KEKUATAN:
1. Sidat air tawar, 7 dari 18 jenis sidat ditemukan dan memiliki “homeland” di perairan Indonesia,
2. Sumber daya perairan dan lahan tersedia luas,
3. Aturan pelarangan ekspor benih sidat, glass eel, ke luar negeri,
4. Beberapa jenis sidat Indonesia memiliki kedekatan morfologi dengan sidat Jepang atau Eropa,
5. Pada beberapa lokasi, keseragaman jenis sidat yang tertangkap sangat tinggi dan memiliki kedekatan morfologi dengan sidat di luar negeri.
KELEMAHAN:
1. Teknik budidaya sidat yang dapat diaplikasikan belum tersedia: sistem dan wadah pemeliharaan yang optimal, pakan yang efisien dan manajemen lingkungan yang mendukung,
2. Peran serta ’stake holder’ masih relatif lemah dan belum ada kerja sama dengan lembaga terkait,
3. Kemampuan praktisi/pembudidaya untuk budidaya sidat masih rendah.
PELUANG:
1. Konsumsi sidat dunia, terutama Jepang dan Eropa, sangat tinggi,
2. Teknik budidaya di luar negeri sudah maju,
3. Suplai glass eel masih bergantung sepenuhnya dari tangkapan dan sudah ada penurunan tangkapan hingga tinggal 10% dibandingkan 20 tahun lalu pada sidat Eropa (Anguilla anguilla), Jepang (A. japonica) dan Amerika (A. rostrata) sedangkan terdapat indikasi yang sama pada sidat Australia (A. reinhardtii).
ANCAMAN:
1. Adanya permintaan glass eel dari luar negeri, merangsang para pengusaha ‘opportunis’ untuk melakukan ekspor glass eel
2. Kerusakan lingkungan dan/atau pembuatan bendungan menghambat terjadinya migrasi sidat,
3. ‘over-eksploitasi’ benih sidat.
Strategi:
1. Perlu ada kerja sama yang nyata antara lembaga pemerintah dengan stake holder untuk melakukan penelitian dan budidaya sidat,
2. Perlu adanya peningkatan kemampuan para praktisi melalui pelatihan untuk melakukan adopsi teknologi budidaya sidat dan melakukan alih teknologi ke masyarakat,
3. Penegakan aturan pelarangan ekspor glass eel apapun alasannya,
4. Pembinaan penangkap/nelayan untuk pengaturan penangkapan sidat,
5. Penentuan zona konservasi sidat, termasuk pemeliharaan lingkungan dan tanpa bendungan, untuk migrasi sidat