Mengapa kita mengajari anak kita membaca? Mengapa kita mengajari anak makan sendiri? Tentunya supaya anak bisa mandiri. Sama halnya dengan mengajari anak membaca ataupun makan sendiri, kita perlu membangun kemandirian anak dalam memecahkan masalah.
Setiap hari kita dihadapkan pada problem baik di rumah, sekolah maupun tempat kerja. Sebagian orang bangkit menghadapi problem dan menganggapnya sebagai tantangan untuk berkembang. Mereka memiliki cara yang jelas dan sistematis untuk mengatasi masalah yang membuat mereka makin percaya diri. Namun banyak orang yang takut akan problem. Mereka tidak memiliki cara untuk mengatasi permasalahan, bahkan yang simpel sekalipun. Biasanya mereka gagal mencari tahu akar permasalahan sehingga tidak bisa menerapkan analisa yang tepat untuk menyelesaikannya. Akibat seringnya gagal menyelesaikan masalah, mereka merasa minder. Jangan biarkan hal ini tejadi pada anak anda.
Sebagai orang tua, anda bisa meyakinkan anak anda bahwa masalah adalah tantangan yang bisa dipecahkan. Berikut ini beberapa tips untuk melatih ketrampilan pemecahan masalah.
Pelajari cara bertanya yang memicu pemikiran, yaitu yang jawabannya bukan sekedar ‘ya “ atau “tidak.” Tiga cara berpikir yang utama dalam pemecahan masalah adalah: analisa, sintesa dan evaluasi.
o Yang dimaksud dengan Analisa adalah memecahkan masalah/informasi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Gunakan pertanyaan yang mengandung: apakah perbedaan, terangkan, bandingkan, pisahkan, kelompokkan, atur. Misalnya: apa beda telur kura-kura dengan telur bebek?
o Sintesa: menghubungkan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya dengan pengalaman baru untuk membentuk gagasan baru. Gunakan pertanyaan yang mengandung: gabungkan, atur ulang, gantikan, ciptakan, desain, bagaimana jika?, temukan, dsb. Misalnya: Bagaimana jika Dinosaurus masih hidup? Bagaimana kamu akan mendesain kebun binatangnya?
o Komponen dari Evaluasi adalah menilai dan memutuskan menurut kriteria tertentu, tanpa harus ada jawaban benar atau salah. Gunakan pertanyaan yang mengandung: putuskan, ukur, pilih, simpulkan, bandingkan, terangkan, ringkas. Misalnya: Bagaimana jika Dinosaurus tidak pernah hidup?
Ajak anak bermain brain teaser, seperti puzzle, sudoku, teka-teki logika (berbagai aktifitas brain teaser tersedia di blog kami: www.resourceful-parenting.blogspot.com). Melalui aktifitas yang menyenangkan tersebut, anda bisa sekaligus melatih ketrampilan berpikir kritis anak.
Dorong anak untuk sesering mungkin mengambil keputusan. Misalnya setelah anda mengajari anak untuk mengatur waktu, anda bisa meminta anak untuk membuat jadwal sendiri untuk mandi, makan, mengerjakan PR, dan tidur. Kemudian bantu anak untuk mengevaluasi jadwal yang dibuatnya: apa yang berjalan, apa yang perlu diperbaiki, apa yang dia sukai.
Permainan “Ya Tuan.” Minta anak anda untuk menuliskan instruksi seakurat mungkin untuk menjalankan tugas sederhana yang tidak asing lagi bagi anak (misalnya memasang seprei, membuat minuman coklat hangat). Ijinkan anak anda memilih untuk menuliskan, mengucapkan, atau menggambar langkah-langkah yang harus dijalankan. Lalu tugas anda adalah mengikuti dengan patuh langkah-langkah yang disebutkan anak. Jangan lakukan tugas yang tidak terdaftar, walaupun anda tahu melakukannya.
Permainan detektif. Aktifitas ini sangat mudah dan menyenangkan. Kumpulkan barang-barang di rumah seperti kalung, kartu, pena, hp, baju kaos, kaos kaki. Masukkan barang-barang itu dalam kantong. Katakan pada anak anda bahwa ia adalah seorang detektif yang bertugas mengidentifikasi pemilik misterius berdasarkan barang-barang yang ada dalam kantong. Minta anak anda untuk menyentuh barang tanpa melihat dan memeriksanya dengan seksama. Jangan biarkan anak mengambil kesimpulan terlalu cepat, agar anak belajar pentingnya untuk memerika bagian dari masalah satu persatu.
Seperti ketrampilan lain yang anda ajarkan pada anak, cara terbaik adalah dengan memberi teladan. Tunjukkan pada anak proses berpikir anda ketika anda menghadapi masalah, cara pemecahannya, dan bagaimana anda mengevaluasi keputusan anda.
Tujuan akhirnya adalah anak yang bisa memecahkan masalah sehari-sehari tanpa dorongan orang tua. Bukankah itu ketrampilan yang dibutuhkan semua orang untuk sukses?
“How to eat an elephant? One bite at a time.”