Selasa, 07 Juni 2011

Mama Belikan Aku BH

Aku gundah di dalam kamar, aku malas ke sekolah. Bukan karena aku anak pemalas. Tapi karena hari ini hari Jum'at. Hari dimana ada pelajaran olahraga di jam kedua.

Aku bukan malas olahraga, aku juga tidak membenci sinar matahari pagi yang bikin aku berkeringat, juga bukan benci gerakannya, apalagi benci sama guru olahragaku yang baik.

Tapi sekarang aku sudah kelas 5 SD. Aku tak tau kenapa, setiap ganti baju bersama teman-teman di kelas atau di belakang WC, aku selalu malu. Malu dengan teman-temanku yang selalu menanyakan kenapa aku belum memakai Miniset, BH untuk anak kecil.

Semua temanku sudah memakainya, ada yang berwarna coklat, ada yang berwarna putih, ada yang berenda, ada yang polos, dan ada yang bergambar Mickey Mouse. Mereka tampak pede berganti pakaian beramai ramai. Sedang aku memilih di sudut kelas, berganti pakaian, sambil menutup tubuh depanku dengan kemeja yang barusan kupakai tadi.

Mimi teman sebangku ku berteriak,

Kenapa jauh-jauh gantinya, kan bangku kamu disini?
Tidak apa-apa, hanya saja aku tidak terbiasa ganti baju beramai-ramai jawabku
Kamu belum pake miniset ya? Tanya Mimi
Belum. Aku menunduk sambil terus melonggarkan kaos olahraga sekolah.
Jadi kamu cuman pake singlet aja di dalem?
Iya, udah yuk keluar udah sepi jawabku mengalihkan perhatiannya untuk tidak terus bertanya

Perubahan fisikku memang belum terlihat nyata, hanya sedikit menyembul saja. Tapi Mama bilang belum perlu, atau mungkin Mama belum punya kelebihan uang untuk itu. Aku tau untuk baju sekolah dan baju sehari-hari saja, kami sekeluarga seringnya mendapat lungsuran dari sepupu kami yang lebih berada. Tapi aku bertekad akan terus merengek, Mama, belikan aku BH. Sampai Mama membelikannya untukku.

Aku pulang bersama Santi dan Mega, aku lesu. Sepanjang perjalanan aku diam saja. Santi dan Mega terus bercanda. Aku tak peduli, aku masih gusar.

Aku masih duduk di dapur luar, aku menunggu Mama pulang. Aku ingin minta sekali lagi ke Mama untuk membelikan aku BH. Sudah jam 4 sore, tapi Mama belum pulang. Apa masih belum laku dagangannya?

Jam 4.30 sore Mama sampai, keringatnya mengalir dari dahinya, walau tertutup caping tetap saja ia berkeringat. Mengayuh sepeda tampaknya bikin capek juga. Duh, Mamaku pasti capek sekali hari ini. Aku batalkan dulu deh untuk sore ini, tunggu nanti malam saja, mungkin mungkin Mama sudah tidak terlalu capek, mau mendengarkan permintaanku.

Malamnya, Mama masih saja sibuk. Membuat sapu sabut. Aku mendekat, kupikir ini saat yang cukup tepat. Saat Mama diam membuat sapu sabut, biasanya Mama mau mendengarkan aku bercerita, jadi aku berani kali ini.

Ma, tadi siang aku pelajaran olahraga.
...hmm ya, Jumat ya?
"Ma, kata temanku, aku sudah seharusnya pake BH atau miniset.
Mama diam.

Ma, aku malu. Tiap ganti baju selalu mesti berbalik punggung, teman-temanku semua sudah pake miniset, aku belum. Walaupun di kelas yang ganti cewe semua, kan malu Ma, kalo aku cuman pake singlet dalem aja.

Ya, Ma, belikan ma, satu ajaaaaa.. warna coklat bagus ma, yang ada rendanya, kalo dicuci berkali-kali gak kelihatan jeleknya, ya Ma yaa..

Aku menyemburkan kata-kata seperti petasan injek, dan Mama hanya diam menatap lurus ke anyaman sapu yang gak lurus-lurus walau udah dirapikannya berkali-kali.

Sudah malam, sana tidur, buku-buku besok sudah disiapkan belum?

Hmm... kali inipun aku gagal memohon pada mama, masa sih aku mesti minta ke papa. Lebih malu lagi. Juga kasihan jika jadi beban papa, aku minta ini itu. Biaya hidup kami saja sudah pas pasan sekali.

Aku tidur, esoknya aku sekolah seperti biasa. Masalah BH dan miniset sudah tidak jadi pikiran lagi. Karena tidak ada jam olahraga. Aku bebas tidak memikirkan benda tebal berbusa itu lagi. Aku sibuk dengan Santi dan pohon jambunya, sibuk dengan Mega dan komik-komik pinjamannya.

Sekarang hari Kamis, dan aku gundah gulana lagi, besok sudah Jum'at. Aku pasti tidak semangat sekolah lagi. Mama hari ini tidak bangun jam 3 pagi. Kenapa ya? Apa Mama sakit? Yang aku tau, bubur putih sudah ada di meja. Habis sarapan aku pergi ke sekolah. Mega sudah berteriak teriak dari ujung jalan.

Sudah siang, cepat, nanti sudah bel.

Siang bagi kami adalah jam 6.15 pagi. Karena masuk kelas jam 7.00. Jalan ke sekolahku naik turun bukit-bukit kecil, jauh sekali tidak, dekat juga tidak.

Ah, besok gimana ya? Aku masih belum punya BH.

Aku pulang masih mikirin BH yang hanya bisa aku lihat di badan teman dan kakakku. Tapi punya teman temanku kok bagus-bagus, berbeda dengan punya kakak.

Sampai di rumah aku kaget, Mama dan sepeda onthelnya ada di rumah. Mama tidak jualan hari ini. Apakah Mama benar-benar sakit? Aku menemukan Mama di dapur, sedang masak. Kukira Mama menerima orderan kue dodol, seperti biasa.

Jika Mama mengaduk adonan kue dodol, aku senang karena Mama pasti sambil mengajariku bernyanyi, dari Thien Mi Mi, Ni Cem Me Suo, sampai Se Sang ce yau Mama Hau. Dia bahkan sering mencatatkan untukku beserta artinya.

Kok, Mama tidak jualan?
Tadi Mama ke pasar, cepat ganti baju dan makan, di kamar ada miniset buat kamu, besok bisa dipakai.

Aku tertegun, mama berbicara sambil tetap memasak. Aku ingin memeluknya, tapi di keluarga kami tidak pernah saling memeluk. Aku malu. Walau dia Mamaku.

Aku berlari ke kamar, tidak ganti baju sesuai kata-kata mama, aku malah membuka kresek hitam kecil. Miniset yang kutunggu selama ini, Miniset yang membuat aku gundah setiap Jum'at, yang hanya bisa aku lihat di tubuh teman-temanku. Sekarang aku punya satu. Horeeeeeeee.... Jum'at ku tak lagi gundah.

Esok-esok aku lihat Mama sering berkutat di depan mesin jahit merek Butterfly-nya. Semua kain bekas di karung gudang atas tiba-tiba saja bermigrasi ke kamar kami. Mama membeli bergulung-gulung karet celana. Rupanya Mama menjahit celana pendek untuk dipakai sehari-hari, dari Mama hingga anak memakai celana pendek berwarna sama. Warna-warni dengan pola tidak jelas, hanya sebatas lebarnya perca yang tersisa, dijahit sambung-menyambung.

Kadang aku sedang tidak suka, aku protes, aku malu memakai celana perca buatan Mama, walau sebagian ada yang masih utuh kain percanya. Satu celana bisa sama warnanya. Kadang kami tampak seperti Badut pesta. Hijau di depan, merah di belakang, tapi kata Mama tidak apa-apa, hanya buat tidur dan dirumah saja.

Itu cerita aku saat aku kelas 5 SD.

22 November 1997.
Hari ini aku memandikan Mamaku, kupakaikan Mama BH terbaik yang ia punya. Kuganti pakaiannya dengan gaun yang paling ia suka, putih berbunga-bunga. Kudandani ia seperti layaknya pengantin. Hari ini Mama cantik sekali walau mukanya pucat.

Kuseka kuku-kukunya dengan lap basah, jari-jari tangannya mengeras. Terlalu erat menggenggam tali kehidupan tampaknya. Sekuat tenaga berpegang, berjualan yang halal untuk kehidupan anak-anaknya. Betis Mama juga besar, menggoes sepeda bermil-mil tiap hari, menempa betisnya jadi sebesar ini. Tapi dari semua yang tampak diluar, Mamaku Mama tercantik di dunia ini.

Aku memeluknya, ini pertama kali aku memeluk Mamaku, tapi ia tak membalas pelukanku. Tangannya tetap mengeras, tak bergerak, walau hanya untuk mengusap kepalaku yang ada disisinya.

Sudah waktunya kata seorang kerabat kami yang tertua. Sedikit senyum dan airmata tumpah bersama. Kami mengantar Mama dengan pakaian terbaiknya, ke liang sunyi peristirahatan terakhir. Hari ini Mama dimataku tampak sama cantik ketika dia membelikan BH pertamaku.

19 November 2008
Aku duduk di depan Komputer kerjaku, menekuri bulan November yang hampir habis. Kemarin aku berjalan-jalan ke Mall. Aku melihat banyak BH, dari yang berkualitas baik hingga yang biasa saja, dari yang bertengger sexy di patung hingga dalam box-box, dari harga menjulang, hingga hampir nyungsep terkena promo diskon.

Aku ingin berkata,

Mama aku sudah mampu membelikan Mama BH , aku takkan merengek lagi?


Aku sudah mampu membeli berlusin BH dengan kualitas terbaik yang aku inginkan. Sudah bisa membeli jeans yang berjejer di counter-counter ternama. Sudah tak akan merengek minta dibelikan lagi. Disini aku meretas kehidupan baru yang berbeda dengan dunia kita dahulu. Bukan lagi dunia dalam kain perca.

Perjalanan hidup bisa tergerus oleh dimensi waktu, jarak dan ruang, Namun Dirimu tetap Mamaku yang tercantik, dengan BH apapun yang kau pakai, dengan celana bagus ataupun celana jahitan perca.

Aku ingin mendengar kau bernyanyi sambil mengaduk adonan kue dodol, mengalunlah dalam lagu-lagu kita, lagu yang kita nyanyikan bersama.
Se Sang Ce Yau Mama Hau. Mama adalah yang terbaik dalam hidupku.

Masih berkumandang, masih begitu menyentuh, masih begitu dekat rasanya suara itu.

Jikalau masih bisa ingin kupeluk dirimu tanpa perlu ada rasa malu. Karena kamu adalah Mamaku, satu-satunya orang yang rela tak berjualan satu hari demi membelikan aku sebuah BH.


November berlalu seiring waktu, Kau masih terbaik di hatiku. Mom is the Great in My Life.

by Anonimous

.
.

◄ Newer Post Older Post ►