Hal itu dikatakan Hendrinas dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Jatim saat Bintek Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) oleh Inspektorat Lamongan di aula sebuah hotel setempat kemarin. “Pengalaman saya di Sulawesi Tengah, selama 3,5 tahun pertumbuhan ekonominya selalu di atas angka nasional. Tapi ternyata sektor riil tidak banyak bergerak. Sehingga tidak banyak uang yang beredar dan kesejahteraan masyarakat juga tidak meningkat, “ ungkapnya.
Lebih lanjut disampaikannya, APBD secara nominal akan naik setiap tahun. Namun yang sering terjadi uang cepat masuk juga cepat keluar. Sehingga tidak banyak uang yang beredar di daerah. Jika sektor riil tidak bergerak, kata dia, daerah akan kesulitan meningkatkan PAD secara siginifikan. “Maju tidaknya suatu daerah bisa diukur dari banyaknya uang yang beredar, “ tandasnya.
Pemerintah derah, lanjut dia, harus punya baju sendiri yang tercermin dalam Perda, yakni RPJMD dan Renstra SKPD. Baju tersebut menurut dia harus yang aman dan nyaman, baik untuk pemakai maupun yang melihat. Yakni baju yang mampu menggerakkan sektor riil dan meningkatkan jumlah uang yang beredar.
“Hanya orang di lokal di daerah yang bisa menggerakkan sektor riil di daerah. Yakni SKPD, dunia usaha lokal dan masyarakat setempat. Jika pengusaha nasional yang masuk, uang yang masuk juga akan cepat keluar tanpa berputar dulu di daerah. Ketiga komponen ini harus saling memberdayakan jika ingin tujuan mensejahterakan masyarakat seperti dalam semua visi misi pemerintah daerah bisa tercapai. Dan faktor pengendali terbesar adalah visi yang tertanam dalam setiap hati pelaksananya, “ tegas dia.
Untuk bisa mewujudkan semua itu, Hendrinas sampaikan pemerintah daerah harus punya produk program yang bisa tingkatkan jumlah uang yang beredar sehingga bisa sejahterakan masyarakat. Tentu saja, program itu harus ditata dalam sebuah bangunan sistem yang bisa menghemat waktu, energi dan uang. “Dan yang penting lagi, jika ingin sukses, bekerjasamalah dengan yang terbaik. Kerjasama ini bisa dilakuakn baik oleh kepala daerah langsung maupun oleh Kepala SKPD, “ ucap dia.
Untuk bisa menganggulangi penyakit yang bisa mengganggu program kerja, maka dibuatlah SPIP itu yang bertindak sebagai semacam kekebalan tubuh. Karena penyakit ini bisa timbul mulai dari tahap awal perencanaan, pelaksanaan hingaa tahap pertanggungjawaban program kegiatan. “Penyakit ini bisa nampak dari laporan keuangan dan kinerja, “ katanya menambahkan.
Sementara Plt Sekkab Nurroso saat membuka Bintek tersebut mengatakan bahwa sistem pengendalian internal dirancang untuk membantu instansi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. “Penyelelenggaraan SPIP secara menyeluruh terdiri dari tiga tahapan. Yakni tahap persiapan, pelaksanaan dan tahap pelaporan yang mencakup penyusunan laporan atas seluruh kegiatan dalam SPIP, “ tutur dia.
Dia berharap dalam Bintek selama empat hari kedepan itu bisa dipahami bukan hanya oleh aparat pengawas internen pemerintah (APIP) saja, namun juga seluruh PNS tanpa terkecuali. Karena SPIP itu bisa melindungi mereka agar tidak terjerumus ke dalam salah urus manajemen atau mal administrasi bahkan terpeleset ke ranah tindak pidana korupsi.