Kamis, 19 Agustus 2010

Setahun SBY presiden, Korupsi naik 50 %

Setahun SBY presiden, Korupsi naik 50 % - Belum setahun SBY menjadi Presiden untuk kedua kalinya periode 2009-2014. Jumlah kasus tindak pidana korupsi mulai 2009 -  2010 terus meningkat. Peningkatan ini tidak hanya pada banyaknya pelaku tindak pidana korupsi yang berhasil dijerat hukum, tapi juga pada jumlah uang yang dikorupsi.

Indonesia Corruption Watch (ICW) Rabu kemarin, 4 Agustus 2010, merilis bahwa mereka mendapati 176 kasus korupsi yang ditangani aparat hukum di level pusat maupun daerah. Nilai kerugian negara dalam kasus-kasus itu ditaksir mencapai Rp2,102 triliun. 

Sebagai perbandingan, pada periode yang sama tahun 2009 lalu, tercatat hanya ada sebanyak 86 kasus korupsi dengan kerugian negara mencapai Rp1,7 triliun.

ICW juga mencatat jumlah pelaku korupsi yang telah ditetapkan sebagai tersangka di semester I tahun ini ada 441 orang. Sedangkan sepanjang tahun lalu hanya 217.

Pelaku korupsi yang menempati peringkat tertinggi adalah kalangan swasta dengan latar belakang komisaris maupun direktur perusahaan. Mereka ada 61 orang. 

Empat pelaku yang di urutan tertinggi lainnya adalah kepala bagian di instansi pemerintah (56 orang), anggota DPRD (52), karyawan atau staf di pemerintah kabupaten/kota (35), dan kepala dinas (33). 

Jika dibanding tahun 2009 semester I, ada pergeseran di mana peringkat pertama diduduki anggota DPR/DPRD (63 orang).

Dalam laporannya, ICW juga mengungkapkan bahwa saat ini korupsi di daerah menjadi favorit. Selama 2010, ada 38 kasus korupsi keuangan daerah yang ditangani aparat hukum, dan melahirkan potensi kerugian negara terbesar yakni, Rp596,232 miliar.

Tiga sektor lain yang menjadi penyumbang terbesar bagi potensi kerugian negara adalah: perizinan senilai Rp420 miliar (1 kasus), pertambangan Rp365,5 miliar (2 kasus), dan energi/listrik Rp140,8 miliar (5 kasus). 

Sebagai perbandingan, pada semester I tahun 2009, kasus korupsi yang menggerogoti kas daerah ada 23 kasus dengan nilai kerugian negara sebesar Rp410,857 miliar.

Soal modus, yang paling banyak digunakan adalah penggelapan (62 kasus), mark up anggaran (52 kasus), proyek fiktif (20 kasus), penyalahgunaan anggaran (18 kasus), dan suap (7 kasus).


Di mata ICW, ini pertanda buruk. Wakil Koordinator ICW, Emerson Yuntho, berpandangan data itu merupakan indikator dari meningkatnya tren korupsi di Indonesia. Dan bahwa badan antikorupsi seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum optimal menindak dan mencegah korupsi.

"Sudah banyak anggota DPR yang ditangkap KPK, tapi ternyata tidak menjadi shock therapy bagi anggota lainnya. Masih banyak korupsi yang dilakukan anggota DPR," kata Emerson.
Emerson melihat KPK masih kurang tegas dalam memberantas korupsi. Contohnya, saat menangani kasus cek pelawat anggota DPR. "KPK masih belum mampu mengungkap kasus itu hingga tuntas," ujarnya.

Emerson juga melihat kehadiran Satgas Mafia Hukum masih belum mengurangi tingkat korupsi. "Mafia saat ini masih unggul dibanding penegak hukum yang ada," ia mengritik.

Wakil Ketua Bidang Pencegahan KPK, Haryono Umar, menyatakan saat ini lembaganya masih berjalan di relnya. Meski demikian, ia menyatakan bahwa sebetulnya data itu juga bisa menjadi pertanda positif. Kian banyaknya jumlah perkara korupsi yang diungkap dan diselidiki menunjukkan makin gencarnya upaya pemberantasan korupsi di Indonesia dan makin bagusnya kinerja penegak hukum. 

Haryono mengakui, pada 2009 KPK mengalami kemunduran dalam penanganan kasus korupsi. Hal tersebut diakibatkan dua komisionernya, Bibit Samad Rianto, dan Chandra M. Hamzah harus disibukkan dengan kasus "cicak vs buaya". Bahkan, ketuanya ketika itu, Antasari Azhar, kemudian divonis terbukti melakukan pembunuhan berencana dan dihukum 18 tahun penjara. Antasari pun langsung dicopot dari jabatannya.

"Meski 2009 mengalami gangguan, tapi pada 2010 ini kami mengalami peningkatan dalam melakukan penindakan. Kasus yang sudah kita tangani sampai saat ini sama dengan kasus yang kita tangani pada tahun lalu," kata Haryono.

Selain penindakan, lanjut Haryono, KPK juga gencar melakukan upaya pencegahan. Haryono menjelaskan, saat ini KPK sedang menyorot minimnya laporan gratifikasi. "Padahal ini bisa menjadi pangkal melakukan tindak pidana korupsi," ujarnya. "Caranya, dengan membangun pusat pelaporan gratifikasi di sejumlah instansi."

Pihak Kejaksaan Agung pun menyanggah anggapan bahwa meningkatnya jumlah kasus korupsi yang ditangani aparat hukum merupakan pertanda negatif. Babul Khoir, Kepala Pusat Penerangan Umum Kejaksaan Agung, menyatakan kinerja kejaksaan dalam memberantas korupsi di tahun ini justru meningkat. 

◄ Newer Post Older Post ►