Rabu, 09 Maret 2011

PEMERIKSAAN BORAKS PADA MAKANAN (LAPORAN PRAKTIKUM PMM)

PEMERIKSAAN BORAKS PADA MAKANAN

A. TUJUAN

Tujuan dalam praktikum ini adalah untuk mengetahui penggunaan bahan berbahaya dalam pencampuran pembuatan makanan.

B. DASAR TEORI

Boraks adalah senyawa berbentuk kristal putih, tidak berbau, dan stabil pada suhu serta tekanan normal. Umumnya digunakan untuk mematri logam, proses pembuatan gelas dan enamel, sebagai pengawet kayu, serta pembasmi kecoa. Boraks biasanya digunakan sebagai bahan pembersih atau antiseptik yang berupa hablur (kristal) berwarna kuning atau serbuk berwarna cokelat, yang bisa juga digunakan membantu melelehkan zat padat. Jika dikonsumsi manusia dapat menimbulkan berbagai penyakit. Sebab, boraks dapat merusak jaringan syaraf, ginjal, dan hati.

Menurut Encyclopedi Britanica dan Encyclopedi Nasional Indonesia, kata boraks berasal dari kata Arab, yaitu Bauroq, dan istilah melayunya tingkal, yang berarti putih, merupakan kristal lunak yang mengandung unsur boron, tidak berwarna dan mudah larut dalam air. Boraks merupakan garam Natrium Na2B4O7 10 H2O, yang banyak digunakan berbagai industri nonpangan, khususnya industri kertas, gelas, pengawet kayu, dan keramik. Gelas pyrex yang terkenal kuat itu karena dibuat dengan campuran boraks.

Boraks (Na2B4O7) dengan nama kimia natrium tetra bonat, natrium biborat, natrium piroborat merupakan senyawa kimia yang berbentuk kristal dan berwarna putih dan jika dilarutkan dalam air menjadi natrium hidroksida serta asam boraks. Natrium hidroksida dan asam boraks masing-masing bersifat antiseptik, sehingga banyak digunakan oleh industri farmasi sebagai ramuan obat misalnya : salep, bedak, larutan kompres, dan obat pencuci mata. Penggunaan boraks di industri farmasi ini sudah sangat dikenal. Hal ini dikarenakan banyaknya boraks yang dijual di pasaran dan harganya yang sangat murah. Selain itu boraks bagi industri farmasi memberikan untung yang besar (Supli Effendi, 2004).

Boraks dalam tubuh manusia bersifat akumulatif dalam organ tubuh , seperti otak,

C. ALAT DAN BAHAN

a. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam pemeriksaan boraks adalah:


  • Cawan porselin
  • Timbangan
  • Mortar dan penggerus
  • Pipet ukur dan filler
  • Kruistang

b. Bahan


  • Sampel makanan ( bakso )
  • Kertas lakmus
  • Methanol
  • H2SO4 pekat
  • Larutan kapur

D. CARA KERJA

1. Sampel makanan yaitu bakso dihaluskan dengan menggunakan mortar dan penggerus

2. Sebanyak 20 gr sampel yang telah dihaluskan ditambah dengan larutan kapur sampai basa( cek dengan lakmus warna merah hingga menjadi warna biru)

3. Dimasukkan kedalam fumace pada suhu 600°C selama 30 menit sampai menjadi abu.

4. Setelah sampel menjadi abu, ditambah 5 ml H2SO4 pekat( homogenkan sampai asam). Cara mengetahui bahwa sampel sudah asam yaitu dengan cara memesukkan lakmus biru ke dalam sampel sampai berwarna merah.

5. Ditambahkan methanol sebanyak 10 ml

6. Dibakar pada ruangan yang gelap

7. Dilihat warna yang pertama muncul. Apabila berwarna hijau berarti sampel makanan tersebut positif mengandung boraks dan apabila berwarna biru berarti negative atau tidak mengandung boraks.

E. HASIL

Dari hasil praktikum uji boraks pada makanan, diperoleh hasil sebagai berikut :

Abu à 5 ml H2SO4 à Asap + 10 ml Methanol à tidak terjadi letupan ketika dinyalakan à Warna nyala biru (-)

Hasil dari praktikum pemeriksaan boraks pada sampel yaitu bakso adalah negatif, yang artinya bakso tersebut tidak mengandung boraks yang berbahaya.

F. PEMBAHASAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, sampel bakso menunjukkan hasil yang negative (-). Pada pemberian H2SO4 pekat menimbulkan asap, pada penambahan 10 ml methanol( spirtus ) tidak terjadi letupan. Pada saat penyalaan api, warna yang dihasilkan merah biasa sehingga dikatakan sampel negative mengandung boraks/ formalin. Bakso tersebut tidak dicampur bahan kimia (boraks/ formalin).

Penggunaan boraks dalam dosis yang rendah tidak akan menyebabkan kerusakan namun akan terakumulasi di otak, hati, lemak dan ginjal. Jika terakumulasi terus akan menyebabkan mal fungsi dari organ-organ tersebut sehingga membahayakan tubuh. Penggunaan boraks dalam dosis yang banyak mengakibatkan penurunan nafsu makan, gangguan pencernaan, demam, anuria. Dan dalam jangka panjang akan menyebabkan radang kulit merangsang SPP, apatis, depresi, slanosis, pingsan, kebodohan dan karsinogen. Bahkan bisa menimbulkan kematian. Oleh sebab itu berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dilarang menggunakan boraks sebagai bahan campuran dan pengawet makanan.

Boraks (Na2B4O7) dengan nama kimia natrium tetra bonat, natrium biborat, natrium piroborat merupakan senyawa kimia yang berbentuk kristal dan berwarna putih dan jika dilarutkan dalam air menjadi natrium hidroksida serta asam boraks. Natrium hidroksida dan asam boraks masing-masing bersifat antiseptik, sehingga banyak digunakan oleh industri farmasi sebagai ramuan obat misalnya : salep, bedak, larutan kompres, dan obat pencuci mata. Penggunaan boraks di industri farmasi ini sudah sangat dikenal. Hal ini dikarenakan banyaknya boraks yang dijual di pasaran dan harganya yang sangat murah. Selain itu boraks bagi industri farmasi memberikan untung yang besar (Supli Effendi, 2004). Boraks pada dasarnya merupakan bahan untuk pembuat solder, bahan pembersih, pengawet kayu, pengontrol kecoa, dan bahan pembuatan kaca. Dengan sifat fisik dan sifat kimia yang dimiliki, boraks digunakan sebagai bahan campuran untuk pembuatan benda-benda tersebut. Boraks sedikit larut dalam air, namun bisa bermanfaat jika sudah dilarutkan dalam air.

Beberapa survei menunjukkan, alasan para produsen menggunakan bahan pengawet seperti formalin dan boraks karena daya awet dan mutu bakso yang dihasilkan menjadi lebih bagus, serta murah harganya tanpa peduli bahaya yang dapat ditimbulkan. Tuntutan itu melahirkan konsekuensi yang bisa saja membahayakan, karena bahan kimia semakin lazim digunakan untuk mengawetkan makanan termasuk juga formalin yang dikenal menjadi bahan pengawet mayat. Hal tersebut ditunjang oleh perilaku konsumen yang cenderung untuk membeli makanan yang harganya lebih murah, tanpa memperhatikan kualitas makanan. Dengan demikian, penggunaan boraks dan formalin pada makanan seperti mie, bakso, kerupuk dan makanan lainnya dianggap suatu hal yang biasa. Sulitnya membedakan makanan seperti bakso biasa dan bakso yang dibuat dengan penambahan formalin dan boraks juga menjadi salah satu faktor pendorong perilaku konsumen itu sendiri.

Bagi masyarakat awam, untuk dapat membedakan makanan yang mengandung formalin tentu sangat sulit, karena hal itu secara akurat hanya dapat dilakukan di laboratorium dengan menggunakan pereaksi kimia. Namun BPOM menyebutkan ciri-ciri umum beberapa makanan yang diduga mengandung formalin. Untuk jenis mie basah, kita bisa mengenali ciri-ciri sebagai berikut : pertama, mie basah tersebut tidak rusak sampai 2 hari pada suhu kamar (25 derajat Celcius), dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es (10 derajat Celcius). Kedua, bau mie agak menyengat, yakni bau khas formalin. Ketiga, mie basah ini tidak lengket, lebih mengkilap dibanding mie secara umumnya.

Sedangkan untuk krupuk yang ditambahkan formalin/boraks akan lebih putih dan krupuk bisa bertahan lama, daya simpan lama, tidak menjamur (walau disimpan dalam keadaan terbuka)dan tidak membusuk. Lalu untuk bakso yang mengandung formalin, kita bisa mengenali ciri-ciri secara umum, yaitu : pertama, tidak rusak sampai 5 hari pada suhu kamar. Kedua, memiliki tekstur sangat kenyal.

Pengawasan perorangan terhadap suatu yang dikonsumsinya, perlu lebih ditingkatkan agar kemungkinan terjadinya penyakit berbahaya bagi tubuh yang disebabkan zat pengawet, zat aditif dan lainnya dapat dicegah dan dihindari sedini mungkin. Selain itu perhatian dari pemerintah terhadap permasalahan ini harus lebih serius. Pemerintah harus menetapkan peraturan perundang-undangan khusus terhadap penggunaan zat pengawet yang berlebihan dan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan kesehatan. Peraturan perundangan tersebut harus disertai dengan sanksi-sanksi bagi masyarakat yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan tersebut.

Dari berbagai parameter mutu pangan yaitu gizi, rasa, tekstur serta penampilan dan sebagainya, keamanan pangan merupakan parameter terpenting. Berbagai kasus keamanan telah terjadi dari yang terkecil hingga yang terbesar dan diantaranya merupakan kasus yang lama. Berikut merupakan saran untuk mengatasinya :

1. Upaya mempersiapkan RUU Pangan perlu dipercepat, berikuty perangkat pendukung beserta peraturan-peraturan dan petunjuk pelaksanaannya.

2. Perlu dikembangkannya upaya pendidikan produsen makanan jajanan dengan bantuan pemerintah daerah.

3. Perlu dikembangkannya upaya pendidikan konsumen, khususnya melalui media elektronik seperti TV dan radio, melalui pesan-pesan keamanan pangan yang dikemas rapi (1 – 5 menit) serupa advertensi gratis.

4. Untuk menghindarkan terjadinya kesimpangan-siuran penjelasan kepada masyarakat luas mengenai keamanan pangan, perlu dibentuk suatu Tim Pakar Keamanan Pangan Nasional, yang diprakarsai oleh Menteri Kesehatan dan Menteri Negara Urusan Pangan sehingga bila ada kasus keamanan pangan, masyarakat mendapat penjelasan secara tepat, benar dan resmi (Winarno, 1994).


DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2005.http://www.forek.or.it/detail.php?rubrik=kesehatan&beritaID=2344Diakses pada tanggal 28 Desember 2010

Winarno, F.G. 1994. Bahan Tambahan Untuk Makanan dan Kontaminan. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Warta Konsumen.1990.Boraks dan MSG dalam baksa No 10 Juni 1990. YLKI.Jakarta.

Depkes RI.1988.Peratura Mentri Kesehatan Repulik Indonesia No.722/Menkes/IX/1988. Tentang Badan Tambahan Makanan. Jakarta

Ponco D.2002.Pemeriksaan Boraks pada Bakso di Pasar Perumnas Bekasi.Karya Tulis Ilmiah.AKK Depkes.Jakarta

◄ Newer Post Older Post ►