Setetes air akan terlupakan jika ada segelas air, segelas air akan terlupakan jika ada seember air dan seember air akan terlupakan saat melihat kolam air melimpah ruah, sayangnya waktu berjalan berbanding terbalik, lautan luas, danau, kolam dan seember air hanya ada dimasa muda kita.
Dan semakin kita tua, kita hanya bisa mendapatkan setetes air di akhir hidup kita, dan dua sujud itu bagai setetes air yang melepas dahaga...”
Siang itu aku terbaring lemah di tempat tidur, ku usap kening yang basah dan ku basuh kembali dengan kompress yang telah disiapkan oleh istriku sejak pagi tadi. Ku coba menenangkan diri dan merenungi, mengapa aku bisa terserang penyakit seperti ini.
Sudah tiga hari ini aku merasakan badanku sangat panas, bibir kering dan badan pegal-pegal, tapi aku tidak tahu mengapa seluruh sendiku terasa nyeri sekali. Aku sudah berusaha pergi kedokter, dan dokter menyatakan aku hanya sakit kelelahan biasa, dan tak perlu ada yang dikhawatirkan.
Hari keempat pada sepertiga malam, kurasakan badanku tak bisa bergerak sama sekali, aku terbaring lemah di kasur, hanya bisa memandang langit-langit dengan bola mata yang senantiasa basah oleh airmata. Saat-saat seperti ini kematian terasa begitu mendekat dan kecongkakan sebagai manusia lenyap dari sanubari.
Berganti dengan rasa takut akan ajal yang akan segera tiba sementara jiwa belum siap menghadapinya. Hanya tangisan dan tangisan mengisi detik demi detik, menyesali waktu yang terlewat begitu saja, menyesali masa yang berlalu tanpa makna. Seraya bibir bertasbih dan hati memohon janji kepada sang pemilik jiwa untuk diberi sehat kembali agar bisa beribadah dengan lebih baik dari hari ini dan hari kemarin.
Begitulah janji ucap seorang hamba ketika dalam posisi lemah, ketika dalam posisi tertawan oleh takdir bahwa kelak manusia akan mati meninggalkan dunia dan pergi menemui rabbnya. Aku yang saat itu tak bisa berbuat apa-apa hanya bisa memohon kepada rabb agar diberi kesempatan beribadah kepadanya, melaksanakan qiyamullail meski aku tak tahu apakah sanggup atau tidak, Aku hanya ingin sholat dengan khusuk, di saat-saat akhir kekuatan masih merayap dalam tubuh ini, disaat aku masih bisa bersujud meski dua sujud saja.
Dulu saat aku sehat, jangankan dua sujud, ribuan sujud pun aku masih sanggup, tetapi ribuan sujud itu aku sia-siakan, berlalu bagai debu ditiup angin. Kini, hanya dua sujud saja yang aku persembahkan untuk Tuhanku aku tak mampu, hanya dua sujud saja aku tak bisa, sampai aku memohon-mohon dengan air mata kepada Rabbku agar diberi kekuatan menegakan dua sujud itu.
Ya robbi, hanya dua sujud saja aku tak bisa memberikan ibadah terbaikku untuk Mu. Ya Tuhanku, bagaimana berharganya dua sujud ini bagiku, dua sujud yang pernah aku sia-siakan dalam sehat dan waktu luangku. Dua sujud yang membedakan seorang mukmin dengan fajir, dua sujud yang membuat hamba mudah dikenali pada yaumil mahsyar, dua sujud yang memberikan kedamaian pada malam-malam seorang hamba yang soleh, dua sujud yang memberikan keadilan pada para pemimpin yang takut kepadamu disaat manusia lain terlelap tidur.
Dua sujud yang membuat si papa merasa lebih kaya dari para agniya yang masih sibuk menghitung uangnya meski hari telah larut, dua sujud yang mampu memberikan keberkahan dan kesehatan para hambamu para ahli qiyamul lail, dan dua sujud itu pula yang telah aku lupakan selama ini, sehingga aku tak siap menghadapi terkaman takdir bahwa aku harus terbaring disini. Ya robbi, ampuni aku...ya robbi kasihani aku...ya robb beri aku kesempatan menikmati dua sujud itu...ya robb...amin..