Perairan Batam sejak satu pekan terakhir hingga saat ini tercemar oleh limbah minyak hitam sisa bahan bakar sejumlah kapal yang lewat di perairan internasional antara Batam dan Singapura serta dari kapal yang bersandar di wilayah Batam. Kapal kapal tersebut membuang limbahnya ke laut tanpa pengawasan dari instansi pemerintah yang terkait sehingga jika musim angin utara seperti yang terjadi saat ini, maka limbah minyak tersebut dibawa gelombang hingga pantai yang di Batam.
Akibatnya, sejumlah pantai di Batam saat ini tercemar oleh limbah minyak hitam yang dikenal dengan Sludge Oil. Pantai yang paling parah terkena limpahan limbah sludge oil tersebut diantaranya, pantai Bukit Harimau, Tanjung Pinggir, Belakang Padang, Nongsa serta sejumlah pulau kecil yang ada di Batam juga terkena limpahan limbah tersebut.
Menurut Nurdin salah seorang nelayan asal Sekupang, limbah sludge oil setiap tahun selalu menggenangi wilayah perairan di Batam khususnya di sepanjang pantai Tanjung Pinggir. Akibatnya, warga yang ingin berekreasi di pantai tersebut merasa terganggu. Selain itu warga lokal yang berprofesi sebagai nelayan juga tidak dapat melaut karena sulitnya mencari ikan.
“Limbah Sludge Oil juga berpengaruh terhadap kesehatan kulit masyarakat karena mengakibatkan gatal,” katanya, Selasa (8/2).
Kepala Bapedalda Batam, Dendi Purnomo mengatakan, limbah sludge oil yang menggenangi sejumlah wilayah perairan di Batam kerap terjadi dan limbah tersebut termasuk dalam golongan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
“Berdasarkan sample fisik yang kami lakukan terhadap limbah tersebut yang berasal dari berbagai daerah yang tercemar menyebutkan bahwa limbah itu termasuk golongan B3,” katanya.
Oleh karenanya, Pemko Batam telah melakukan pengecekan ke sejumlah wilayah laut di Batam yang diduga menjadi tempat buangan limbah kapal tersebut, namun hingga saat ini belum ditemukan kapal yang membuang limbah sludge oil.
Dendi menduga, limbah tersebut dibuang di perairan internasional dan terbawa gelombang hingga ke pantai di Batam.
Nelayan dari Tanjung Pinggir, Johan mengatakan tumpahan minyak hitam yang tersebar di pantai Tanjung Pinggir sudah sering terjadi, ironisnya belum ada langkah nyata dari pemerintah kota Batam untuk mengatasinya.
Padahal, limbah tersebut telah menghancurkan matapencaharian warga lokal yang sebagian berprofesi sebagai nelayan. Pasalnya, nelayan tidak dapat mencari ikan jika limbah tersebut muncul, karena ikan ikan mati terkena limbah.
Johan kuatir jika pencemaran itu terus terjadi maka ekosistem laut di Batam akan rusak sehingga banyak biota yang mati dan punah. Kondisi itu dapat menyebabkan ikan ikan mati dan tidak migrasi ke tempat lain sehingga nelayan akan kesulitan mendapat ikan.
Ketua Komisi III DPRD Batam, Jahuin Hutajulu mengatakan, pemerintah kota Batam mestinya bisa mendeteksi kapal tanker yang selalu membuang limbah minyak nya ke perairan Batam, karena peristiwa itu kerap terjadi.
“Kami mendesak Pemko Batam menyediakan alat untuk mendeteksi pembuangan limbah di laut sehingga jika ada kapal yang ingin membuang limbah bisa diketahui koordinatnya agar bisa ditangkap pelakunya,” kata dia.
Menurutnya, pencemaran laut di Batam sudah sangat menguatirkan karena limbah sludge oil setiap tahun selalu mencemari laut Batam dan volumenya diperkirakan lebih dari 65 ton. Biaya untuk membersihkan limbah tersebut juga cukup besar yakni ratusan juta rupiah setiap tahunnya. Oleh karena itu, Pemko Batam harus tanggap dan cepat mencari solusi agar ekosistem perairan Batam tetap terjaga. (gus).