Susno Duadji: Polisi Bisa Bohong lima Kali Sehari - Komjen Susno Duadji kembali memberikan pertanyaan yang mengejutkan kita semua, bahwa menurut jendral berbinga tiga ini, Polisi itu berbohong lima kali sehari. Hal ini dikatakan oelh Susno duadji ketika diwawancarai oleh Tim redaksi Tabloid Suara Islam, di kediamnanya berikut beritanya.
Dirumahnya yang tidak mewah di kawasan Cinere, pagi itu Kamis, pukul 07.50 wib. Tim Redaksi Tabloid Suara Islam tiba sepuluh menit lebih awal dari waktu yang disepakati. Tetapi ternyata tuan rumah telah siap menerima kehadiran kami di ruang tengah rumah yang cukup asri itu. Berikut ini wawancara eksklusif Abdul Halim, Muhammad Luthfie Hakim dan Muhammad Al Khaththath dari Tabloid Suara Islam, dengan Komjen (Pol) Susno Duadji di rumahnya Cinere, Depok, Jawa Barat, Kamis (25/3) lalu. Wawancara sejak dari kasus Bank Century hingga markus pajak Rp 24,6 miliar yang diduga kuat melibatkan sejumlah Jenderal di Mabes Polri.
Bagaimana tanggapan Anda atas penyesalan Ketua Tim 8 Adnan Buyung Nasution yang merekomendasikan pencopotan Anda dari Kabareskrim Mabes Polri akhir tahun lalu ?
Bang Buyung tidak perlu menyesal, tetapi yang penting follow up dari penyeslaan itu. Faktanya pada waktu itu saya Kabareskirm, orang akan beranggapan bahwa penyidikan itu berada ditangan Kabareskrim. Ada dugaan rekayasa penyidikan Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah. Kalau ada dugaan rekayasa, maka alamat yang paling tepat tentunya Kabareskrim. Sebab tidak pernah diekspos bahwa yang menanggani kasus pimpinan KPK ini adalah suatu tim.
Pimpinan penyidiknya adalah Direktur III Brigjen Julianus Mahar. Itulah yang dinamakan dengan nama sandi Truno 3. Kalau saya di dalam jajaran Kepolisian adalah Tribrata 5 dan di lingkungan Bareskrim Guru l. Koordinatornya adalah Wakabareskrim yang bertanggungjawab kepada Kapolri. Jadi susunannya Kapolri kemudian Wakabareskrim yang membawahi beberapa tim. Sebelumnya Irjen Hadiatmoko, tetapi karena dinilai tidak berhasil dan hanya dianggap berhasil menggolkan Antasari Azhar saja tetapi justru Bibit dan Chandra gagal, sehingga Hadiatmoko dicopot. Kemudian diganti Brigjen Dikdik dan dianggap berhasil menggolkan Bibit dan Chandra, menjadi tersangka dan dia naik pangkat menjadi Irjen. Kemudian Julianus Mahar dianggap berhasil dan naik pangkat menjadi Brigjen.
Anggota tim berasal dari Bareskrim, Polda Metro, Polda Jatim, Babintak dan Ditbinkum. Saya tidak mengendalikan dan tidak boleh mengendalikan dan tidak boleh tahu hasilnya. Memang struktur militer dan polisi kuat sekali, kalau ada tim khusus maka yang boleh tahu kerjanya hanya tim itu saja, sehingga kalau saya tanya salah. Jadi yang benar adalah saya jangan bertanya. Mereka jangan melapor ke saya, sebab jadi tidak patuh pada asas.
Wajar kalau orang luar menuduh saya, tetapi saya diam dan tidak membantah. Seharusnya pimpinan yang menjelaskannya, tetapi pimpinan tidak pernah menjelaskannya bahkan Susno Duadji tidak dilibatkan disitu. Kalau bicara sendiri dan saya bukan kalau tiak terlibat, akhirnya saat ini orang akan menanyai siapa yang terlibat. Kalau bukan Susno, terus siapa ? nanti akan ke Kapolri dan diatasnya ke Presiden. Untuk itulah saya sebagai seorang perwira dan ksatria, disitu saya betul-betul menunjukkan kesetiaan dan keperwiraan saya. Manakala kepentingan lebih besar menghendaki, maka kepentingan pribadi dan kelompok harus dikalahkan, sehingga saya diam saja. Tetapi ingin tunjukkan saya tidak seperti itu. Saya menunjukkannya dengan bahasa isyarat.
Seperti sewaktu Bang Buyung menyuruh saya mundur, saya tidak mau mundur. Tetapi akhirnya Bang Buyung mau mundur jika saya tidak mundur. Tetapi kemudian diberi permen manis oleh Kapolri dengan sebuah kebohongan. Di Istana Kapolri mengatakan Susno Duadji sedang membuat surat pengunduran diri, sehingga Bang Buyung tidak jadi mundur. Kemudian malamnya Kapolri rapat dengan Komisi III DPR, dengan terang terangan mengatakan bahwa surat pengunduran Susno Duadji sudah diterima. Itu jelas suatu kebohongan besar sekali.
Sewaktu Tim 8 mengundang tim dari Polri hadir di Wantimpres untuk dimintai keterangan, yang berangkat Kapolri, Wakabareskrim, Direktur III dan beberapa pemeriksa. Saya tidak hadir, tetapi Bang Buyung tidak menanyakan ini. Seharusnya ditanya, mana Susno kok tidak datang dan anggota Tim 8 lainnya juga tidak tanya, punya ilmu apa itu ! akhirnya mereka pulang. Setelah itu mereka baru ingat dan besoknya saya datang sendiri ke Tim 8.
Saya katakan, walaupun saya tidak bertanggungjawab dalam penyelidikan ini, saya datang atas sepengetahuan institusi dan saya siap memberikan keterangan sepanjang yang saya ketahui. Tetapi tidak pernah ada pertanyaan, kenapa kamu membantah walau tidak bertanggungjawab. Tidak ada pertanyaan seperti itu. Akhirnya kesimpulan Tim 8 adalah Susno merekayasa kasus untuk menghindari dari tanggungjawabnya, kan celaka benar ! Ya sudah, saya cepat didesak mundur oleh Presiden SBY. Bahkan Kapolri terdiam seusai pengunduran saya dimana prosesnya masih 15 hari setelah keluarnya rekomendasi Tim 8. Akhirnya Kapolri datang ke beberapa pimpinan redaksi media massa untuk menenangkan media massa agar tidak mendesak mundur.
Tetapi waktu itu jawaban Kapolri berkelit, ketika ditanya apa benar Susno itu, apa Kapolri takut, kok demikian kuat Susno itu, tetapi jawaban Kapolri berkelit. Semestinya sebagai seorang Kapolri, sebagai seorang jenderal polisi dia katakan, jangan menuntut Susno mundur, dia tidak bertanggung jawab dalam menyidik kasus ini, kan selesai. Tetapi siapa yang bertanggungjawab, Kapolri harus menjawab saya, kan sebagai perwira harus ksatria.
Tetapi melihat dia tidak begitu, saya kecewa ! Saya berfikir buat apa bertahan? Maka saya harus mundur. Saya berunding dengan anak istri, saya katakan kita dihujat terus menerus dan tidak bisa diundurkan, kalau mau bertahan seratus tahun bisa. Tetapi hujatan ini terus menerus, sehingga saya katakan siap mundur. Saya bilang sama anak istri, meski nama kita sudah hancur tetapi kita tidak salah. Insya’ Allah, dengan keimanan kita maka kebenaran tidak akan bisa ditutupi. Kalau Allah ingin memulihkan nama kita, tidak akan sulit. Kun fayakun, selesai.
Akhirnya saya mundur, begitu mudur tidak ada masalah apa apa. Saya diam saja di rumah tidak ada niat apa-apa hampir selama 2,5 bulan. Kemudian saya berfikir bagaimana memperbaiki nama kita, harus mulai dari mana. Tahu-tahu saya diundang bersaksi di Pengadilan kasus Antasari Azhar dan saya datang tanpa niat apapun juga. Karena kesaksian dibawah sumpah dan dibawah “UU dunia”, kalau saya bohong berarti saksi palsu. Kalaupun saya berbohong dan tidak ditangkap di dunia pasti akan ditangkap di akhirat. Saya akan mendapat laknat dari Allah.
Makanya sewaktu menyampaikan kesaksian, saya enak saja apa yang saya ketahui, tidak saya tambah dan tidak saya kurangi. Seperti pertanyaan pengacara, apa betul saya mengetahui ada tim yang dibentuk Kapolri yang dinamakan Tim motifasi untuk menghendel kasus ini ? Saya jawab tidak tahu dan tahu. Memang awalnya saya tidak tahu, tetapi akhirnya saya tahu. Tidak tahu memang tidak diberi tahu, kemudian tahu karena saya mengetahui tim itu gagal. Karena gagal maka dicopotlah ketua tim.
Menurut Anda, siapa sebenarnya dalang yang merekayasa semua kasus ini ?
Tanpa saya beritahu yang merekayasa, saya kira masyarakat sudah mengetahuinya. Siapa yang bertanggungjawab dalam penyelidikan ini. Tim penyidiknya Direktur III dan Koordinatornya Wakabareskrim serta penanggungjawabnya Kapolri yang langsung lapor pada Presiden. Lalu siapa penanggungjawabnya ? Saya kira dari struktur ini, silahkan dianalisis sendiri.
Anda pernah mengatakan Boediono terlibat dalam skandal Century. Namun setelah menjadi Wapres penyidikan dihentikan. Bagaimana kok bisa terjadi ?
Saya katakan bukan terlibat. Waktu menyidik Century, kasusnya saya bagi tiga. Kasus murni perbankan, duit nasabah diambil Robert Tantular dengan kasus Antaboga, dan kasus yang terkait dana LPS. Itulah yang berbeda. Kenapa saya tidak meneruskan, karena sudah masuk bulan September. Bulan Oktober sudah ada hasil penetapan Presiden dan Wakil Presiden dan sudah ada jadwal pelantikannya. Sebab kalau saya teruskan penyidikan, pasti ada yang bilang Susno telah dimanfaatkan kepentingan politik lain untuk menghancurkan nama Wapres, menggagalkan Pilpres dan Cawapres, sehingga besar sekali resikonya.
Kita menyidik harus memakai strategi, mana kuat Susno sendirian disitu, Kapolri belum tentu setuju. Tetapi kalau sekarang kuat sekali backupnya jikalau polisi ingin menyidiknya dengan backup masyarakat. Waktu itu saya menyidik dengan kekuatan hukum. Tetapi hukum tanpa ditopang oleh kekuasaan maka tidak akan bisa jalan. Pasti kalau saya teruskan akan ketemu dengan Menkeu dan Wapres. Apa kuat Susno sendirian ? Tentunya dengan strategi, toh masyarakat dan KPK sudah minta diusut dan BPK sudah mulai mengangkat kasusnya sedikit demi sedikit, itu strateginya.
Mengapa anda berani membongkar kebobrokan Mabes Polri ?
Saya kira bukan karena keberanian, tetapi karena kepenakutan saya maka saya ungkap. Jadi kalau saya berani, justru saya hormat sekali kepada mereka yang berani merekayasa kasus itu. Kalau saya takut, karena takut akan hukuman Allah lebih berat yang akan saya terima.
Menurut Anda, seberapa parah kebobrokan di dalam Mabes Polri ?
Tergantung kehebohannya ! Masyarakat kan sudah tahu, yang saya angkat ini baru satu, tetapi hebohnya luar biasa, ini berarti parah. Makanya saya tidak mau angkat banyak-banyak, satu dulu saja. Ini hanya merupakan test case saja. Saya masih punya banyak peluru. Jadi masyarakat bisa membaca. Baru satu yang saya angkat, Mabes Polri sudah goyang. Itu menunjukkan bobrok, coba dia baik. Mestinya yang kena dua orang, biarkan dua orang itu menghadapi sendiri secara hukum, kenapa dua orang itu dibela mati-matian? Padahal tidak ada kewajiban membela dua orang itu. Seharusnya kewajiban polisi itu membela saya, sebab Undang-undang mengatakan pelapor tindak pidana korupsi wajib dilindungi. Kenapa dia sampai nekat melanggar UU ?
Banyaknya kebobrokan di tubuh Polri, apa perlu direformasi Kembali ?
Bukan perlu tetapi wajib atau fardhu ain untuk direformasi. Kalau perlu itu sunnah, sedangkan ini wajib. Kalau tidak direformasi, berarti kita memelihara penjahat bersenjata resmi dan terorganisir. Padahal kewenangan polisi besar sekali dengan kekuatannya mencapai 360 ribu orang bersenjata. Polisi boleh membunuh, jika penjahat lari boleh ditembak mati. Dengan kekuatan sedemikian besar, jika tidak direformasi dengan baik maka akan sangat berbahaya. Kalau tentara tidak boleh menembak rakyat, tetapi polisi boleh nembak rakyat yang melakukan kejahatan. Tentara tidak boleh nembak rakyat yang jahat sekalipun. Kalau tentara begitu senjatanya nembak itu untuk musuh dari luar, tetapi kalau polisi senjatanya diarahkan kedalam, itu bedanya.
Apa ini sebagai dampak penempatan Polri dibawah Presiden ?
Bukan ! Polisi mau dibawah siapapun. Presiden, Menteri Peranan Wanita atau siapapun tidak masalah. Kita sekarang sedang mengalami dekadensi moral. Seharusnya polisi wajib menjadi pelindung, tetapi malah menakut-nakuti rakyat supaya dapat duit. Polisi wajib memberantas kejahatan, tetapi malah menciptakan kejahatan. Lha ini jahiliyah, ini sudah masuk zaman jahiliyah.
Dengan penetapan anda sebagai terperiksa atau tersangka, apa anda merasa didholimi ?
Ya saya terima saja, mau silahkan orang menilainya, saya diperiksa saja belum. Yang katanya namanya harum, apa ya ? Yang melaporkan saya itu kan namanya yang harum itu, yang saya tuduh merekayasa kasus dan katanya tidak terbukti. Lho bisa mengatakan tidak terbukti, kapan memeriksannya ? Kok cepat amat, mereka ngotot. Sebelum diperiksa, kesimpulannya saya jadi tersangka, ya sudah. Kalau kita ikut gila, namanya gila juga.
Mengapa Kapolri sekarang kelihatanya berbalik, mengakui ada ketidakberesan dalam kasus markus pajak yang melibatkan Gayus Tambunan?
Saya diam, tahu saya sudah malas mendengarnya. Karena, semua institusi resmi seperti polisi yang berkaitan dengan HAM, mestinya jika memberi keterangan itu sekali saja, sehingga antara satu keterangan dengan lainnya sama. Jadi sekarang yang mau saya pegang keterangan siapa ? Kabareskirm lain, Kadiv Humas lain, Kapolri lain, Propam lain lagi meski dalam persoalan yang sama. Itu baru dari segi orangnya. Sekarang dari segi waktu, pagi, siang dan malam lain lagi.
Kalau dicari-cari kesalahannya seperti membolos kerja selama 78 hari, bagaimana komentar anda?
Bolos dari mana? kalau tidak pernah masuk kantor, kantornya mana ? Kantor adalah tempat suatu jabatan yang melaksanakan aktifitasnya sesuai dengan standar operasional prosedural (SOP). Tempat mungkin ada, jabatannya apa?, tugasnya apa?, SOP nya apa? Kalau ada tempat, bukan kantor namanya. Saya masuk sana, bukan masuk kantor. Tapi sekarang mereka bilang saya bolos, terserah.
Jika dibandingkan dengan orang sama seperti pak Da’i Bachtiar, apakah pernah dia ngantor setelah jadi Pati ? Dia jadi Pati selama 10 bulan sebelum pensiun. Kemudian pak Chairuddin Ismail, apakah beliau ngantor, satu tahu lebih. Apakah dia diperiksa dan dipecat. Tidak ! Kenapa untuk hal yang sama, perlakuan terhadap saya berbeda. Jadi kalau begitu ini khusus untuk Susno Duadji saja. Tapi apapun juga saya tidak menolak, saya terima.
Soal markus pajak, apa uang Rp 24,6 miliar itu memang dibagi-bagikan oleh Gayus Tambunan kepada para pejabat di Mabes Polri ?
Saya tidak tahu ! Tetapi yang jelas uang itu sudah tidak ada. Itulah tugas penyidik, sama untuk markus ini. Polisi itu mengerti hukum, tetapi mereka mengatakan kalau berani buktikan. Lha dimana saya bisa membuktikan? Saya ingin polisi yang mempunyai kewenangan menyidik itulah yang membuktikan.
Mengenai kasus Century beberapa waktu lalu, bagaimana proses kehadiran anda di Komisi III DPR. Apakah anda tidak diajak pimpinan Polri seperti waktu di Tim 8 tetapi anda mendapat undangan khusus dari DPR ?
Waktu acara dengar pendapat dengan Komisi III terkait dengan heboh cicak buaya dengan KPK, memang saya tidak diajak Kapolri, tetapi saya sudah antisipasi. Saya mempunyai teman-teman DPR agar diundang. Di meja memang tidak ada papan nama saya, tetapi saya mengatakan resmi diundang dengan tandatangan Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso. Justru yang tak diundang itu mereka semua itu, karena yang diundang resmi hanya Kapolri dan saya, sedangkan mereka itu hanya diajak Kapolri.
Apa reaksi Kapolri waktu itu ?
Kapolri hanya kelihatan pucat saja, yang jelas dia tidak bisa bicara bebas.
Waktu itu Kapolri mengatakan Susno siap mengundurkan diri ?
Bukan siap, tetapi Susno Duadji sudah mengajukan surat pengunduran diri, katanya suratnya sudah diterima. Waktu itu saya mau berdiri, tetapi dicegah Wakapolri pak Makbul. Ketika itu dalam sehari Kapolri 5 kali berbohong secara resmi, tetapi yang tidak resmi saya tidak tahu. Waktu siangnya di Istana Kapolri mengatakan Susno sudah mengajukan surat pengunduran diri. Malamnya mengatakan surat pengunduran diri sudah diterima. Malam itu di tempat yang sama juga mengatakan tentang Nurkholish Madjid. Juga di tempat yang sama dia mengatakan tentang MS Ka’ban. Pada tempat yang sama dia juga mengatakan akan mundur jika tidak bisa dibuktikan di Pengadilan.
Mengapa di Komisi III DPR, anda sampai menangis. Apa yang menyebabkan anda terharu ?
Seumur hidup, saya tidak pernah menangis. Waktu Ibu saya meninggal dunia sekalipun, saya tidak menangis. Memang saya lebih dekat kepada Ibu meski Bapak dan Ibu sama. Karena dialah yang mengajarkan akhlak budi pekerti dan agama kepada saya. Karena sesuai dengan ajaran agama, jangan dibasahi dengan air mata ketika ditinggal wafat, maka saya hanya berdoa dan membaca Surat Yasin saja.
Tetapi malam itu di DPR saya menangis. Karena sudah hampir 4 bulan terus menerus ditekan. Sedangkan di rumah saya harus senyum, untuk menghibur istri dan anak, tetapi batin saya sedih sekali. Anak saya perempuan sampai berhenti dari bekerja karena malu bapaknya dihujat terus menerus. Akhirnya usaha sendiri dengan jual pakaian bekas di Citos dengan diobral padahal dia sarjana, tetapi yang penting halal. Alhamdulillah, ternyata penghasilannya tidak jauh berdeda dengan gajinya ketika masih kerja di kantor. Dia tidak malu, kadang kadang temannya ikut beli. Itulah yang membuat saya ketika teringat sampai menangis.
Jadi semuanya ini merupakan rekayasa dari Mabes Polri, padahal anda sama sekali tidak terlibat dalam tim penyidik. Sampai-sampai anda diminta mundur ?
Saya kan tidak mundur, tetapi minta mundur sementara. Saya diminta mundur supaya tekanan berkurang. Saya diminta mundur pak Makbul atas suruhan Kapolri. Pak Makbul waktu itu bersama pak Yusuf Manggabarani. Saya tanya mengapa Kapolri tidak langsung kepada saya, alasannya Kapolri tidak sampai hati karena saya tidak bersalah. Kemudian saya bilang oke, saya mundur, tetapi mundurnya kan bukan selamanya. Nanti setelah situasi tenang, nama saya seharusnya dipulihkan kembali. Tetapi ternyata tidak ada pemulihan sama sekali selama 2 bulan, tetapi saya diam dan tidak berontak. Selama itu saya juga masuk kantor, meski kantornya tidak ada yang dapat dimasuki. Saya datang ke teman-teman karena sudah tidak memiliki ruangan sendiri.
Selama 2,5 bulan saya tidak ada apa apa dan saya terima. Bahkan sudah akan membanting setir mencari usaha yang lain. Tetapi begitu bersaksi untuk Antasari Azhar, mereka mengancam akan memecat dan sebagainya. Sejak itulah saya merasa telah dikerjain mereka dan saya mulai bangkit. Saya katakan sama keluarga, dukung saya.
Apa reaksi anda ketika diumumkan diberhentian dari Kabareskrim ?
Saya marah sekali. Kalau mutasi seringkali tidak pernah diumumkan ke publik. Karena saat itu timingnya massa minta saya untuk mundur, sehingga seolah-olah inilah betul biang keroknya, saya tidak mau yang begitu. Saya tetap mau mundur tetapi jangan saya dikatakan bersalah. Waktu itu mungkin saya sudah kalah 80 persen.
Tetapi masyarakat kan perlu informasi yang berkaitan dengan anda ?
Itulah yang tidak pernah disampaikan oleh mereka. Karena Kapolri mengatakan tidak perlu berbicara dengan pers karena nanti semua dia yang mengatasi. Jadi saluran saya ke pers ditutup, tidak seperti sekarang ini. Saya Sholat Jum’at saja tidak boleh di Masjid, tetapi di ruang tahanan bersama para tahanan. Supaya tidak bertemu dengan wartawan di depan. Kantor saya dengan ruangan Kapolri tidak lebih dari 20 meter, saya harus naik mobil dari belakang. Saya kira ini sudah pendzoliman yang luar biasa.
Jadi anda berusaha melepaskan diri dari belenggu tersebut ?
Ya, lama-lama saya minta berhenti. Akhirnya saya bersaksi di sidang Antasari Azhar. Banyak hal yang mengejutkan dan saya dikejar terus sama wartawan. Saya sudah tidak mau tunduk lagi pada aturan-aturan polisi untuk membungkam saya. Meski tetap ada larangan berbicara sama wartawan, saya tidak takut, saya hantam saja.
Seperti apa marahnya Anda waktu diumumkan pemberhentian dari Kabareskrim ?
Langsung malam itu saya datangi rumah Kapolri, tetapi dia tidak mau menerima meski ada di dalam rumah. Dia ada di dalam kamar dan tahu saya datang karena diberitahu ajudan. Rumah Kapolri kan agak terbuka pintunya dan yang jaga banyak sekali. Jangankan maling, lalatpun tak akan bisa masuk walaupun pintunya terbuka. Saya bisa masuk karena dia tahu saya Kabareskrim. Kata ajudan bapak lagi tidur dan besoknya baru bisa bertemu Kapolri.
Akhirnya jam 4 sore keesokan hari saya baru bias bertemu Kapolri. Kemudian ajudan memberitahu saya kalau Kapolri sudah datang. Saya ingin bicara empat mata, ajudan tak menjawab. Ternyata setelah saya masuk ruangannya, sudah ada lima jenderal yang mendampingi Kapolri. Jadi saya tidak sendirian bertemu Kapolri.
Saya katakan, saya mau berhenti karena memang sudah sepakat. Tetapi kenapa diumumkan ke public? Itu berarti sudah mempermalukan saya. Seolah-olah itu isyarat kepada publik bahwa betul Susno Duadji yang bersalah dalam kasus dengan KPK, buktinya sudah dimundurkan. Dengan diumumkan kepada seluruh masyarakat Indonesia melalui berbagai media massa pada malam itu, akhirnya besoknya media menulis, akibat dari perbuatan merekayasa sebagai pertanggungjawaban maka saya mundur. Jadi seolah-olah melegitimasi betul bahwa saya merekayasa kasus tersebut.
Apa reaksi Kapolri pada waktu itu ?
Dia hanya ketawa-ketawa saja dan merangkul saya. Hukuman itu kelihatannya kecil tapi maknanya besar bagi saya. Karena timingnya bertepatan dengan desakan masyarakat, maka saya mundur.
Apakah Kapolri meminta maaf kepada anda ?
Sama sekali tidak meminta maaf.
TNI dan Polri berlaku sistim komando, tetapi masyarakat sekarang melihat bintang satu berani dengan bintang tiga. Sepertinya tidak ada lagi sistim komando di Polri ?
Itu karena disuruh dan dibiarkan Kapolri. Apapun juga saya ini masih aktif sebagai polisi. Boleh benci sama Susno, tetapi dalam hierarkhi tidak boleh benci. Kalau tidak disuruh tidak bakal mereka berani. Tetapi perasaan dia ingin menjatuhkan martabat saya kan? Tetapi dia lupa martabat mereka sendiri justru yang jatuh.
Pada waktu itu ada pemeriksaan dari dua sayap, Intelijen dan Propam. Intelijen sudah clear dan Propam belum selesai, dimana Kapolri membatasi seminggu saja.
Satu minggu tak clear, dua minggu tak clear yang dilakukan Propam. Apa salah yang akan dituduhkan kepada saya? Kemudian intelijen lebih jernih berfikir seperti pak Saleh Saaf. Sebenarnya bukan Propamnya yang salah, tetapi kepemimpinan yang salah. Kalau pemimpin berwibawa, maka hirarkhi polisi akan bagus sekali. Jadi pemimpin kan harus tegas, jangan mengadu domba, ituu namanya kan mengadu domba. Saya yakin pak Saleh Saaf tersinggung berat itu. Propamnya masih ngotot sementara Kapolri tidak punya pendirian. Itu kan sama dengan menyuruh anak buah berantem.
Adanya kebobrokan dalam institusi Polri seperti markus, rekayasa perkara, intervensi politik akan membebani institusi Polri. Apa sebaiknya yang menjadi langkah Polri ?
Polri harus dirombak kepemimpinannya, terutama orang nomor satunya oleh orang yang memiliki integritas tinggi, punya keberanian dan tidak munafik. Kalau bisa begitu ya sudah selesai. Perlu waktu berapa bulan, tidak perlu lama cukup tiga bulan sudah baik karena sistim komando. Berbeda dengan Departemen dan Partai. Kalau polisi kan ada yang diatas dan bawah.
Kalau itu sepertinya suatu yang utopis, mengingat kita tahu pimpinan Polri memiliki penghasilan sampingan yang besar.
Tidak ! Polri itu gajinya kecil. Kalau memang perusahaan miliknya sendiri tidak apa-apa. Seperti gajinya kecil tetapi memiliki perusahaan silahkan saja, kan tidak dilarang mendapat penghasilan yang halal. Kalau ngak kan mati karena gajinya tak cukup. Itulah yang saya katakan kalau seorang polisi tidak ditopang dengan usaha lainnya, apapun pangkatnya jenderal bintang 8 sekalipun di Jakarta ini, tidak mungkin bisa beli mobil kijang sekalipun second hand. Gaji saya kan hanya Rp 11,7 juta, untuk membayar listrik saja satu juta lebih, belum lainnya.
Apakah anda siap mengambilalih kepemimpinan Polri bila DPR menghendakinya ?
Soal siap atau tidak siap, rakyat yang tahu. Jadi Kabareskrim saja tidak dipakai dan dicopot, masak jadi Kapolri. Itu impian terlalu tinggi. (Susno tertawa lepas)
Bagaimana perlunya fungsi moral di Kepolisian sekarang ?
Bukan hanya di polisi, tetapi di republik ini. Saya kira solusinya kita perbaiki moral melalui agama seluruh pimpinan negara ini. Sekarang ini kan orang tidak takut lagi sama Tuhan. Mereka tetap Sholat lima waktu tetapi korupsinya jalan terus. Kalau mereka ketemu daging babi muntah muntah, tetapi aspal dan pasir masuk perut.
Dirumahnya yang tidak mewah di kawasan Cinere, pagi itu Kamis, pukul 07.50 wib. Tim Redaksi Tabloid Suara Islam tiba sepuluh menit lebih awal dari waktu yang disepakati. Tetapi ternyata tuan rumah telah siap menerima kehadiran kami di ruang tengah rumah yang cukup asri itu. Berikut ini wawancara eksklusif Abdul Halim, Muhammad Luthfie Hakim dan Muhammad Al Khaththath dari Tabloid Suara Islam, dengan Komjen (Pol) Susno Duadji di rumahnya Cinere, Depok, Jawa Barat, Kamis (25/3) lalu. Wawancara sejak dari kasus Bank Century hingga markus pajak Rp 24,6 miliar yang diduga kuat melibatkan sejumlah Jenderal di Mabes Polri.
Bagaimana tanggapan Anda atas penyesalan Ketua Tim 8 Adnan Buyung Nasution yang merekomendasikan pencopotan Anda dari Kabareskrim Mabes Polri akhir tahun lalu ?
Bang Buyung tidak perlu menyesal, tetapi yang penting follow up dari penyeslaan itu. Faktanya pada waktu itu saya Kabareskirm, orang akan beranggapan bahwa penyidikan itu berada ditangan Kabareskrim. Ada dugaan rekayasa penyidikan Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah. Kalau ada dugaan rekayasa, maka alamat yang paling tepat tentunya Kabareskrim. Sebab tidak pernah diekspos bahwa yang menanggani kasus pimpinan KPK ini adalah suatu tim.
Pimpinan penyidiknya adalah Direktur III Brigjen Julianus Mahar. Itulah yang dinamakan dengan nama sandi Truno 3. Kalau saya di dalam jajaran Kepolisian adalah Tribrata 5 dan di lingkungan Bareskrim Guru l. Koordinatornya adalah Wakabareskrim yang bertanggungjawab kepada Kapolri. Jadi susunannya Kapolri kemudian Wakabareskrim yang membawahi beberapa tim. Sebelumnya Irjen Hadiatmoko, tetapi karena dinilai tidak berhasil dan hanya dianggap berhasil menggolkan Antasari Azhar saja tetapi justru Bibit dan Chandra gagal, sehingga Hadiatmoko dicopot. Kemudian diganti Brigjen Dikdik dan dianggap berhasil menggolkan Bibit dan Chandra, menjadi tersangka dan dia naik pangkat menjadi Irjen. Kemudian Julianus Mahar dianggap berhasil dan naik pangkat menjadi Brigjen.
Anggota tim berasal dari Bareskrim, Polda Metro, Polda Jatim, Babintak dan Ditbinkum. Saya tidak mengendalikan dan tidak boleh mengendalikan dan tidak boleh tahu hasilnya. Memang struktur militer dan polisi kuat sekali, kalau ada tim khusus maka yang boleh tahu kerjanya hanya tim itu saja, sehingga kalau saya tanya salah. Jadi yang benar adalah saya jangan bertanya. Mereka jangan melapor ke saya, sebab jadi tidak patuh pada asas.
Wajar kalau orang luar menuduh saya, tetapi saya diam dan tidak membantah. Seharusnya pimpinan yang menjelaskannya, tetapi pimpinan tidak pernah menjelaskannya bahkan Susno Duadji tidak dilibatkan disitu. Kalau bicara sendiri dan saya bukan kalau tiak terlibat, akhirnya saat ini orang akan menanyai siapa yang terlibat. Kalau bukan Susno, terus siapa ? nanti akan ke Kapolri dan diatasnya ke Presiden. Untuk itulah saya sebagai seorang perwira dan ksatria, disitu saya betul-betul menunjukkan kesetiaan dan keperwiraan saya. Manakala kepentingan lebih besar menghendaki, maka kepentingan pribadi dan kelompok harus dikalahkan, sehingga saya diam saja. Tetapi ingin tunjukkan saya tidak seperti itu. Saya menunjukkannya dengan bahasa isyarat.
Seperti sewaktu Bang Buyung menyuruh saya mundur, saya tidak mau mundur. Tetapi akhirnya Bang Buyung mau mundur jika saya tidak mundur. Tetapi kemudian diberi permen manis oleh Kapolri dengan sebuah kebohongan. Di Istana Kapolri mengatakan Susno Duadji sedang membuat surat pengunduran diri, sehingga Bang Buyung tidak jadi mundur. Kemudian malamnya Kapolri rapat dengan Komisi III DPR, dengan terang terangan mengatakan bahwa surat pengunduran Susno Duadji sudah diterima. Itu jelas suatu kebohongan besar sekali.
Sewaktu Tim 8 mengundang tim dari Polri hadir di Wantimpres untuk dimintai keterangan, yang berangkat Kapolri, Wakabareskrim, Direktur III dan beberapa pemeriksa. Saya tidak hadir, tetapi Bang Buyung tidak menanyakan ini. Seharusnya ditanya, mana Susno kok tidak datang dan anggota Tim 8 lainnya juga tidak tanya, punya ilmu apa itu ! akhirnya mereka pulang. Setelah itu mereka baru ingat dan besoknya saya datang sendiri ke Tim 8.
Saya katakan, walaupun saya tidak bertanggungjawab dalam penyelidikan ini, saya datang atas sepengetahuan institusi dan saya siap memberikan keterangan sepanjang yang saya ketahui. Tetapi tidak pernah ada pertanyaan, kenapa kamu membantah walau tidak bertanggungjawab. Tidak ada pertanyaan seperti itu. Akhirnya kesimpulan Tim 8 adalah Susno merekayasa kasus untuk menghindari dari tanggungjawabnya, kan celaka benar ! Ya sudah, saya cepat didesak mundur oleh Presiden SBY. Bahkan Kapolri terdiam seusai pengunduran saya dimana prosesnya masih 15 hari setelah keluarnya rekomendasi Tim 8. Akhirnya Kapolri datang ke beberapa pimpinan redaksi media massa untuk menenangkan media massa agar tidak mendesak mundur.
Tetapi waktu itu jawaban Kapolri berkelit, ketika ditanya apa benar Susno itu, apa Kapolri takut, kok demikian kuat Susno itu, tetapi jawaban Kapolri berkelit. Semestinya sebagai seorang Kapolri, sebagai seorang jenderal polisi dia katakan, jangan menuntut Susno mundur, dia tidak bertanggung jawab dalam menyidik kasus ini, kan selesai. Tetapi siapa yang bertanggungjawab, Kapolri harus menjawab saya, kan sebagai perwira harus ksatria.
Tetapi melihat dia tidak begitu, saya kecewa ! Saya berfikir buat apa bertahan? Maka saya harus mundur. Saya berunding dengan anak istri, saya katakan kita dihujat terus menerus dan tidak bisa diundurkan, kalau mau bertahan seratus tahun bisa. Tetapi hujatan ini terus menerus, sehingga saya katakan siap mundur. Saya bilang sama anak istri, meski nama kita sudah hancur tetapi kita tidak salah. Insya’ Allah, dengan keimanan kita maka kebenaran tidak akan bisa ditutupi. Kalau Allah ingin memulihkan nama kita, tidak akan sulit. Kun fayakun, selesai.
Akhirnya saya mundur, begitu mudur tidak ada masalah apa apa. Saya diam saja di rumah tidak ada niat apa-apa hampir selama 2,5 bulan. Kemudian saya berfikir bagaimana memperbaiki nama kita, harus mulai dari mana. Tahu-tahu saya diundang bersaksi di Pengadilan kasus Antasari Azhar dan saya datang tanpa niat apapun juga. Karena kesaksian dibawah sumpah dan dibawah “UU dunia”, kalau saya bohong berarti saksi palsu. Kalaupun saya berbohong dan tidak ditangkap di dunia pasti akan ditangkap di akhirat. Saya akan mendapat laknat dari Allah.
Makanya sewaktu menyampaikan kesaksian, saya enak saja apa yang saya ketahui, tidak saya tambah dan tidak saya kurangi. Seperti pertanyaan pengacara, apa betul saya mengetahui ada tim yang dibentuk Kapolri yang dinamakan Tim motifasi untuk menghendel kasus ini ? Saya jawab tidak tahu dan tahu. Memang awalnya saya tidak tahu, tetapi akhirnya saya tahu. Tidak tahu memang tidak diberi tahu, kemudian tahu karena saya mengetahui tim itu gagal. Karena gagal maka dicopotlah ketua tim.
Menurut Anda, siapa sebenarnya dalang yang merekayasa semua kasus ini ?
Tanpa saya beritahu yang merekayasa, saya kira masyarakat sudah mengetahuinya. Siapa yang bertanggungjawab dalam penyelidikan ini. Tim penyidiknya Direktur III dan Koordinatornya Wakabareskrim serta penanggungjawabnya Kapolri yang langsung lapor pada Presiden. Lalu siapa penanggungjawabnya ? Saya kira dari struktur ini, silahkan dianalisis sendiri.
Anda pernah mengatakan Boediono terlibat dalam skandal Century. Namun setelah menjadi Wapres penyidikan dihentikan. Bagaimana kok bisa terjadi ?
Saya katakan bukan terlibat. Waktu menyidik Century, kasusnya saya bagi tiga. Kasus murni perbankan, duit nasabah diambil Robert Tantular dengan kasus Antaboga, dan kasus yang terkait dana LPS. Itulah yang berbeda. Kenapa saya tidak meneruskan, karena sudah masuk bulan September. Bulan Oktober sudah ada hasil penetapan Presiden dan Wakil Presiden dan sudah ada jadwal pelantikannya. Sebab kalau saya teruskan penyidikan, pasti ada yang bilang Susno telah dimanfaatkan kepentingan politik lain untuk menghancurkan nama Wapres, menggagalkan Pilpres dan Cawapres, sehingga besar sekali resikonya.
Kita menyidik harus memakai strategi, mana kuat Susno sendirian disitu, Kapolri belum tentu setuju. Tetapi kalau sekarang kuat sekali backupnya jikalau polisi ingin menyidiknya dengan backup masyarakat. Waktu itu saya menyidik dengan kekuatan hukum. Tetapi hukum tanpa ditopang oleh kekuasaan maka tidak akan bisa jalan. Pasti kalau saya teruskan akan ketemu dengan Menkeu dan Wapres. Apa kuat Susno sendirian ? Tentunya dengan strategi, toh masyarakat dan KPK sudah minta diusut dan BPK sudah mulai mengangkat kasusnya sedikit demi sedikit, itu strateginya.
Mengapa anda berani membongkar kebobrokan Mabes Polri ?
Saya kira bukan karena keberanian, tetapi karena kepenakutan saya maka saya ungkap. Jadi kalau saya berani, justru saya hormat sekali kepada mereka yang berani merekayasa kasus itu. Kalau saya takut, karena takut akan hukuman Allah lebih berat yang akan saya terima.
Menurut Anda, seberapa parah kebobrokan di dalam Mabes Polri ?
Tergantung kehebohannya ! Masyarakat kan sudah tahu, yang saya angkat ini baru satu, tetapi hebohnya luar biasa, ini berarti parah. Makanya saya tidak mau angkat banyak-banyak, satu dulu saja. Ini hanya merupakan test case saja. Saya masih punya banyak peluru. Jadi masyarakat bisa membaca. Baru satu yang saya angkat, Mabes Polri sudah goyang. Itu menunjukkan bobrok, coba dia baik. Mestinya yang kena dua orang, biarkan dua orang itu menghadapi sendiri secara hukum, kenapa dua orang itu dibela mati-matian? Padahal tidak ada kewajiban membela dua orang itu. Seharusnya kewajiban polisi itu membela saya, sebab Undang-undang mengatakan pelapor tindak pidana korupsi wajib dilindungi. Kenapa dia sampai nekat melanggar UU ?
Banyaknya kebobrokan di tubuh Polri, apa perlu direformasi Kembali ?
Bukan perlu tetapi wajib atau fardhu ain untuk direformasi. Kalau perlu itu sunnah, sedangkan ini wajib. Kalau tidak direformasi, berarti kita memelihara penjahat bersenjata resmi dan terorganisir. Padahal kewenangan polisi besar sekali dengan kekuatannya mencapai 360 ribu orang bersenjata. Polisi boleh membunuh, jika penjahat lari boleh ditembak mati. Dengan kekuatan sedemikian besar, jika tidak direformasi dengan baik maka akan sangat berbahaya. Kalau tentara tidak boleh menembak rakyat, tetapi polisi boleh nembak rakyat yang melakukan kejahatan. Tentara tidak boleh nembak rakyat yang jahat sekalipun. Kalau tentara begitu senjatanya nembak itu untuk musuh dari luar, tetapi kalau polisi senjatanya diarahkan kedalam, itu bedanya.
Apa ini sebagai dampak penempatan Polri dibawah Presiden ?
Bukan ! Polisi mau dibawah siapapun. Presiden, Menteri Peranan Wanita atau siapapun tidak masalah. Kita sekarang sedang mengalami dekadensi moral. Seharusnya polisi wajib menjadi pelindung, tetapi malah menakut-nakuti rakyat supaya dapat duit. Polisi wajib memberantas kejahatan, tetapi malah menciptakan kejahatan. Lha ini jahiliyah, ini sudah masuk zaman jahiliyah.
Dengan penetapan anda sebagai terperiksa atau tersangka, apa anda merasa didholimi ?
Ya saya terima saja, mau silahkan orang menilainya, saya diperiksa saja belum. Yang katanya namanya harum, apa ya ? Yang melaporkan saya itu kan namanya yang harum itu, yang saya tuduh merekayasa kasus dan katanya tidak terbukti. Lho bisa mengatakan tidak terbukti, kapan memeriksannya ? Kok cepat amat, mereka ngotot. Sebelum diperiksa, kesimpulannya saya jadi tersangka, ya sudah. Kalau kita ikut gila, namanya gila juga.
Mengapa Kapolri sekarang kelihatanya berbalik, mengakui ada ketidakberesan dalam kasus markus pajak yang melibatkan Gayus Tambunan?
Saya diam, tahu saya sudah malas mendengarnya. Karena, semua institusi resmi seperti polisi yang berkaitan dengan HAM, mestinya jika memberi keterangan itu sekali saja, sehingga antara satu keterangan dengan lainnya sama. Jadi sekarang yang mau saya pegang keterangan siapa ? Kabareskirm lain, Kadiv Humas lain, Kapolri lain, Propam lain lagi meski dalam persoalan yang sama. Itu baru dari segi orangnya. Sekarang dari segi waktu, pagi, siang dan malam lain lagi.
Kalau dicari-cari kesalahannya seperti membolos kerja selama 78 hari, bagaimana komentar anda?
Bolos dari mana? kalau tidak pernah masuk kantor, kantornya mana ? Kantor adalah tempat suatu jabatan yang melaksanakan aktifitasnya sesuai dengan standar operasional prosedural (SOP). Tempat mungkin ada, jabatannya apa?, tugasnya apa?, SOP nya apa? Kalau ada tempat, bukan kantor namanya. Saya masuk sana, bukan masuk kantor. Tapi sekarang mereka bilang saya bolos, terserah.
Jika dibandingkan dengan orang sama seperti pak Da’i Bachtiar, apakah pernah dia ngantor setelah jadi Pati ? Dia jadi Pati selama 10 bulan sebelum pensiun. Kemudian pak Chairuddin Ismail, apakah beliau ngantor, satu tahu lebih. Apakah dia diperiksa dan dipecat. Tidak ! Kenapa untuk hal yang sama, perlakuan terhadap saya berbeda. Jadi kalau begitu ini khusus untuk Susno Duadji saja. Tapi apapun juga saya tidak menolak, saya terima.
Soal markus pajak, apa uang Rp 24,6 miliar itu memang dibagi-bagikan oleh Gayus Tambunan kepada para pejabat di Mabes Polri ?
Saya tidak tahu ! Tetapi yang jelas uang itu sudah tidak ada. Itulah tugas penyidik, sama untuk markus ini. Polisi itu mengerti hukum, tetapi mereka mengatakan kalau berani buktikan. Lha dimana saya bisa membuktikan? Saya ingin polisi yang mempunyai kewenangan menyidik itulah yang membuktikan.
Mengenai kasus Century beberapa waktu lalu, bagaimana proses kehadiran anda di Komisi III DPR. Apakah anda tidak diajak pimpinan Polri seperti waktu di Tim 8 tetapi anda mendapat undangan khusus dari DPR ?
Waktu acara dengar pendapat dengan Komisi III terkait dengan heboh cicak buaya dengan KPK, memang saya tidak diajak Kapolri, tetapi saya sudah antisipasi. Saya mempunyai teman-teman DPR agar diundang. Di meja memang tidak ada papan nama saya, tetapi saya mengatakan resmi diundang dengan tandatangan Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso. Justru yang tak diundang itu mereka semua itu, karena yang diundang resmi hanya Kapolri dan saya, sedangkan mereka itu hanya diajak Kapolri.
Apa reaksi Kapolri waktu itu ?
Kapolri hanya kelihatan pucat saja, yang jelas dia tidak bisa bicara bebas.
Waktu itu Kapolri mengatakan Susno siap mengundurkan diri ?
Bukan siap, tetapi Susno Duadji sudah mengajukan surat pengunduran diri, katanya suratnya sudah diterima. Waktu itu saya mau berdiri, tetapi dicegah Wakapolri pak Makbul. Ketika itu dalam sehari Kapolri 5 kali berbohong secara resmi, tetapi yang tidak resmi saya tidak tahu. Waktu siangnya di Istana Kapolri mengatakan Susno sudah mengajukan surat pengunduran diri. Malamnya mengatakan surat pengunduran diri sudah diterima. Malam itu di tempat yang sama juga mengatakan tentang Nurkholish Madjid. Juga di tempat yang sama dia mengatakan tentang MS Ka’ban. Pada tempat yang sama dia juga mengatakan akan mundur jika tidak bisa dibuktikan di Pengadilan.
Mengapa di Komisi III DPR, anda sampai menangis. Apa yang menyebabkan anda terharu ?
Seumur hidup, saya tidak pernah menangis. Waktu Ibu saya meninggal dunia sekalipun, saya tidak menangis. Memang saya lebih dekat kepada Ibu meski Bapak dan Ibu sama. Karena dialah yang mengajarkan akhlak budi pekerti dan agama kepada saya. Karena sesuai dengan ajaran agama, jangan dibasahi dengan air mata ketika ditinggal wafat, maka saya hanya berdoa dan membaca Surat Yasin saja.
Tetapi malam itu di DPR saya menangis. Karena sudah hampir 4 bulan terus menerus ditekan. Sedangkan di rumah saya harus senyum, untuk menghibur istri dan anak, tetapi batin saya sedih sekali. Anak saya perempuan sampai berhenti dari bekerja karena malu bapaknya dihujat terus menerus. Akhirnya usaha sendiri dengan jual pakaian bekas di Citos dengan diobral padahal dia sarjana, tetapi yang penting halal. Alhamdulillah, ternyata penghasilannya tidak jauh berdeda dengan gajinya ketika masih kerja di kantor. Dia tidak malu, kadang kadang temannya ikut beli. Itulah yang membuat saya ketika teringat sampai menangis.
Jadi semuanya ini merupakan rekayasa dari Mabes Polri, padahal anda sama sekali tidak terlibat dalam tim penyidik. Sampai-sampai anda diminta mundur ?
Saya kan tidak mundur, tetapi minta mundur sementara. Saya diminta mundur supaya tekanan berkurang. Saya diminta mundur pak Makbul atas suruhan Kapolri. Pak Makbul waktu itu bersama pak Yusuf Manggabarani. Saya tanya mengapa Kapolri tidak langsung kepada saya, alasannya Kapolri tidak sampai hati karena saya tidak bersalah. Kemudian saya bilang oke, saya mundur, tetapi mundurnya kan bukan selamanya. Nanti setelah situasi tenang, nama saya seharusnya dipulihkan kembali. Tetapi ternyata tidak ada pemulihan sama sekali selama 2 bulan, tetapi saya diam dan tidak berontak. Selama itu saya juga masuk kantor, meski kantornya tidak ada yang dapat dimasuki. Saya datang ke teman-teman karena sudah tidak memiliki ruangan sendiri.
Selama 2,5 bulan saya tidak ada apa apa dan saya terima. Bahkan sudah akan membanting setir mencari usaha yang lain. Tetapi begitu bersaksi untuk Antasari Azhar, mereka mengancam akan memecat dan sebagainya. Sejak itulah saya merasa telah dikerjain mereka dan saya mulai bangkit. Saya katakan sama keluarga, dukung saya.
Apa reaksi anda ketika diumumkan diberhentian dari Kabareskrim ?
Saya marah sekali. Kalau mutasi seringkali tidak pernah diumumkan ke publik. Karena saat itu timingnya massa minta saya untuk mundur, sehingga seolah-olah inilah betul biang keroknya, saya tidak mau yang begitu. Saya tetap mau mundur tetapi jangan saya dikatakan bersalah. Waktu itu mungkin saya sudah kalah 80 persen.
Tetapi masyarakat kan perlu informasi yang berkaitan dengan anda ?
Itulah yang tidak pernah disampaikan oleh mereka. Karena Kapolri mengatakan tidak perlu berbicara dengan pers karena nanti semua dia yang mengatasi. Jadi saluran saya ke pers ditutup, tidak seperti sekarang ini. Saya Sholat Jum’at saja tidak boleh di Masjid, tetapi di ruang tahanan bersama para tahanan. Supaya tidak bertemu dengan wartawan di depan. Kantor saya dengan ruangan Kapolri tidak lebih dari 20 meter, saya harus naik mobil dari belakang. Saya kira ini sudah pendzoliman yang luar biasa.
Jadi anda berusaha melepaskan diri dari belenggu tersebut ?
Ya, lama-lama saya minta berhenti. Akhirnya saya bersaksi di sidang Antasari Azhar. Banyak hal yang mengejutkan dan saya dikejar terus sama wartawan. Saya sudah tidak mau tunduk lagi pada aturan-aturan polisi untuk membungkam saya. Meski tetap ada larangan berbicara sama wartawan, saya tidak takut, saya hantam saja.
Seperti apa marahnya Anda waktu diumumkan pemberhentian dari Kabareskrim ?
Langsung malam itu saya datangi rumah Kapolri, tetapi dia tidak mau menerima meski ada di dalam rumah. Dia ada di dalam kamar dan tahu saya datang karena diberitahu ajudan. Rumah Kapolri kan agak terbuka pintunya dan yang jaga banyak sekali. Jangankan maling, lalatpun tak akan bisa masuk walaupun pintunya terbuka. Saya bisa masuk karena dia tahu saya Kabareskrim. Kata ajudan bapak lagi tidur dan besoknya baru bisa bertemu Kapolri.
Akhirnya jam 4 sore keesokan hari saya baru bias bertemu Kapolri. Kemudian ajudan memberitahu saya kalau Kapolri sudah datang. Saya ingin bicara empat mata, ajudan tak menjawab. Ternyata setelah saya masuk ruangannya, sudah ada lima jenderal yang mendampingi Kapolri. Jadi saya tidak sendirian bertemu Kapolri.
Saya katakan, saya mau berhenti karena memang sudah sepakat. Tetapi kenapa diumumkan ke public? Itu berarti sudah mempermalukan saya. Seolah-olah itu isyarat kepada publik bahwa betul Susno Duadji yang bersalah dalam kasus dengan KPK, buktinya sudah dimundurkan. Dengan diumumkan kepada seluruh masyarakat Indonesia melalui berbagai media massa pada malam itu, akhirnya besoknya media menulis, akibat dari perbuatan merekayasa sebagai pertanggungjawaban maka saya mundur. Jadi seolah-olah melegitimasi betul bahwa saya merekayasa kasus tersebut.
Apa reaksi Kapolri pada waktu itu ?
Dia hanya ketawa-ketawa saja dan merangkul saya. Hukuman itu kelihatannya kecil tapi maknanya besar bagi saya. Karena timingnya bertepatan dengan desakan masyarakat, maka saya mundur.
Apakah Kapolri meminta maaf kepada anda ?
Sama sekali tidak meminta maaf.
TNI dan Polri berlaku sistim komando, tetapi masyarakat sekarang melihat bintang satu berani dengan bintang tiga. Sepertinya tidak ada lagi sistim komando di Polri ?
Itu karena disuruh dan dibiarkan Kapolri. Apapun juga saya ini masih aktif sebagai polisi. Boleh benci sama Susno, tetapi dalam hierarkhi tidak boleh benci. Kalau tidak disuruh tidak bakal mereka berani. Tetapi perasaan dia ingin menjatuhkan martabat saya kan? Tetapi dia lupa martabat mereka sendiri justru yang jatuh.
Pada waktu itu ada pemeriksaan dari dua sayap, Intelijen dan Propam. Intelijen sudah clear dan Propam belum selesai, dimana Kapolri membatasi seminggu saja.
Satu minggu tak clear, dua minggu tak clear yang dilakukan Propam. Apa salah yang akan dituduhkan kepada saya? Kemudian intelijen lebih jernih berfikir seperti pak Saleh Saaf. Sebenarnya bukan Propamnya yang salah, tetapi kepemimpinan yang salah. Kalau pemimpin berwibawa, maka hirarkhi polisi akan bagus sekali. Jadi pemimpin kan harus tegas, jangan mengadu domba, ituu namanya kan mengadu domba. Saya yakin pak Saleh Saaf tersinggung berat itu. Propamnya masih ngotot sementara Kapolri tidak punya pendirian. Itu kan sama dengan menyuruh anak buah berantem.
Adanya kebobrokan dalam institusi Polri seperti markus, rekayasa perkara, intervensi politik akan membebani institusi Polri. Apa sebaiknya yang menjadi langkah Polri ?
Polri harus dirombak kepemimpinannya, terutama orang nomor satunya oleh orang yang memiliki integritas tinggi, punya keberanian dan tidak munafik. Kalau bisa begitu ya sudah selesai. Perlu waktu berapa bulan, tidak perlu lama cukup tiga bulan sudah baik karena sistim komando. Berbeda dengan Departemen dan Partai. Kalau polisi kan ada yang diatas dan bawah.
Kalau itu sepertinya suatu yang utopis, mengingat kita tahu pimpinan Polri memiliki penghasilan sampingan yang besar.
Tidak ! Polri itu gajinya kecil. Kalau memang perusahaan miliknya sendiri tidak apa-apa. Seperti gajinya kecil tetapi memiliki perusahaan silahkan saja, kan tidak dilarang mendapat penghasilan yang halal. Kalau ngak kan mati karena gajinya tak cukup. Itulah yang saya katakan kalau seorang polisi tidak ditopang dengan usaha lainnya, apapun pangkatnya jenderal bintang 8 sekalipun di Jakarta ini, tidak mungkin bisa beli mobil kijang sekalipun second hand. Gaji saya kan hanya Rp 11,7 juta, untuk membayar listrik saja satu juta lebih, belum lainnya.
Apakah anda siap mengambilalih kepemimpinan Polri bila DPR menghendakinya ?
Soal siap atau tidak siap, rakyat yang tahu. Jadi Kabareskrim saja tidak dipakai dan dicopot, masak jadi Kapolri. Itu impian terlalu tinggi. (Susno tertawa lepas)
Bagaimana perlunya fungsi moral di Kepolisian sekarang ?
Bukan hanya di polisi, tetapi di republik ini. Saya kira solusinya kita perbaiki moral melalui agama seluruh pimpinan negara ini. Sekarang ini kan orang tidak takut lagi sama Tuhan. Mereka tetap Sholat lima waktu tetapi korupsinya jalan terus. Kalau mereka ketemu daging babi muntah muntah, tetapi aspal dan pasir masuk perut.