Satu satu aku sayang ibu
Dua dua juga sayang ayah
Tiga tiga sayang adik kakak
Satu dua tiga sayang semuanya!
Siapa tak kenal lagu itu? Lagu ini mengajarkan anak menyayangi orang tua dan saudaranya, sekaligus belajar menghitung. Lagu ini hanya satu di antara begitu banyak lagu ciptaan Pak dan Bu Kasur yang semuanya pendek-pendek namun sangat mendidik sehingga anak mudah menghafal sekaligus tertanam dalam hati. Anak-anak belajar, namun tidak merasa sedang belajar.
Siapa Pak dan Bu Kasur? Kok ada orang tua yang tega menamai anaknya “Kasur”? Memang tidak demikian. Pak Kasur lahir pada 26 Juli 1912 di Purbalingga, Jawa Tengah dengan nama Soerjono, Isterinya Bu Kasur terlahir dengan nama Sandiah di Jakarta pada 16 Januari 1926.
Soeryono aktif di Kepanduan (sekarang Pramuka). Anak-anak binaannya di Kepanduan memanggilnya Kak Sur. Anak-anak binaan yang lebih muda memanggilnya dengan Pak Kak Sur sehingga akhirnya terciptalah nama Pak Kasur. Isterinya Sandiah pun menjadi Bu Kasur.
Mereka bertemu ketika sama-sama bekerja di Kantor Karesidenan Priangan, Bandung. Soeryono dan Sandiah menikah di pengungsian di Yogyakarta pada tanggal 29 Juli 1942. Setelah anak pertama lahir Sandiah ingin kembali bekerja. Suaminya tidak melarang, hanya mengatakan bahwa kalau isterinya bekerja, ia akan tinggal di rumah bersama anak mereka. “Itu kan anak kita, bukan anak simbok (pembantu).” Sandiah mengurungkan niatnya bekerja. Ia mengasuh anak-anak di rumah sambil menulis untuk majalah anak-anak.
Pak Kasur adalah tokoh yang sangat bijak. Salah satu ucapannya yang dikutip isterinya adalah “Kalau manis jangan langsung ditelan. Kalau pahit jangan langsung dimuntahkan.” Dengan ucapan sederhana itu ia mengungkapkan bahwa dalam menghadapi segala sesuatu kita harus melihat proses, membuat analisa baru kemudian menarik kesimpulan.
Pasangan ini sangat mencintai anak-anak. Pada tahun 1968 mereka pindah dari Bandung ke Jakarta dan mendirikan TK Mini di rumah mereka di jalan Agus Salim. Mereka juga mendirikan Taman Putera dan Taman Pemuda, namun sayang sekali keduanya kemudian ditutup.
Pak Kasur adalah tokoh yang sangat bijak. Salah satu ucapannya yang dikutip isterinya adalah “Kalau manis jangan langsung ditelan. Kalau pahit jangan langsung dimuntahkan.” Dengan ucapan sederhana itu ia mengungkapkan bahwa dalam menghadapi segala sesuatu kita harus melihat proses, membuat analisa baru kemudian menarik kesimpulan.
Pasangan ini sangat mencintai anak-anak. Pada tahun 1968 mereka pindah dari Bandung ke Jakarta dan mendirikan TK Mini di rumah mereka di jalan Agus Salim. Mereka juga mendirikan Taman Putera dan Taman Pemuda, namun sayang sekali keduanya kemudian ditutup.
Metode pengajaran yang diterapkan di TK Mini agak berbeda dengan TK pada umumnya ketika itu. Misalnya, Bu Kasur menyebarkan banyak permen dan menyuruh anak-anak mengumpulkan sebanyak mungkin, Anak-anak kecil itu berebut untuk mengambil sebanyak-banyaknya. Ada ibu yang langsung menegur anaknya, “Jangan ikut berebutan permen. Nanti pulang sekolah ibu belikan.” Bu Kasur menjelaskan, “Ibu, kami sedang melakukan observasi dan mengajarkan nilai-nilai positif anak. Ibu lihat, ada anak yang mengambil beberapa permen, meletakkannya di meja guru, lalu balik untuk mengambil permen lagi. Ada juga anak yang mengambil banyak sekaligus dan membawanya dengan ujung bajunya.”
Pada tahun 1950-an, Pak Kasur dan Bu Kasur mengasuh siaran anak-anak di RRI Jakarta. Ketika TVRI berdiri pada tahun 1962, Ibu Kasur mengasuh acara Arena Anak-anak dan Mengenal Tanah Airku. Pada awal tahun 1970-an, Ibu Kasur dikenal sebagai pengasuh acara Taman Indria di TVRI. Taman Indria adalah sebuah acara yang menampilkan anak-anak berbakat diselingi pesan-pesan pendidikan. Bu Kasur juga hadir di acara Hip Hip Ceria di RCTI.
Pak Kasur selalu melibatkan Bu Kasur dalam setiap kegiatan yang behubungan dengan anak dan pendidikan. Ketika Bu Kasur merasa canggung mengadakan siaran, Pak Kasur setengah memaksanya menggantikannya ketika ia berhalangan atau bepergian. Bu Kasur awalnya sering gemetar dan kurang lancar dalam siaran, namun lambat laun ia makin luwes.
Pak Kasur menciptakan sekitar 140 lagu anak sedangkan Bu Kasur menciptakan 20 lagu. Sedikit di antaranya adalah Potong Bebek Angsa, Balonku, Kebunku, Bangun Tidur, Sepedaku Roda Tiga, Pelangi, Selamat Pagi Pak, Amrin Membolos, dan Topi Saya Bundar.
Lagu di awal tulisan ini adalah lagu istimewa. Lagu Sayang Semuanya (Satu Satu) ini selaiin sarat muatan edukatif juga tidak satu pun huruf “r” ada di dalamnya! Anak-anak sulit mengucapkan “r” dengan jelas sehingga lagu ini pasti pasti dapat dengan mudah dinyanyikan anak-anak kecil.
Pak Kasur meninggal pada tahun 1992 dan Bu Kasur meninggal di Jakarta, 22 Oktober 2002, namun karya mereka tetap dilanjutkan oleh Yayasan Setia Balita yang dikelola kelima anak mereka. Walaupun anak-anak sekarang tidak mengenal siapa Pak dan Bu Kasur namun lagu-lagu mereka tetap dinyanyikan dan mendidik anak-anak.