah publik mengaitkannya dengan situasi yang menimpa menteri kelahiran Bandar Lampung ini. Apalagi kalau bukan soal Century serta sikap Presiden SBY dalam penyelesaian kasus Century.
Pernyataan dari Sri Mulyani itu mengingatkan kepada informasi yang beredar pasca-rapat paripurna pengesahan RAPBN-P 2010 Senin (3/5) awal pekan ini. Dikabarkan, Mbak Ani merasa kecewa dengan surat Presiden SBY kepada DPR terkait pihak yang mewakili pemerintah menghadiri pengesahan RAPBN-P 2010 yang juga mengutus Menko Perekonomian Hatta Radjasa.
Kekecewaan tersebut muncul Senin (3/5) malam sesaat dirinya mengetahui perihal surat Presiden SBY kepada DPR tentang pengutusan Hatta Rajdasa dalam rapat paripurna DPR. Memang saat rapat paripurna pengesahan RAPBN-P 2010, yang mewakili pemerintah tampak Menkeu Sri Mulyani dan Menko Perekonomian Hatta Radjasa.
Ketika dikonfirmasi kehadiran Hatta Radjasa dalam rapat paripurna, Sekjen DPR Nining Indra Saleh menegaskan kehadiran Menko Perekonomian dalam rapat paripurna pengesahan RAPBN-P adalah hal lazim terjadi. “Itu biasa terjadi,” ucapnya.
Sebelumnya, kejadian serupa juga muncul perihal surat Presiden SBY kepada pimpinan DPR terkait pembahasan RAPBN-P yang mengutus dua menteri yakni Menkeu dan Menko Perekonomian.
Surat presiden yang tak lazim terjadi dalam sejarah relasi DPR dengan pemerintah terkait pembahasan anggaran. Karena selama ini, pembahasan anggaran hanya diwakili Menkeu.
Selama ini hubungan Sri Mulyani dengan SBY relatif tak ada masalah, bahkan cenderung harmonis. Setidaknya ditunjukkan dengan keterlibatan Sri Mulyani dalam pemerintahan SBY dalam periode pemerintahan pertama hingga kedua.
Setidaknya sejumlah pos penting diisi Sri Mulyani mulai menjadi Kepala Bappenas, Menkeu, Plt Menko Perekonomian, hingga sempat dikabarkan dijagokan untuk mengisi posisi Gubernur BI.
Sebenarnya, jika merunut ke belakang, sikap Presiden SBY terhadap kasus Century memang cukup jelas. Usai keluarnya hasil rekomendasi Paripurna DPR tentang Century, Presiden SBY menegaskan bertanggungjawab terhadap kebijakan bailout itu. Presiden juga menegaskan dua pembantunya tidak perlu mundur dari jabatannya.
Namun, sikap presiden nyaris tak memiliki implikasi politik apapun, khususnya bagi DPR. Setidaknya, aksi penolakan terhadap kehadiran Sri Mulyani di DPR kian intens dan menemukan momentumnya saat pembahasan RAPBN-P 2010.
Namun perpindahan Sri Mulyani ke Bank Dunia menjadi klimaks relasi keduanya dalam kurun waktu enam tahun terakhir ini. Lantas apa makna dari pernyataan Sri Mulyani tadi. Yang jelas, hanya calon Managing Director World Bank itu yang tahu.
Ia menegaskan ke depan tidak boleh lagi ada pemimpin yang mengorbankan anak buahnya. “Ke depan, tak boleh ada lagi pemimpin yang mengorbankan anak buahnya,” ujar Sri Mulyani saat menghadiri peluncuran layanan unggulan di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Jakarta, Kamis (6/5).
Pernyataan yang sifatnya reflektif ini dengan mudah publik mengaitkannya dengan situasi yang menimpa menteri kelahiran Bandar Lampung ini. Apalagi kalau bukan soal Century serta sikap Presiden SBY dalam penyelesaian kasus Century.
Pernyataan dari Sri Mulyani itu mengingatkan kepada informasi yang beredar pasca-rapat paripurna pengesahan RAPBN-P 2010 Senin (3/5) awal pekan ini. Dikabarkan, Mbak Ani merasa kecewa dengan surat Presiden SBY kepada DPR terkait pihak yang mewakili pemerintah menghadiri pengesahan RAPBN-P 2010 yang juga mengutus Menko Perekonomian Hatta Radjasa.
Kekecewaan tersebut muncul Senin (3/5) malam sesaat dirinya mengetahui perihal surat Presiden SBY kepada DPR tentang pengutusan Hatta Rajdasa dalam rapat paripurna DPR. Memang saat rapat paripurna pengesahan RAPBN-P 2010, yang mewakili pemerintah tampak Menkeu Sri Mulyani dan Menko Perekonomian Hatta Radjasa.
Ketika dikonfirmasi kehadiran Hatta Radjasa dalam rapat paripurna, Sekjen DPR Nining Indra Saleh menegaskan kehadiran Menko Perekonomian dalam rapat paripurna pengesahan RAPBN-P adalah hal lazim terjadi. “Itu biasa terjadi,” ucapnya.
Sebelumnya, kejadian serupa juga muncul perihal surat Presiden SBY kepada pimpinan DPR terkait pembahasan RAPBN-P yang mengutus dua menteri yakni Menkeu dan Menko Perekonomian.
Surat presiden yang tak lazim terjadi dalam sejarah relasi DPR dengan pemerintah terkait pembahasan anggaran. Karena selama ini, pembahasan anggaran hanya diwakili Menkeu.
Selama ini hubungan Sri Mulyani dengan SBY relatif tak ada masalah, bahkan cenderung harmonis. Setidaknya ditunjukkan dengan keterlibatan Sri Mulyani dalam pemerintahan SBY dalam periode pemerintahan pertama hingga kedua.
Setidaknya sejumlah pos penting diisi Sri Mulyani mulai menjadi Kepala Bappenas, Menkeu, Plt Menko Perekonomian, hingga sempat dikabarkan dijagokan untuk mengisi posisi Gubernur BI.
Sebenarnya, jika merunut ke belakang, sikap Presiden SBY terhadap kasus Century memang cukup jelas. Usai keluarnya hasil rekomendasi Paripurna DPR tentang Century, Presiden SBY menegaskan bertanggungjawab terhadap kebijakan bailout itu. Presiden juga menegaskan dua pembantunya tidak perlu mundur dari jabatannya.
Namun, sikap presiden nyaris tak memiliki implikasi politik apapun, khususnya bagi DPR. Setidaknya, aksi penolakan terhadap kehadiran Sri Mulyani di DPR kian intens dan menemukan momentumnya saat pembahasan RAPBN-P 2010.
Namun perpindahan Sri Mulyani ke Bank Dunia menjadi klimaks relasi keduanya dalam kurun waktu enam tahun terakhir ini. Lantas apa makna dari pernyataan Sri Mulyani tadi. Yang jelas, hanya calon Managing Director World Bank itu yang tahu.
Dalam hal ini siapa yang dikorbankan dan mengorbankan belum jelas, yang menjadi korban adalah tetap rakyat.