Persoalan birokrasi yang masih menganjal seperti belum rampungnya transpormasi lembaga Otorita Batam yang berubah nama menjadi Badan Pengusahaan FTZ Batam, meskipun prosesnya sudah berjalan lebih dari 3 tahun.
Dalam proses transpormasi perubahan Otorita Batam menjadi BP Batam, masih belum jelas dan transparan soal kewenangan yang selama ini di miliki Otorita Batam, apakah juga akan diserahkan ke BP Batam. Misalnya kewenangan mengurus bandara, pelabuhan, mengutip UWTO (Uang Wajib Tahunan Otorita) dan kewenangan lainnya.
Dari segi regulasi, belum jelasnya status lahan di Pulau Rempang dan Galang serta sebagian tanah di Batam yang berstatus hutan lindung juga sering memicu konflik antara pemerintah dan pengusaha. Padahal, polemik status lahan tersebut sudah muncul beberapa tahun lalu dan hingga saat ini masih belum terselesaikan.
Sejumlah instansi yang berwenang dalam pengelolaan lahan seperti Badan Pertanahan Nasional, Departemen Kehutanan, Pemko Batam dan BP Batam hingga saat ini belum juga menuntaskan kisruh pertanahan di Batam. Padahal, sejumlah investor asing sedang menantikan kabar baik untuk mendapat alokasi lahan di Batam yang saat ini masih berstatus hutan lindung dan hutan buru yang rencananya akan di ubah status lahannya menjadi kawasan komersil.
Kemudian, revisi Peraturan Pemerintah No 2 tahun 2009 terkait pelaksanaan FTZ juga belum diselesaikan, padahal pengusaha sudah sejak lama berteriak untuk diselesaikan agar memberi kepastian hukum dalam tata niaga ekspor dan impor barang. Terutama menyangkut masterlist atau dokumen kepabeanan yang harus dihilangkan dan diganti dengan packing list.
Persoalan infrastruktur di Batam juga masih menghambat investor untuk menanamkan modalnya. Lihat saja kondisi drainase di kota Batam yang sangat buruk dan sering banjir ketika hujan hanya beberapa jam. Bandara Internasional Hang Nadim Batam bahkan bisa banjir hingga 1,5 meter ketika hujan deras.
Selain itu, kesiapan pelabuhan kargo Batu Ampar yang konon dipersiapkan sebagai pelabuhan kelas dunia juga belum dimaksimalkan, padahal lalu lintas kontainer terus meningkat.
Mantan Ketua Apindo Kepri yang saat ini menjadi Ketua Dewan Penasehat Apindo Kepri, Abidin mengatakan, persaingan untuk menarik investor antar kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas di dunia sangat ketat.
Sejumlah negara seperti Vietnam, Malaysia, India dan China memberi fasilitas cukup baik untuk investor asing, misalnya fasilitas pajak, kemudahan pengurusan perijinan, intensif dan birokrasi yang efisien. Ditambah lagi dengan infrastruktur yang memadai.
Oleh karena itu, kata dia jika pemerintah pusat memang ingin menjadikan Batam sebagai kawasan investasi unggulan nasional mestinya seluruh persoalan yang menyangkut investasi segera diselesaikan.
Abidin optimistis jika persoalan birokrasi, regulasi dan infrastruktur sudah selesai maka dalam waktu empat atau lima tahun kedepan Batam akan kebanjiran arus investor asing sehingga pembangunan bisa cepat tumbuh, dan pada saat itu Batam akan muncul sebagai kota industri yang bisa berdiri sejajar dengan kawasan industri di China seperti Quang Zhou atau Shen Tzhen.
CEO Elomax Enterprises, DR. Pat Francis dari Canada mengatakan, Batam memiliki potensi untuk menjadi daerah maju, sebab jika dilihat dan dibandingkan dengan daerah lain di luar negeri maka Batam memiliki banyak keunggulan. Oleh karena itu, Pat akan mengajak pengusaha asal Canada untuk melihat dan menanamkan investasi di Batam.
"Saya rasa Batam memiliki peluang besar untuk dikembangkan," kata Pat Francis saat berkunjung ke Batam beberapa waktu lalu.(gus).